Siangnya.
Elena tidak berhenti meringis kesakitan, kram di perutnya semakin menjadi membuatnya tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Beberapa kali ia menghentikan aktivitasnya di balik meja kerjanya dan memilih bersantai sebentar di sofa panjang di dalam ruangannya, tapi kemudian kram itu kembali muncul ketika ia bangkit dan duduk kembali di balik meja kerjanya.
Oh, apa yang sebenarnya terjadi? Elena kemudian bangkit dan akan bergegas ke rumah sakit terdekat, tapi rencananya itu gagal saat tiba-tiba pintu ruangannya di buka dari luar menampilkan sosok yang tidak ingin ia temui.
Yogie, mau apa lelaki itu ke ruangannya?
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Elena dengan nada tajamnya.
“Makan siang.” jawab Yogie cuek.
Elena mendengus sebal. “Kenapa kamu jadi super menyebalkan seperti ini?”
“Menyebalkan? Apa yang membuatku menjadi sosok yang menyebalkan?”
“Perhatian sial
Elena membuka mata ketika kesadaran mulai menghampirinya. Ia mengerutkan kening ketika menyadari jika dirnya terbangun di atas ranjang rumah sakit. Apa yang terjadi dengannya? Kenapa ia sama sekali tidak mengingat apapun?Ketika Elena bingung mengingat-ingat apa yang terjadi dengannya, Yogie keluar dari dalam kamar mandi yang berada di dalam ruang inap Elena. Lelaki itu tampak segar dengan rambutnya yang sedikit basah. Dan Elena merasakan sebuah ketenangan saat menyadari jika Yogie masih berada di sisinya.“Kamu sudah sadar?” sapa Yogie yang segera mendekat ke arah ranjang dimana Elena berbaring.Elena menganggukkan kepalanya. “Apa yang terjadi denganku?”“Kamu pingsan saat menuju ke rumah sakit.”“Lalu?”“Istirahat saja, kamu nggak boleh banyak pikiran.”“Katakan apa yang terjadi, Gie.” Elena bersikeras. Yogie kemudian duduk di pinggiran ranjang, menggenggam tela
Dua hari berlalu.Waktu Elena untuk keluar dari rumah sakit akhirnya tiba juga. Selama dua hari terakhir hubungan Elena dan Yogie masih sama. Keduanya saling berdiam diri dan seakan tidak ingin tegur sapa satu dengan yang lainnya jika itu tidak penting.Elena duduk dengan tenang di pinggiran ranjang, sedangkan Yogie sibuk membereskan barang-barang yang di gunakan Elena selama dua hari terakhir saat berada di rumah sakit.“Umm, bagaimana dengan kantor?” pertanyaan Elena membuat Yogie menghentikan pergerakannya seketika. Ia kemudian menoleh ke arah Elena, untuk pertama kalinya setelah pagi itu, Elena kembali menyapanya lebih dulu.“Kantor menggila.”“Menggila? Maksudmu?”“Banyak gosip tentang kita, tapi tidak sedikit yang tahu jika kamu sakit dan aku hanya berusaha membawamu ke rumah sakit.”“Ohh.”“Bagaimana dengan orang tuamu?” tanya Yogie sedikit penasaran
Sudah tiga hari semenjak Elena keluar dari dalam rumah sakit, dan Yogie tidak pernah membiarkan Elena keluar dari apartemennya. Bukan tanpa alasan, Yogie hanya ingin Elena cepat pulih. Sikap wanita itu masih labil, Yogie melihat sisi lain dari Elena, sisi rapuh yang tidak pernah di tampakkan Elena selama ini, dan entah kenap sisi tersebut semain membuat Yogie penasaran, membuat Yogie ingin mengetahui semua tentang wanita tersebut, membuat Yogie ingin melindunginya.“Apa yang kamu lakukan? Cepat pijat kepalaku.” perintah Elena sedikit arogan seperti biasanya.Saat ini Yogie memang sedang memandikan Elena, membersihkan rambut wanita tersebut dengan shampoo, sesekali menggosok punggung telanjang wanita tersebut.Yogie masih berpakaian lengkap, tentu saja, karena Elena juga belum bisa di ajak bercinta, dan Yogie tidak mengharapkan bercinta dengan wanita itu dalam waktu dekat ini. Bukan karena Yogie takut membuat Elena hamil lagi, percayalah, bukan karena
Hari ini adalah hari dimana Elena kembali ke kantornya. Ia mencoba melupakan semua tentang hari kemarin, ya, bukankah ia memang sangat ahli dalam melupakan sesuatu? Di kantor, beberapa kali ia mendengar bisik-bisik dari beberapa karyawannya. Inbox dari Yogiepun semakin menjelaskan jika mereka berdua kini menjadi gosip hangat di kalangan karyawannya.Dan, Elena tidak ingin ambil pusing. Ia tidak ingin merusak hari barunya dengan mengurusi beberapa karyawan pemalas yang hanya suka menggosip. Lebih baik ia mengurus beberapa pekerjaannya yang sempat terbengkalai.Ponselnya yang bergetar membuyarkan semua konsentrasi Elena. Elena menggerutu kesal, apalagi ketika melihat nama orang yang terpampang di layar ponselnya.“Halo? Kamu mau apa? Astaga, aku sibuk.” Elena berkata dengan ketus karena tahu jika orang yang sedang menghubunginya itu adalah Yogie yang pastinya hanya ingin menggodanya.“Makan siang, Elena.”&ld
Elena semakin memucat ketika lelaki itu berjalan ke arahnya dan juga Yogie. Oh, apa yang akan terjadi? Kenapa lelaki itu di sini? Dan astaga, jika lelaki itu di sini, berarti ‘Dia’ ada di sekitar sini.Wajah Elena jelas menampakan rasa ketakutan yang amat-sangat, dan itu membuat Yogie yang sejak tadi mememperhatikannya semakin heran dengan tingkah Elena.“Apa yang terjadi? Kamu mengenalnya?” Yogie bertanya dengan sedikit berbisik pada Elena.Elena menggeleng cepat.“Jangan bohong!”Dengan spontan Elena merangkul lengan Yogie ketika lelaki itu semakin mendekat ke arahnya. Yogie sendiri semakin heran dengan tingkah Elena yang sangat berbeda dari biasanya.“Elena, ini kamu? Apa kamu ingat aku?” tanya lelaki itu ketika sudah berada di hadapan Elena dan Yogie.Elena enggelengkan kepalanya cepat.“Aku Nanda, teman Gilang, yang saat itu sering-” Lelaki yang mengaku bernama Na
Yogie mengerutkan keningnya. “Melecehkan? Melecehkan seperti apa”“Dia selalu memuaskan hasrat seksualnya sendiri tanpa mempedulikan kesakitan yang aku alami. Dia melakukan itu hampir setiap saat ketika kami bertemu.”“Dan orang tuamu?”“Mereka tidak tahu. Mereka tentu lebih fokus dengan pekerjaan mereka. Aku sendirian.”“Kenapa kamu tidak mengadu?”“Karena dia mengancamku.” Elena mulai meneteskan air matanya meski ia tidak terisak. “Beberapa kali dia memvideokan aktivitas ranjang kami, dan kamu pikir aku bisa berbuat apa saat itu ketika dia mengancam akan menyebarkan video kami?”Yogie mengepalkan jemarinya, ia ingin memukul seseorang, si brengsek Gilang seharusnya mendapat hukuman yang setimpal dulu sebelum dia mati.“Dia sudah tidak ada, Elena, kamu sudah bebas.” desis Yogie.“Aku merasa dia masih di sekitarku.”
Elena menatap batu nisan di hadapannya. Itu benar-benar makam Gilang, dan Gilang benar-benar sudah meninggal. Astaga, Elena bahkan tidak percaya jika hal ini terjadi.“Bagaimana dia bisa pergi?” tanya Elena pada Nanda yang kini masih berdiri di sebelahnya.“Dia sedikit gila ketika tiba-tiba kamu pergi.”“Gila? Maksud kamu?”“Dia suka uring-uringan, ngomel sendiri, dan dia tidak berhenti memanggil nama kamu.” Elena tampak ngeri membayangkan hal itu.“Orang tuanya khawatir, akhirnya membawanya kepada seorang psikiater, Gilang ternyata mengalami depresi, dan dia harus di rawat.”“Dia seorang psikopat. Dia memiliki penyakit jiwa.”“Elena, kamu tidak bisa menghakiminya seperti itu.”“Tapi itulah yang kurasakan selama aku mengenalnya. Dia membuatku takut, dan hingga kini dia meninggalkan efek buruk pada diriku.”“Aku tidak tah
Elena keluar dari dalam kamar mandinya dengan wajah yang lebih segar dari sebelumnya. Setelah menunjungi makam Gilang tadi, Elena lantas berendam di dalam kamar mandinya. Pikirannya berkelana, mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Gilang sudah benar-benar pergi meninggalkannya. Lalu sekarang apa lagi? Seharusnya ia sudah berhenti ketakutan ketika mengenang tentang masa lalu buruknya. Hanya saja, Elena tidak bisa. Ia masih takut jika hal itu terulang lagi.Elena melirik ke arah jam dindingnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. tidak ada tanda-tanda Yogie menghubunginya. Apa lelaki itu masih marah dengannya? Yang benar saja. Harusnya ia yang marah karena lelaki itu sudah terlalu banyak tahu tentang kehidupan pribadinya.Elena mengembuskan napas dengan kasar. Yogie, lelaki itu jelas sudah mempengaruhi hidupnya. Beberapa hari terakhir lelaki itu menampakkan sikap lain, seperti suka mengatur, suka seenaknya sendiri, suka memaksa dan sikap lainnya yang anehnya Ele