Share

Bab Empat - Operasi Zebra

"Tumben bawa bekal lo?" ucap David sembari mendekati Edgar.

"Rissa masakin gue tadi pagi. Kata dia, gue gak boleh jajan sembarangan. Jadi dia masak deh buat bekal gue." jawab Edgar dengan mata berbinar.

"Idaman betul adek lo. Kalo gue lamar buat jadi Bhayangkari gue boleh gak?"

"Udah siap dapet bogem mentah dari gue, lo? Gebetan sama pacar-pacar lo mau lo kemanain?"

"Jelas gue putusin mereka lah, gue niat serius nih. Lo mau kan jadi kakak ipar gue, Ed?

"Kalo gue sih terserah Marissa aja. Tapi menurut feeling gue nih ya, Marissa gak mau sama lo, soalnya dia juga tahu kalo lo playboy. Lagipula Marissa masih setia sama cinta pertamanya."

"Gila, setia juga adek lo bro. Gue kira dia udah lupa sama cinta monyetnya. Oh iya, gue denger-denger si Jevin jadi Marinir ya? Hebat juga tuh bocah, padahal dulu jadi bahan bully temen-temennya karena introvert." kata David yang ikut serta memakan bekal buatan Marissa itu.

"Jangan suka remehin orang, Vid. Everything has changed. Lagipula alasan Jevin gak mau bales perbuatan temen-temen dia masuk akal sih menurut gue, dia gak mau bikin catatan hitam."

David hanya manggut-manggut menanggapi pernyataan dari sahabatnya itu. Pasalnya David tak terlalu dekat dengan Jevin karena Jevin terlalu tertutup.

Begitulah kiranya percakapan antara kedua sahabat itu. Hanya sekedar obrolan kecil nan random serta diselingi beberapa banyolan yang terkadang mengundang gelak tawa di antara mereka berdua.

Beberapa waktu kemudian...

"Ed, lo udah denger belom?" kata David dengan penuh antusias.

"Denger apaan? Dari tadi kan gue udah dengerin lo ngomong sampai kuping gue sakit."

"Itu lho, Daniel hari ini bakal jadi penanggung jawab lapangan operasi zebra."

"SERIOUSLY? Yang bener aja lo kalo kasih info ke gue!"

"Astaga, gue serius Ed. Masa iya gue bohongin lo. Lo tahu sendiri kan kalo Daniel lagi cari muka ke atasan sampe dia rela pindah satfung (satuan fungsi)." jawab David meyakinkan Edgar.

"Matilah gue..." ucap Edgar sedikit panik.

"Lo kenapa sih Ed? Lo gak ikhlas kalo posisi lo digantiin sama junior lo?"

"Bukan gitu, Vid. Masalahnya gue belum balikin STNK mobil gue plus SIM A Marissa yang kemarin gue sita. Bisa bahaya kalo Rissa kena tilang." ucap Edgar panik serta takut. Edgar takut jika Marissa marah lagi kepada dirinya.

"Mending lo sekarang telpon Marissa deh, takutnya dia udah keburu jalan." saran David.

Di sisi lain...

Jalan raya depan Polda, tempat diadakannya operasi zebra.

Entah suatu kebetulan atau memang hari ini adalah hari sial Marissa, mobil milik Edgar yang dikendarai oleh Marissa dihentikan oleh seorang laki-laki berpangkat Brigadir Polisi Satu atau yang sering disebut Briptu.

"Selamat siang, Mbak. Maaf boleh kami periksa kelengkapan surat kendaraannya?" kata polisi itu dengan sopan.

"Selamat siang, boleh pak." jawab Marissa.

Kemudian Marissa pun sibuk membuka dompet serta tasnya guna mencari SIM miliknya. Menyadari bahwa SIMnya tak ditemukan, akhirnya ia berinisiatif untuk mencari di dashboard mobil kakaknya.

"Sial, kenapa harus gak ketemu sih di saat-saat yang begini." umpat Marissa dalam hati.

"Bagaimana mbak, bisa kami periksa SIM serta STNKnya?" ucap polisi bernama Anton membuyarkan lamunan Marissa.

"Sebentar pak, saya telepon kakak saya dulu, sepertinya STNK mobil ini gak sengaja terbawa beliau."

"Baik mbak, kami tunggu."

"Terimakasih banyak, pak." ucap Marissa.

Kemudian Marissa meraih telepon genggamnya yang berada di dalam tas, tak butuh waktu lama untuk menemukan nama sang kakak di gawainya itu.

"EDGAR! LO KEMANAIN SIM SAMA STNK MOBIL?!" ucap Marissa dengan penuh amarah yang membuat Anton sedikit terkejut dibuatnya.

"Ha...Halo dek..." jawab Edgar tergugu di sebrang sana.

"LO KEMANAIN SIM GUE, NYET! BAHAGIA BANGET SIH BIKIN GUE CELAKA! ASAL LO TAU AJA, GUE KENA TILANG GARA-GARA SIM SAMA STNK GAK ADA!" ucap Marissa yang masih dipenuhi emosi membara.

Tut... Tut... Tut...

Panggilan terputus sepihak. Ada kilatan amarah di mata Marissa. Hatinya terlanjur kecewa akibat sang kakak keterlaluan dalam menjahilinya.

"Brengsek... Brengsek... Brengsek! Kurang ajar Edgar! Tunggu aja pembalasan gue!" ucap Marissa penuh amarah disertai mata yang berkaca-kaca menahan air matanya. Pasalnya ia tak pernah berada di situasi semacam ini. Marissa adalah orang sangat disiplin dalam berkendara.

"Bagaimana mbak? Bisa ditunjukkan surat-surat kendaraannya?" kata Anton mengulangi perintahnya.

"Maaf pak, bisa saya bicara dengan penanggung jawab atau mungkin koordinator dari operasi zebra ini?" ujar Marissa yang masih menahan air matanya.

"Maaf mbak, tidak bisa."

"Sebentar aja pak, saya mohon." ucap Marissa lagi.

Kemudian datanglah seorang perwira kepolisian berpangkat Inspektur Polisi Dua menghampiri mereka berdua. Disamping itu Marissa pun turun dari mobilnya.

"Ada apa ini ribut-ribut?" ucap Daniel kepada Anton anak buahnya.

"Maaf pak, saya mau berbicara dengan penanggung jawab operasi ini." jawab Marissa sembari mengingat wajah Daniel.

"Kebetulan saya yang bertanggung jawab atas operasi zebra hari ini. Ada yang bisa saya bantu, mbak? Sepertinya wajah anda tidak asing bagi saya." ucap Daniel.

"Mohon maaf Pak Daniel." ucap Marissa sembari membaca nama Daniel yang ada di seragamnya.

"Boleh saya pinjam ponsel bapak? Sepertinya saya harus menghubungi seseorang." ucap Marissa.

"Mau hubungi pacar anda? Maaf sekali mbak, sepertinya pacar anda tidak bisa membantu anda hari ini." ujar Daniel yang diikuti seringai di wajahnya.

"Bukan pak, saya mau hubungi kakak saya. Kebetulan surat-surat saya terbawa beliau."

"Baiklah, gunakan seperlunya saja." ucap Daniel yang kemudian menyerahkan telepon genggamnya kepada Marissa.

Marissa pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ia miliki. Dengan lihai jari-jarinya mengetikkan nomor sang kakak di handphone Daniel. Tak berselang lama panggilan itupun tersambung dengan nomor telepon milik Edgar.

"Halo..." terdengar suara bariton Edgar di seberang sana.

"EDGAR BRENGSEK! BERANI-BERANINYA LO MATIIN TELEPON DARI GUE! MINTA GUE GANTUNG LO? GUE GAK MAU TAHU. POKOKNYA LO YANG HARUS TANGGUNG SEMUA KESIALAN GUE HARI INI!" 

Begitulah ucapan Marissa yang membuat Anton dan juga Daniel terperangah. Mereka berdua terkejut dengan ucapan yang dilontarkan Marissa kepada sang penerima telepon.

"Terimakasih Pak Daniel." ucap Marissa ketika ia mengembalikan gawai milik Daniel.

Daniel pun sedikit tersentak karena orang yang Marissa telepon adalah seniornya di kantor. Sedangkan Marissa terlihat melangkahkan kakinya ke samping mobil dan membuka pintu belakang kanan. Ia terlihat tengah mengambil tas kecil berwarna hitam bertuliskan merk mobil tersebut.

"Maaf pak, kalau bapak mau menilang saya silakan saja pak. Sekalian juga saya mau menitipkan ini." ujar Marissa sembari memberikan tas tersebut kepada Daniel.

"Itu BPKB mobil pak, bapak bisa memberikan kepada senior bapak, atau mungkin bisa bapak jual setelah itu uangnya bisa bapak donasikan kepada anak-anak terlantar. Sekali lagi saya mohon maaf karena telah membuat kegaduhan. Saya permisi." ucap Marissa meninggalkan Anton dan Daniel yang masih terperangah atas ucapan yang dilontarkan oleh Marissa.

"Maaf Pak, sepertinya mobil ini milik Pak Edgar." ucap Anton kepada atasannya itu.

"Kamu bawa aja mobilnya ke kantor, biar lainnya saya yang urus." jawab Daniel sembari melangkahkan kakinya meninggalkan Anton yang masih sedikit bingung dengan situasi ini.

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status