Setelah selesai membereskan barang-barang dan tenda, mereka berkumpul dan berdo'a terlebih dahulu, agar perjalanan pulang mereka lancar.
"Alangkah baiknya, kita berdo'a terlebih dahulu sebelum melakukan perjalanan menuju rumah kita, berdo'a sesuai kepercayaan masing-masing, mulai." Zaki memimpin do'a.
Kemudian mereka menunduk dan berdo'a.
"Berdo'a, selesai."
"Yu kita jalan!" ajak Glen.
Mereka pun mulai berjalan menelusuri jalanan yang cukup curam, dengan dikelilingi tumbuhan yang lebat dan pohon-pohon yang tinggi.
"Aduuh, cape banget." keluh Vera
"Lebay banget sih, baru aja jalan sebentar" ledek Glen.
"Ih dasar orang kota ngeselin!" Vera membalas ledekan Glen.
Glen hanya membalasnya dengan memeletkan lidah.
Setelah sekian lama berjalan, mereka pun sudah sampai di pertengahan. Langit telah berubah menjadi gelap, tandanya hujan akan turun. Mereka segera berjalan agak cepat agar tidak terjebak hujan.
"Duaarr!" suara petir terdengar sangat kencang, dan rintikan air hujan pun mulai turun.
"Kita neduh dulu yuu" ajak Alin, dengan suara agak kencang.
"Disini gaada tempat neduh, jadi kita harus jalan sampai kaki gunung." balas Bimo.
Untungnya, mereka membawa jas hujan plastik masing-masing. Namun, Alin tetap saja ingin meneduh karena ia takut suara petir.
"Temen-temen, Alin takuutt!!" teriak Alin kepada teman-temannya yang masih terus berjalan.
"Lin, ayo Lin, masih jauh nih." ucap Zaki.
"Alin takut banget...."
Zaki menggelengkan kepala dan menyuruh Alin berjalan duluan.
Namun saat mereka sedang fokus menyesuaikan langkah dengan tanah yang curam dan licin, Zaki melihat ular berada di kaki Alin.
"Aliiinn!!! Awasss!!!" teriak Zaki
"Aaaaaaawww!" Alin berteriak kesakitan.
Kakinya sudah terlanjur di patuk ular berbisa, Alin menangis kesakitan.
Teman-teman Alin pun memutar balik langkah dan segera menolong Alin. Semuanya nampak panik melihat mulut Alin yang berubah menjadi biru.
Glen tiba-tiba maju dan berlutut menghadap kaki Alin, ia segera menghisap bisa ular yang ada di kaki Alin.
"Glenn hati-hatii!" ucap Vera khawatir.
Ghea menangis melihat kejadian ini, ia merasa bersalah sekali, karena yang mengajak mereka camping adalah Ghea.
"Woy, cepetan! Kita harus bawa Alin ke rumah sakit!!" teriak Glen.
Mereka segera mengangkat semua barang-barang Alin, sedangkan Alin di gendong oleh Glen.
Hujan lebat telah berganti menjadi gerimis, mereka menunggu angkot di tempat kemarin mereka turun.
"Aduh sialan! Ini angkotnya mana lagi?!!" Bimo sangat kesal karena angkot tak kunjung datang.
Dan akhirnya saat ada mobil bak yang lewat, mereka meminta untuk menumpang, dan sang supir mengizinkan. Mereka segera membawa Alin ke rumah sakit, di perjalanan Alin sempat membuka mata, wajahnya sangat pucat, seperti mayat.
"Lin, Lo sadar Lin!!! Bentar lagi kita sampe!!" ucap Vera sambil menangis.
"A-aku pe-pengen pulang" ucap Alin dengan suara yang sangat pelan.
Mereka semua menangis tak tega melihat sahabatnya kesakitan seperti ini.
"Lin, kita udah mau pulang Lin!!! Tetep buka mata lo...hiks" Vera terus menangis sambil memeluk sahabatnya itu.
Kemudian Alin menutup matanya seketika dan membuat teman-temannya kembali histeris.
🦋🦋🦋
Sesampainya dirumah sakit, Glen menggendong Alin dengan tergopoh-gopoh.
"Dokter!!dokter!!" teriak Glen.
"Ya mas, ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang suster.
"Sus, bantu temen saya sus, dia dipatuk ular berbisa." ucap Vera dengan air mata bercucuran.
Suster pun menganggukan kepala dan segera menyuruh mereka membawa Alin ke ruang UGD.
Alin sedang ditangani oleh dokter didalam ruangan, sedangkan teman-temannya duduk dikursi yang terletak di depan ruang UGD.
"Aliiiin..." rintih Vera sambil menutup wajahnya.
Mereka semua nampak sangat sedih dan menyesal, dengan muka yang nampak kacau, mereka semua terus menangis.
"Ini semua salah gue, andai a-aja gue ga ngajak kalian ke gunung..." ucap Ghea tiba-tiba.
"Maafin gue, aliin..." lanjutnya.
Vera yang melihat itu segera memeluk Ghea dan berkata, "Ini semua bukan salah lo, ini emang udah takdirnya... Kita ga perlu nyalahin diri sendiri, apalagi nyalahin orang lain, Alin ga butuh semua itu... Alin cuman butuh do'a dari kita semua..."
Suasana saat itu nampak penuh haru.
Beberapa saat kemudian, dokter keluar dari ruang UGD dan mereka sangat ingin tahu keadaan Alin sekarang.
Beberapa bulan kemudian, Basecamp berupa Saung yang berada di tengah hamparan sawah yang sangat luas, terlihat sangat kotor dan tidak terawat. Bagaimana tidak, orang-orang yang selalu mengisi tempat itu dengan canda, tawa, dan nyanyian telah terpisah karena waktunya untuk mengejar mimpi mereka masing-masing telah tiba.Bimo memilih merantau ke Kalimantan, Zaki bekerja sebagai buruh pabrik di Daerah Bandung, Ghea ikut kepada ayahnya ke Bogor, Alin kuliah dan pindah rumah ke Cirebon bersama kedua orang tuanya, dan Glen, Ia berada di Jakarta, meneruskan usaha orang tuanya dan berkuliah juga. Hanya tersisa Vera di sini."Kalian apa kabar?" tanya Vera sambil duduk di Saung yang memiliki seribu kenangan manis itu.Ia sering kali merasa rindu kepada teman-temannya. Rindu yang sangat amat terasa di dadanya, sering membuat dirinya menangis."Vera kangen sama kalian ..." ucapnya lirih."Vera harap, kalian bahagia, kalian sukses, kalian sehat di s
Hari yang sangat cerah. Alin, Glen, Ghea, Bimo, Zaki dan Vera tengah berkumpul di Basecamp mereka."Ga kerasa ya, kita udah pada dewasa. Kayanya sebentar lagi kita bakalan fokus ngejar mimpi kita masing-masing deh," ucap Vera di tengah kesunyian di antara mereka."Iya. Di suatu pertemuan pasti akan selalu ada perpisahan, entah itu karena Impian, kewajiban atau hal yang lain. Yang jelas, kita harus selalu bisa ngerasa ikhlas waktu tiba-tiba kita harus terpisahkan," balas Ghea."Guys," panggil Glen."Apa?""Iya?""Apa?""Mmm ... gue berat ngomong ini. Tapi mau gimana lagi, ini udah keputusan keluarga gue," ucap Glen."Emangnya apa Glen?" tanya Alin."Gue mau nerusin kuliah di Jakarta, sekalian nerusin usaha bokap yang udah mulai agak maju," balas Glen.Jawaban Glen seakan membuat hati mereka sangat sakit. Entahlah, walau Glen hanya pergi ke Jakarta, tapi rasanya sangat berat ketika salah satu dari mereka harus
Saat malam hari, Denis dan Alin sedang makan malam. Alin memasak nasi goreng spesial untuk mereka berdua."Gimana Denis, enak ga masakan Kakak?" tanya Alin.Denis mengangguk semangat. "Enak banget Kak, Kakak emang jago masak ya, kaya Ibunya Denis," ucap Denis."Syukur deh kalo Denis suka, Kakak jadi seneng."Setelah makan malam selesai, Denis membawa piring kotor menuju wastafel yang terletak di Dapur."Denis, biar Kakak aja ya yang nyuci piring," ucap Alin, Denis mengangguk.Lalu Denis berjalan menuju ruang tamu. Ia mengambil sapu dan mulai membereskan barang-barang dan menyapu lantai.Alin yang baru selesai mencuci piring lantas melihat ke Ruang tamu."Denis, ga perlu repot-repot, sayang," ucap Alin sambil menghampiri Denis."Ga papa, Kak. Denis suka bantu-bantu Ibu juga kok di Rumah," ujar Denis sambil tersenyum, Alin ikut tersenyum melihat itu."Ya udah, makasih banyak ya Denis ... kamu baik banget deh, Kakak
Kemudian, anak kecil itu dibawa pulang oleh Alin, selama belum ada pihak keluarga yang menanyakan keberadaan anak kecil itu. "Dek, kalau boleh tau, nama adek siapa?" tanya Alin pada anak kecil yang sedang bersedih itu. "Nama aku Denis, Kak." Anak itu menjawab dengan suara yang pelan. Alin mengusap kepalanya, ia merasa sangat iba terhadap anak yang malang itu. "Rumah kamu di mana? Kok Kakak kayaknya ga pernah liat kamu ya?" tanya Alin lagi. "Rumah aku ada di desa seberang, Kak. Aku suka banget naik biang lala, makanya Ibu ngajak aku ke pasar malam itu," jawab Denis, Alin menganggukkan kepalanya pelan. "Ya sudah, kamu ga usah khawatir ya, pasti Ibu kamu baik-baik aja. Sekarang kamu istirahat aja," ucap Alin. Denis memang anak yang baik, terlihat saat pertama kali di bawa ke rumah Alin, ia nampak sangat sopan dan penurut. "Kak, Denis ngantuk," ucap Denis. "Yuk tidur, udah larut malem juga," ajak Alin.
Setelah mereka naik, biang lala mulai berputar pelan. Alin sangat terkagum-kagum melihat pemandangan dari atas. "Waw ... Indah banget, Alin suka," ucap Alin. "Indah banget ya, Lin. Ghea juga suka," ujar Ghea. "Alin suka banget sama biang lala, setiap ada pasar malam kayak gini, Alin pasti wajib naik biang lala ini. Alin suka pemandangan," ucap Alin. Saat diputaran ke 3, lampu biang lala tiba-tiba mati. Semua yang menaiki biang lala menjerit-jerit ketakutan, kebanyakan anak kecil yang naik. "Mungkin korslet ya listriknya," tebak Vera. "Iya, udah biasa kok kaya gini kalau ada pasar malam, jadi santai aja," Ghea terlihat santai sambil terus melihat pemandangan di bawah. "Tapi Alin takut ..." rengek Alin. "Alin ... Ga papa kok. Tunggu 5 menit lagi ya, pasti jalan lagi," Ghea berusaha menenangkan Alin. Setelah itu, Alin berusaha untuk tenang. Namun, sudah 10 menit biang lala tak kunjung nyala. Ternyata ada kabel yang
Hari itu Zaki, Glen, Bimo, Alin, Vera dan Ghea melihat ada selembaran kertas yang berisi pemberitahuan tentang adanya pasar malam di kampung mereka. Alin yang sudah lama tak pernah mengunjungi pasar malam lantas senang. "Wah ... Pasti seru nih! Alin mau naik sangkar burung ah ... Terus mau beli baju juga, Alin udah lama ga beli baju," ucap Alin dengan nada yang nampak bahagia. "Kalian mau datang?" tanya Ghea. "Ayo!" ajak Vera. "Gas lah!" "Ayokk!" "Kuyy!" Mereka sepakat untuk pergi bersama, sebab tempat diadakan pasar malam itu tidak terlalu jauh dari rumah mereka. *** Malam hari pun tiba, mereka pergi dengan berjalan kaki, sesekali mereka bercanda, dan tertawa. Lampu sorot pasar malam itu terlihat dari kejauhan, Alin semakin tak sabar ingin segera menaiki permainan yang ia sukai. Di pasar malam itu, selain pedagang, ada banyak juga wahana permainan sederhana. Seperti, kora-kora, ombak banyu