“Dasar anak setan! Ke sini kau!” Bibi Mai beranjak ingin mengejar Daiki namun Anak itu segera kabur berlari menjauh. Dan itu Yukie jadikan kesempatan untuk masuk ke dalam kamar bersembunyi.
Flash back Off.****************
Terlihat Daiki tengah berdiri di depan taman hiburan di mana tempat itu mengingatkannya pada gadis kecil yang pernah dia temui dulu. Jika saja Daiki mengingat namanya mungkin tak sulit untuk mencarinya kembali.Namun sayang dia benar-benar lupa dengan namanya yang dia ingat hanya ketika memberikan kalung miliknya pada gadis itu. “Au!” Daiki mengeluh sakit di bagian belakang kepalanya.Ada rasa nyeri saat tangannya menyentuh tengkuknya.*************
Selesai berjualan bakpao Yukie bergegas pergi menuju ke suatu tempat yang sudah di sepakati untuk mereka membahas tugas biologi. Ginji dan Daiki nampak sudah berada di sana. Sementara Yukie masih sibuk merapihkan barang dagangannya. “Di mana Yukie? Ini sudah hampir gelap tapi dia juga belum muncul!” gumam Ginji sembari membuang pandangannya ke sekitar.Sementara Daiki sibuk memainkan ponselnya. “Coba kau hubungi dia! Suruh dia cepat datang! Membuang-buang waktuku saja!” “Aku tidak ada nomornya, kau ada? Kalau ada aku minta aku akan menghubunginya” ucap Ginji. Daiki langsung melirik ke arah Ginji dengan tajam.“Lalu apa gunanya aku menyuruhmu menghubungi dia kalau aku sendiri menyimpan nomornya?? Lagi pula untuk apa juga aku menyimpan nomornya?” Daiki berdecak kesal karena terlalu lama menunggu Yukie. Hingga minuman di gelas mereka kosong Yukie masih belum datang, akhirnya karena kesal Daiki pun memilih pergi. “Hei Daiki kau mau kemana?” “Pulang!” ucapnya sambil berlalu karena kesal terlalu lama menunggu Yukie yang tak kunjung datang. Ginji dengan cepat mengejarnya sampai langkah Daiki akhirnya terhenti di pintu masuk. Pemuda itu nampak terdiam berdiri di sana. Daiki melangkah mundur bersembunyi di balik pintu saat melihat Yukie tengah meletakkan barang dagangannya di halaman depan. Sungguh diluar nalar, Daiki tak menyangka kalau Yukie ternyata berjualam bakpao dulu sebelum pergi menemui mereka.Dia merasa kesal karena harus iba dengan gadis itu, menahan kesal akhirnya Daiki kembali memutuskan untuk duduk di tempat semula hanya karena tak ingin mengecewakan Yukie yang sudah bersusah payah untuk datang ke sana. “Daiki??” Ginji terlihat kebingungan seperti orang bodoh karena sikap Daiki.“Ada apa dengannya?” Ck!!Daiki berdecak kesal karena sifat iba terhadap sesama jarang dia lakukan terhadap orang lain. “Maaf, aku datang terlambat!” Yukie terus membungkukkan setengah badannya kepada mereka yang telah lama menunggu. “Tidak apa-apa Yukie duduklah” sahut Gunji dengan lembut. Berbeda dengan Daiki, dia hanya melirik kesal ke arah Yukie yang sedang duduk di seberang meja. “Kita mulai dari mana?” Yukie memulai pembahasan pertama. Mereka akhirnya memulai dari awal pembuatan tugas biologi. Ginji dan Yukie nampak terlihat serius sementara Daiki sibuk menikmati makanannya. Terkadang Yukie kesal dengan sikap Daiki yang tengil dan tak bertanggung jawab dengan tugasnya namun mendengar bahwa dia siap bertanghung jawab penuh mengenai pengeluaran biaya seluruh proses pembuatan tugas kelas, mulai dari biaya akomodasi dan lain sebagainya Yukie pun bungkam.Karena merasa kurang dalam hal keuangan mau tak mau Yukie memilih diam dan menyelesaikan tugas bagian Daiki. Tak lama kemudian pelayan datang membawa beberapa macam makanan lalu meletakkannya di meja.Yukie tak berani menyentuh sedikitpun baik makanan maupun minumannya karena dia tak merasa memesan itu semua. Namun melihat dari semua makanan yang tertata rapih di sana membuat Yukie di guyur air liur mulutnya. “Singkirkan semua buku dan kertasnya kalian habiskan makanannya dulu!” Ginji dan Yukie saling menatap mereka tak menyangka kalau Daiki memesan makanan juga untuk mereka. “Kau membelikan ini untuk kita?” Ginji tak sabar ingin segera melahap makanannya. “Makanlah sebelum aku berubah pikiran!!” geram Daiki sembari beranjak berdiri. “Eh kau mau ke aman?” tanya Ginji namun tak mendapat jawaban dari Daiki, lelaki itu terus melangkah menuju ke toilet. Kini di meja hanya tinggal mereka berdua tanpa ragu baik Yukie maupun Ginji melahap makanannya, beruntung sekali karena Yukie pun belum sempat makan sejak siang hari. “Aku pikir kita akan kesulitan karena satu kelompok dengan Daiki, tapi sepertinya ini akan berjalan dengan lancar!” “Tapi, tetap saja dia sangat merepotkan” sambung Yukie. “Apa kau tahu ada murid dengan peringai sama seperti Daiki di kelas kita. Tapi entah kenapa hampir 4 hari ini dia tidak pernah muncul di sekolah!” “Benarkah?” Yukie mulai menimpali setiap ucapan Ginji membuat mereka tanpa sadar bergosip membicarakan tentang murid yang bernama Endo. Kalau membahas peringai buruk seperti Daiki maka Endo adalah murid yang sepadan dengannya. Sama-sama pecinta basket dan memiliki sifat tengil seperti Daiki.Ginji terus membicarakan sifat mereka berdua yang tak jauh berbeda ketika di kelas. Sementara di toilet Daiki terlihat sedang mencuci kedua tangannya. Nampak dia terdiam melamun memikirkan apa yang sempat dilihatnya. Melihat Yukie gadis pekerja keras membuat penilaiannya terhadap gadis itu mulai berubah. Tiba-tiba ketika ingin beranjak keluar tengkuknya kembali terasa nyeri, karena penasaran Daiki mencoba melihat apa yang terjadi pada kepala bagian belakang melalui cermin di depannya. Daiki tak menyangka kalau luka akibat kejatuhan buku waktu di perpustakaan akan meninggalakn rasa ngilu sampai terasa sedikit nyeri. Merasa kalau semua akan baik-baik saja Daiki lalu keluar dari toilet. Di luar dia dikejutkan dengan Yukie yang sedang bersitegang dengan pelayan.Untuk mencari tahu karena penasarna Daiki pun mendekati mereka. “Ada apa ini?” suara beratnya mempu mengalihkan pandangan semua orang yang ada di sana. Yukie nampak menunduk karena malu, Daiki dan Ginji harus mengetahui masalah kecil yang dia timbulkan. Dia sadar seharusnya menolak ajakan Ginji untuk bertemu di tempat itu. “Apa kalian tuli?? Aku bertanya ada apa ini??” serunya lagi, saat semuanya bungkam karena ketakutan melihat aura Daiki yang menggelap. “Mmm, aku dengar Yukie marah karena pelayan membuang semua brang-barang milik Yukie yang diletakkan di halaman depan” Ginji mencoba menjelaskan semuanya sembari menahan ketakutan kalau-kalau Daiki akan marah. Daiki langsung menoleh ke arah Yukie dengan kesal, gadis itu hanya diam tak berani membela diri di depan Daiki. Melihat raut wajahnya saja sepertinya Yukie bisa menebak kalau Daiki akan memarahinya karena mungkin menurut lelaki itu adalah hal yang sepele. Tetapi bagi Yukie itu bisa menjadi bomerang baginya.Jika Bibiknya tahu semua alat dagangnya menghilang habis sudah Yukie pasti akan dihajar nanti. Raut wajah kesal nampak terlihat di wajah Daiki, Yukie pikir temannya itu akan merasa malu dengan dirinya yang memang sudah membuatnya malu di tempat umum. “Tuan, temanmu ini meletakkan barang rongsokan di halaman ini jadi aku tidak tahu kalau itu adalah miliknya. Karena aku pikir itu sampah jadi aku memilih untuk membuangnya” pelayan itu mencoba menjelaskan semuanya. Yukie tak ada muka untuk menatap Daiki, bagaimanapun juga dia tetap salah. Daiki menarik nafas dalm-dalam kemudian mengalihkan pandangannya ke arah pelayan itu.“Kau membuang barang yang bukan milikmu tanpa permisi?? Minta maaflah padanya, sekarang!” ucapnya membuat dengan nada penuh tekanan di akhir kalimat kepada pelayan itu.Yukie terkejut dan langsung mengangkat wajahnya.
Yukie tak menyangka kalau Daiki akan membelanya. “Tuan Tapi ini semua salah temanmu” bantahnya. Daiki menatapnya lekat membuat pelayan tak berani menatap balik matanya.“Minta maaf pada temanku!!” geramnya.Merasa takut pelayan itu kemudian mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada Yukie.
"Maaf Nona, lain waktu saya akan lebih berhati-hati. “Dan kau, tinggal meminta ganti rugi kepada mereka. Jadi masalah bisa cepat selesai!” bentaknya kepada Yukie. Gadis itu terlihat santai karena amarah serta bentakan Bibi Mai sudah menjadi makanannya sehari-hari. Namun ucapan Daiki membuatnya sakit hati karena anggapannya uang bisa menyelesaikan semua masalah.Masalah pun beres, namun Yukie tetap kesal karena barang-barangnya sudah pergi di bawa oleh mobil pengangkut sampah.Karena adanya masalah Yukie mereka akhirnya menyudahi pertemuan kali itu. Ginji memilih kembali terlebih dulu sementara Yukie nampak berjalan menuju ke jalan utama.“Astagaaa bagaimana aku menghadapi Bibiku nanti. Aku yakin dia pasti akan menghajarku habis-habisan” gumamnya resah sepanjang jalan.Yukie mulai gelisah matanya yang basah mulai meteskan airnya. Dengan kasar tangannya mengusap pipinya yang basah.Kesal karena hidupnya selalu saja ada masalah yang membuatnya semakin terpuruk dan terkadang sempat terbesit ingin mengakhiri semuanya.“Kenapa hidupku seperti ini!” teriaknya dalam hati.Tin tiiiiinnn!Daiki menghentikan mobilnya tepat di depan Yukie yang sedang duduk di bangku halte.“Astgaaa! Anak ini benar-benar senang sekal
“Siapa itu?”Terkejut mendengar suara Yukie yang menyadari ada seseorang di luar pintu, Daiki langsung bergegas pergi.Yukie cepat-cepat memakai kaos olah raganya lalu segera keluar dari ruangan itu. Dengan cepat Yukie membuka pintuna, namun dia tak menemukan siapapun di sana.Prrriiiiiiittt!!!Sensei meminta semua murid untuk berkumpul di tengah-temgah lapangan dan menunjuk salah satu dari mereka untuk memimpin pemanasan.“Daiki, maju! Pimpin pemanasan kali ini!”Mendengar nama Daiki di sebut Yukie langsung menoleh kearah lain mencari keberadaan Daiki, ternyata lelaki itu berdiri di barisan belakang. Entah kenapa Yukie merasa senang melihat Daiki tak membolos sekolah.Daiki dengan santai melangkah maju ke depan. Dia terlihat sangat tampan mengenakan seragam olah raga yang sengaja di bagian lengannya di lipat sampai ke pertengahan. Entah kenapa jus
Selesai jam pelajaran olah raga Daiki kembali ke ruang ganti untuk berganti seragam. Dia membuka lokernya dan mengambil kemeja serta celananya.“Hei! Ada apa denganmu?” Ginji mulai khawatir melihat Daiki yang tak bisa fokus hari ini.“Aku tidak apa-apa!!” seketika Daiki terdiam, entah apa yang membuatnya kesal. Mengingat kebelakang bahwa Yukie berjualan bakpao setiap pulang sekolah lalu teringat ketika Yukie marah karena barang dagangannya di buang oleh pelayan coffee dan lagi tubuhnya yang memar di mana-mana membuat Daiki penasaran.Tidak tahu apa penyebabnya namun melihat Yukie seperti kesakitan saat itu dia merasa tak bisa tinggal diam.Mungkin itulah penyebabnya Daiki jengkel karena terlalu memikirkan Gadis itu.“Aaaaaaa!!!!!!” suara teriakan itu berasal dari ruangan sebelah, di mana di sana adalah ruangan tempat untuk para murid perempuan berganti baju.Semua murid
Ting ting ting!Bel berbunyi tanda bahwa kereta akan segera tiba, Yukie langsung memposisikan dirinya di barisan paling depan. Sementara Daiki di belakangnya menahan para gerombolan orang yang berdesak-desakan agar tubuh Yukie tak terdorong ke depan karena pastinya sangat berbahaya.Kereta berhenti tepat di depannya, setelah pintu terbuka Yukie pun masuk. Daiki yang berdiri di belakang tak mampu lagi menahan mereka yang jumlahnya semakin bertambar dan lebih banyak, zseperti arus yang kuat dia ikut terdorong sampai menabrak tubuh Yukie. Mereka saling mendorong masuk karena takut akan tertinggal kereta.Yukie terkejut saat tubuhnya terdorong maju. Tak siap menahan dorongan dari belakang, tubuhnya seperti terseret arus yang membuatnya sampai terhimpit ke ujung.Brugh!!“Aduh” rintih Yukie, hampir saja kepalanya terbentur besi.Kejadian itu membuat Daiki terkejut dan langsung re
Yukie hanya bisa diam menunduk menatap tangannya yang di genggam oleh Daiki. Sangat erat, tangan Daiki begitu besar dan lebar. Nampak terlihat urat halus di punggung tangannya.Yukie bisa merasakan tangan Daiki begitu terasa dingin namun rasanya seperti mengalirkan arus panas seperti tersengat listrik melalui tangannya yang membuat sekujur tubuh Yukie menjadi hangat.“Lepas! Aku bukan anak kecil!” Yukie berusaha menepis tangannya karena sangat gugup.Bukannya mengindahkan permintaan Yukie, Daiki justru semakin menguatkan cengkeraman tangannya kepada Yukie.Daiki membuang pandangannya ke sekitar.“Apa rumahmu masih jauh!” Daiki mencoba mengalihkan pembicaraan.Yukie yang sengaja memperlambat langkah kakinya mulai mengalihkan perhatiannya dari Daiki yang langkahnya jauh lebih cepat selangkah darinya.“Ada apa dengan lelaki ini sebenarnya! Setiap saat membuatku kesal tapi dia sepertinya
Bayangan wajah gadis kecil itu terlintas di benaknya namun tidak lama wajahnya berbayang dan berganti dengan wajah Yukie yang tepat berada di depan matanya."Apa kau bilang? Gadis kecil, Apa maksudmu?" Yukie terlihat bingung tak mengerti apa yang diucapkan oleh Daiki."E... lupakan!" dia kembali berjalan sambil terus memikirkan dan mengingat tentang masa lalu.“Dia Kenapa sih, hari ini sangat aneh sekali!" gumam Yukie sembari mempercepat langkahnya yang tertinggal oleh Daiki.Sesampainya di ujung jalan Daiki terpaku melihat pintu yang sama persis dengan yang ada di bayangannya.Langkah Yukie terhenti tepat di depan pintu itu kemudian berucap Kepada Daiki."Kau hanya bisa mengantarku sampai disini, kau tidak bisa masuk!”Lamunannya terbuyarkan oleh ucapan Yukie."Lagi pula siapa yang ingin masuk ke dalam?" Sahut Daiki.Mereka pun terdiam sejenak membuat suasana menjadi canggung sementara Daiki mula
Daiki sengaja membelikan ponsel untuk Yukie karena baginya itu akan mempermudahkan untuk mereka berdua saling menghubungi satu sama lain. Namun ternyata Yukie menolak pemberian ponsel darinya."Maaf aku tidak bisa menerima ponsel ini" Yukie mengembalikan ponsel pemberian dari Daiki dia mendorong paperbag itu kembali ke arahnya.Daiki yang nampak duduk santai di bangkunya hanya melirik kearah paper bag di atas meja. Dia terlihat kesal karena Yukie menolak ponsel darinya namun dia terlalu pandai menyembunyikan perasaan tak sukanya.Mengingat bahwa Yukie tadi pagi sempat tersenyum kearah Daisuke, Daiki pun kemudian berbohong bahwa ponsel itu adalah pemberian kakaknya."Ponsel itu bukan dariku!” dia terpaksa melakukan itu, karena Daiki ingin sekali Yukie menerima ponsel darinya.Seperti dugaannya, Yukie langsung bereaksi senang namun itu membuat Daiki semakin kesal."Apa kau bilang? Ponsel ini dari kakakmu?" raut wajahnya pun bahkan nampak ter
Akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, ketinggian gunung Inasa yang tak lebih dari 400 meter itu menjadi pilihan mereka.Walaupun mereka tak perlu mendaki sampai ke puncak namun cukup berada di kaki gunung Inasa untuk mencari beberapa contoh tumbuhan dan hewan yang mereka butuhkan.Sesampainya di sana cuaca tak mendukung langit mulai gelap bahkan kabut mulai menurun. Mereka bertiga berjalan menyusuri kaki gunung, beruntung di sana sudah terdapat bekas jalan kaki setapak yang biasanya dilewati oleh para pendaki. Sehingga mereka tak perlu kesusahan untuk menuju ke hutan yang lebih dalam.Semakin masuk ke dalam tekstur jalan semakin becek dan ada lumpur bercampur air. Yukie bertugas mencari contoh tumbuhan sementara Ginji bertugas mencari hewan kecil yang jarang di temui. Sedangkan Daiki mengambil tugas paling mudah. Dia hanya berdiri sembari mengambil foto untuk dokumentasi tugasnya.Tampak Daiki sesekali terdiam menikmati rasa perih bercamp