“Jadi, mereka kembar? Astagaa kenapa aku bodoh ya. Bagaimana mungkin satu orang memiliki dua kepribadian yang berbeda! Tapi ada juga yang seperti itu. Lalu bagaimana kalau aku bertemu dengan Senior nanti” Yukie merasa malu karena sikapnya yang selalu marah-marah kepada Daisuke karena ketidak tahuannya.
Setelah selesai memberskan buku yang berserakan di lantai Yukie bergegas masuk ke kelas karena jam pelajaran akan di mulai. “Perhatain semuanya, untuk tugas biologi kalian harus berkelompok. Satu grub terdiri dari 3 siswa dan tunjuk salah satu sebagai pemimpinnya. Ingat aku tidak ingin kalian mengambil laporan hasil kerja dari artikel internet aku ingin kalian bekerja keras membuat laporan sesuai data riset yang kalian kerkajan di lapangan” Sensei memberi tugas untuk semua murid di akhir minggu ini dan harus di kumpulkan hai senin. Yukie tak tahu harus berkelompok dengan siapa, dia mulai kebingungan karena semua murid perempuan di kelasnya terlihat sibuk memilih grubnya masing-masing. Namun ternyata ada juga yang menyadari kecerdasan Yukie akan berguna bagi mereka sehingga tak sedikit yang mengajak Yukie untuk bergabung di grub mereka. “Ayo Yukie, ikut dengan grub kami oke?” “Tidak bisa, Yukie harus masuk grubku!” sela teman lainnya. Semua berebut meminta Yukie untuk memilih grub mana dia akan masuk.“Tunggu-tunggu... aku jadi bingung kalau kalian ribut seperti ini” Yukie menggaruk kepalanya kebingungan. Sementara Daiki yang duduk di sampingnya nampak acuh dan tak peduli. Dia hanya melirik sengit karena iri banyak yang menawari Yukie. Namun tak lama kemudian Ginji menawarkan diri ikut bergabung dengan Daiki. “Daiki kita buat grub bersama, bagaimana menurutmu?” ucapnya semangat. Daiki hanya menghela nafas panjang sembari menarik tubuhnya kebelakang bersandar lalu menaikkan kedua kakinya di atas meja dengan santai.“Terserah, kau atur saja!” Semua murid perempuan langsung berbondong-bondong menghampiri Daiki mengantri untuk ikut bergabung bersama mereka. Masa bodo Daiki yang tidak terlalu memahami mata pelajaran yang lebih penting baginya adalah bisa satu grub dengan Daiki. “Daiki biarkan aku satu grub denganmu.” “Aku duluan yang masuk ke grubnya, Daiki biarkan aku masuk satu grub bersamamu ya.” Semua murid membuat kebisingan hanya karena ingin satu grub dengan Daiki. Yukie mulai risih melihat murid perempuan saling berebut.Mulai pusing karena bising dia kemudian memilih beranjak pergi tapi Daiki tiba-tiba menarik kerah seragamnya dari arah belakang membuat gadis itu kembali duduk dan menoleh kesal kearahnya. “Daiki!!” geramnya dengan lirih karena tak ingin semua murid melihat bahwa dirinya kesal dan itu akan membuat citra nama baiknya di sekolah tercemar. Ini pertama kali bagi Yukie menyebut nama lelaki itu, entah kenapa dadanya tiba-tiba berdebar kencang. “Aku sudah 1 grub dengannya, jadi kalian semua aku tolak!” ucapnya denga penuh percaya diri, mematahkan hati para murid perempuan. Yukie terkejut membulatkan matanya.“Hei sejak kapan aku bilang aku ingin 1 grub denganmu!” Dari pada harus belajar satu kelompok dengan murid perempuan ganjen karena pastinya akan menggnggu dirinya nanti, Daiki memilih 1 kemlompok dengan Yukie yang pastinya tak akan membuatnya repot."Ah... ssssshhh!" rintih Daiki saat merasakan sakit di bagian kepalanya.
Yukie yang merasa penasaran mulai menarik tubuhnya ke belakang untuk memudahkan diri ketika ingin melihat bagian belakang kepada Daiki yang membuat lelaki itu merintih.
"Ya ampun!" bisiknya saat melihat luka di sana dan Yukie sangat yakin kalau luka itu diakibatkan karena Daiki menolongnya tadi saat di perpustakaan.
"Kau baik-baik saja?""Singkirkan tanganmu!" Daiki menepis kasar tangan Yukie yang hampir menyentuh kepalanya.
"Dasar!" rasa simpatiknya seketika hilang saat melihat tingkah kasar Daiki.
************ Tak seperti murid yang lain, selesai kelas mereka akan berhamburan pergi ke tampat keramaian seperti karaoke atau tempat-tempat lainnya. Bagi Yukie sedetik saja waktunya sangat berharga, jadi setelah selesai kelas dia langsung kembali ke rumah dan membantu Bibinya berjualan. “Aku pulang” sesampainya di rumah, Yukie langsung mendapat hadiah lemparan tutup panci tepat di kepalanya. Dug!Klontang! “Aduh!” rintihnya sembari mengusap kepalanya yang nyeri. “Enaka sekali kau, hei Yukie! kau sengaja habiskan waktumu di sekolah agar bebas dariku karena tak mau berjualan, kan!!” teriak Mai, Bibik dari Yukie yang memang memiliki sikap temperamen. Tak hanya itu dia bahkan sudah sering memukuli Yukie sejak kecil. Menurutnya Yukie pembawa sial karena sejak kelahirannya, Yukie sudah kehilangan Ibunya saat melahirkannya satu bulan berikutnya Yukie kehilangan Ayahnya karena kecelakaan kerja. Dan kini Mai harus merawat Yukie. Dia tak sendiri ada Suami yang masih hidup dan sehat namun Mai tak memperbolehkan Suaminya bekerja.Menurut Mai kehidupannya menjadi susah semua karena Yukie, maka dari itu dia meminta Yukie bekerja keras mencari uang untuk mencari kehidupan mereka. “Harusnya kau sadar, orang miskin sepertimu tak akan mampu membayar sekolah dan meneruskan pendidikan ke sekolah yang lebih tinggi! Ganti seragammu dan cepat pergi jual semua bakpao ini. Awas saja kalau kau pulang tapi bakpaonya tidak habis. Aku akan menghajarmu!” ancamnya sembari mengambil ancang-ancang seperti ingin memukul Yukie sampai gadis itu meringkuk ketakutan.“Cepat pergi! Kau menghalangi jalanku saja!” ucapnya sembari menendang kaki Yukie. Sudah menjadi kebiasaan Bibiknya selalu melampiaskan amarah kepadanya, itu mengingatkan pada masa kecilnya ketika Mai memukulnya, dulu teman laki-lakinya akan selalu membantunya untuk melawan Bibiknya. Flash back on.Semenjak si kembar bertemu dengan gadis kecil di depan taman hiburan, sepulang sekolah mereka selalu meminta Satoshi untuk mengantar mereka kembali menemui gadis itu. Daiki selalu memberinya makanan setiap kali bertemu dengannya. Hingga di suatu moment, Daiki meminta Satoshi untuk mengantar gadis itu pulang.“Paman sebelum pulang ke rumah bisakah kita mengantar temanku ini?” suara mungil yang keluar dari mulut Daiki langsung mendapat balasan senyum dari Satoshi. “Bisa Tuan Muda, Paman akan mengantar kalian” ucapnya dengan penuh hormat. Kebetulan Daisuke tak ikut bersama mereka karena dia memiliki kelas tambahan yang tak bisa di tinggalkan. Sesampainya di tepi jalan dan di ujung sana hanya ada jalan buntu, Satoshi kemudian menghentikan mobilnya.“Tuan Muda, kita hanya bisa mengantar temanmu sampai di sini. Di depan buntu hanya ada gang semput di sana” jelasnya sembari menoleh ke samping. “Aku turun di sini saja, memang untuk menuju ke rumah aku harus jalan kaki. Terimakasih Tuan, sudah mengantarku pulang” ucap Yukie kapda Satoshi yang sedang membantunya membukakan pintu. Namun terlihat di sisi lain ternyata Daiki ikut turun dari mobil, Satoshi yang melihatnya langsung bergegas menghampirinya.“Tuan Muda!” ucapnya resah. “Paman bolehkan aku memastikan temanku ini kembali sampai di rumahnya? Paman tunggu saja di sini.” Tentu saja Satoshi tak bisa menolaknya, dia hanya tersenyum melihat sikap Daiki yang sangat bertanggung jawab. “Boleh Tuan Muda, Paman akan menunggu di sini.” “Kau yakin akan mengantarku sampai ke rumah?” Yukie mulai khawatir karena untuk menuju ke sana mereka harus berjalan lumayan jauh memasuki gang itu. “Tidak apa-apa, aku kuat. Anak laki-laki harus kuat kata Ayahku! Ayo” Daiki mengulurkan tangannya ke arah gadis itu yang kemudian di sambut hangat olehnya. Mereka nampak sangat bahagia, sepanjang jalan bergandengan tangan sembari bernyanyi menuju ke rumahnya. Sesampainya di ujung jalan ada sebuah pintu gerbang kecil yang terbuat dari kayu. Tak terlalu lebar ukurannya sekitar 2×1 meter. Gadis kecil itu kemudian menghentikan langkahnya, raut wajahnya berubah muram seperti ada rasa ketakutan. “Kau kenapa?” tanya Daiki yang kebingungan karena gadis itu menghentikan langkahnya. “Kau mengantarku cukup sampai di sini saja, Bibikku akan marah kalau sampai tahu kau ikut pulang bersamaku” jelasnya dengan wajah sedih. “Apakah Bibimu sejahat itu?” “Iya!” Dia mulai melepaskan tangan Daiki dan kemudian mulai melangkah lagi menuju ke pintu. “Tunggu!” seru Daiki sembari berlari kecil menghampirinya. “Ada apa?” “Kau belum mengatakan siapa namamu.” Gadis itu tersenyum lebar di sertai pengucapan namanya.“Yukie Matsuda, kau bisa memanggilku Yukie!” “Um! Baiklah... apa kau mau berjanji denganku?” Daiki mengacungkan jari kelingkingnya ke arah Yukie. “Janji apa?” Daiki tak menjelaskan namun dia seketika meraih tangan Yukie dan menautkan jari mereka.“Janji padaku kalau kita sudah dewasa nanti, kita akan bertemu lagi di tempat yang sama. Oke?” Mendengar Daiki mengucapkan Janjinya dengan bersungguh-sungguh Yukie pun tersenyum, dia yakin kalaupun mereka terpisah nanti Tuhan pasti akan mempertemukan mereka ketika dewasa. “Baiklah ini sudah sore lebih baik kau cepat masuk ke dalam.” Yukie mengangguk kemudian langsung masuk ke dalam. Daiki yang sudah mulai berjalan menjauh langsung di kejutkan dengan suara lemparan barang pecah belah dari arah dalam. Pyaaar!! “Dasar kau anak kecil tidak tahu diri! Sudah di asuh dengan baik tapi kau kerjanya main terus! Mana? Berapa uang yang kau dapatkan hari ini!!” teriakkannya sampai terdengar keluar. Daiki yang bermaksud pergi pun mengurungkan niatnya merasa penasaran dia mulai jahil dengan mengintip ke arah dalam melewati lubang kecil. Melihat seorang paruh baya ingin memukul Yukie dengan sebuah kayu Daiki pun berinisiatif mengambil batu di sekitarnya lalu melemparkan ke arah perempuan itu dan tepat mendarat di keningnya. Bugh!“Aduh!! Kurang ajar siapa kau! Setan, dasar anak kecil!” umpatnya sembari memegangi keningnya yang berdarah. Yukie yang tengah terduduk di lantai menahan kesakitan pun menoleh melihat Daiki. Dengan berani anak kecil itu berteriak ke arahnya. “Awas saja kau kalau masih berani menyakiti Yukie, aku akan menghajarmu dan memanggil polisi kemari untuk membawamu ke penjara” teriaknya dengan penuh keberanian, padahal Daiki kecil saat itu sangat ketakutan setengah mati. Yukie sesaat menahan tangis namun melihat keberanain Daiki membuatnya bisa tersenyum lagi.“Dasar anak setan! Ke sini kau!” Bibi Mai beranjak ingin mengejar Daiki namun Anak itu segera kabur berlari menjauh. Dan itu Yukie jadikan kesempatan untuk masuk ke dalam kamar bersembunyi.Flash back Off. ****************Terlihat Daiki tengah berdiri di depan taman hiburan di mana tempat itu mengingatkannya pada gadis kecil yang pernah dia temui dulu. Jika saja Daiki mengingat namanya mungkin tak sulit untuk mencarinya kembali.Namun sayang dia benar-benar lupa dengan namanya yang dia ingat hanya ketika memberikan kalung miliknya pada gadis itu.“Au!” Daiki mengeluh sakit di bagian belakang kepalanya.Ada rasa nyeri saat tangannya menyentuh tengkuknya. &nbs
Masalah pun beres, namun Yukie tetap kesal karena barang-barangnya sudah pergi di bawa oleh mobil pengangkut sampah.Karena adanya masalah Yukie mereka akhirnya menyudahi pertemuan kali itu. Ginji memilih kembali terlebih dulu sementara Yukie nampak berjalan menuju ke jalan utama.“Astagaaa bagaimana aku menghadapi Bibiku nanti. Aku yakin dia pasti akan menghajarku habis-habisan” gumamnya resah sepanjang jalan.Yukie mulai gelisah matanya yang basah mulai meteskan airnya. Dengan kasar tangannya mengusap pipinya yang basah.Kesal karena hidupnya selalu saja ada masalah yang membuatnya semakin terpuruk dan terkadang sempat terbesit ingin mengakhiri semuanya.“Kenapa hidupku seperti ini!” teriaknya dalam hati.Tin tiiiiinnn!Daiki menghentikan mobilnya tepat di depan Yukie yang sedang duduk di bangku halte.“Astgaaa! Anak ini benar-benar senang sekal
“Siapa itu?”Terkejut mendengar suara Yukie yang menyadari ada seseorang di luar pintu, Daiki langsung bergegas pergi.Yukie cepat-cepat memakai kaos olah raganya lalu segera keluar dari ruangan itu. Dengan cepat Yukie membuka pintuna, namun dia tak menemukan siapapun di sana.Prrriiiiiiittt!!!Sensei meminta semua murid untuk berkumpul di tengah-temgah lapangan dan menunjuk salah satu dari mereka untuk memimpin pemanasan.“Daiki, maju! Pimpin pemanasan kali ini!”Mendengar nama Daiki di sebut Yukie langsung menoleh kearah lain mencari keberadaan Daiki, ternyata lelaki itu berdiri di barisan belakang. Entah kenapa Yukie merasa senang melihat Daiki tak membolos sekolah.Daiki dengan santai melangkah maju ke depan. Dia terlihat sangat tampan mengenakan seragam olah raga yang sengaja di bagian lengannya di lipat sampai ke pertengahan. Entah kenapa jus
Selesai jam pelajaran olah raga Daiki kembali ke ruang ganti untuk berganti seragam. Dia membuka lokernya dan mengambil kemeja serta celananya.“Hei! Ada apa denganmu?” Ginji mulai khawatir melihat Daiki yang tak bisa fokus hari ini.“Aku tidak apa-apa!!” seketika Daiki terdiam, entah apa yang membuatnya kesal. Mengingat kebelakang bahwa Yukie berjualan bakpao setiap pulang sekolah lalu teringat ketika Yukie marah karena barang dagangannya di buang oleh pelayan coffee dan lagi tubuhnya yang memar di mana-mana membuat Daiki penasaran.Tidak tahu apa penyebabnya namun melihat Yukie seperti kesakitan saat itu dia merasa tak bisa tinggal diam.Mungkin itulah penyebabnya Daiki jengkel karena terlalu memikirkan Gadis itu.“Aaaaaaa!!!!!!” suara teriakan itu berasal dari ruangan sebelah, di mana di sana adalah ruangan tempat untuk para murid perempuan berganti baju.Semua murid
Ting ting ting!Bel berbunyi tanda bahwa kereta akan segera tiba, Yukie langsung memposisikan dirinya di barisan paling depan. Sementara Daiki di belakangnya menahan para gerombolan orang yang berdesak-desakan agar tubuh Yukie tak terdorong ke depan karena pastinya sangat berbahaya.Kereta berhenti tepat di depannya, setelah pintu terbuka Yukie pun masuk. Daiki yang berdiri di belakang tak mampu lagi menahan mereka yang jumlahnya semakin bertambar dan lebih banyak, zseperti arus yang kuat dia ikut terdorong sampai menabrak tubuh Yukie. Mereka saling mendorong masuk karena takut akan tertinggal kereta.Yukie terkejut saat tubuhnya terdorong maju. Tak siap menahan dorongan dari belakang, tubuhnya seperti terseret arus yang membuatnya sampai terhimpit ke ujung.Brugh!!“Aduh” rintih Yukie, hampir saja kepalanya terbentur besi.Kejadian itu membuat Daiki terkejut dan langsung re
Yukie hanya bisa diam menunduk menatap tangannya yang di genggam oleh Daiki. Sangat erat, tangan Daiki begitu besar dan lebar. Nampak terlihat urat halus di punggung tangannya.Yukie bisa merasakan tangan Daiki begitu terasa dingin namun rasanya seperti mengalirkan arus panas seperti tersengat listrik melalui tangannya yang membuat sekujur tubuh Yukie menjadi hangat.“Lepas! Aku bukan anak kecil!” Yukie berusaha menepis tangannya karena sangat gugup.Bukannya mengindahkan permintaan Yukie, Daiki justru semakin menguatkan cengkeraman tangannya kepada Yukie.Daiki membuang pandangannya ke sekitar.“Apa rumahmu masih jauh!” Daiki mencoba mengalihkan pembicaraan.Yukie yang sengaja memperlambat langkah kakinya mulai mengalihkan perhatiannya dari Daiki yang langkahnya jauh lebih cepat selangkah darinya.“Ada apa dengan lelaki ini sebenarnya! Setiap saat membuatku kesal tapi dia sepertinya
Bayangan wajah gadis kecil itu terlintas di benaknya namun tidak lama wajahnya berbayang dan berganti dengan wajah Yukie yang tepat berada di depan matanya."Apa kau bilang? Gadis kecil, Apa maksudmu?" Yukie terlihat bingung tak mengerti apa yang diucapkan oleh Daiki."E... lupakan!" dia kembali berjalan sambil terus memikirkan dan mengingat tentang masa lalu.“Dia Kenapa sih, hari ini sangat aneh sekali!" gumam Yukie sembari mempercepat langkahnya yang tertinggal oleh Daiki.Sesampainya di ujung jalan Daiki terpaku melihat pintu yang sama persis dengan yang ada di bayangannya.Langkah Yukie terhenti tepat di depan pintu itu kemudian berucap Kepada Daiki."Kau hanya bisa mengantarku sampai disini, kau tidak bisa masuk!”Lamunannya terbuyarkan oleh ucapan Yukie."Lagi pula siapa yang ingin masuk ke dalam?" Sahut Daiki.Mereka pun terdiam sejenak membuat suasana menjadi canggung sementara Daiki mula
Daiki sengaja membelikan ponsel untuk Yukie karena baginya itu akan mempermudahkan untuk mereka berdua saling menghubungi satu sama lain. Namun ternyata Yukie menolak pemberian ponsel darinya."Maaf aku tidak bisa menerima ponsel ini" Yukie mengembalikan ponsel pemberian dari Daiki dia mendorong paperbag itu kembali ke arahnya.Daiki yang nampak duduk santai di bangkunya hanya melirik kearah paper bag di atas meja. Dia terlihat kesal karena Yukie menolak ponsel darinya namun dia terlalu pandai menyembunyikan perasaan tak sukanya.Mengingat bahwa Yukie tadi pagi sempat tersenyum kearah Daisuke, Daiki pun kemudian berbohong bahwa ponsel itu adalah pemberian kakaknya."Ponsel itu bukan dariku!” dia terpaksa melakukan itu, karena Daiki ingin sekali Yukie menerima ponsel darinya.Seperti dugaannya, Yukie langsung bereaksi senang namun itu membuat Daiki semakin kesal."Apa kau bilang? Ponsel ini dari kakakmu?" raut wajahnya pun bahkan nampak ter