Share

9. Teman Kecil

“Jadi, mereka kembar? Astagaa kenapa aku bodoh ya. Bagaimana mungkin satu orang memiliki dua kepribadian yang berbeda! Tapi ada juga yang seperti itu. Lalu bagaimana kalau aku bertemu dengan Senior nanti” Yukie merasa malu karena sikapnya yang selalu marah-marah kepada Daisuke karena ketidak tahuannya.

 

Setelah selesai memberskan buku yang berserakan di lantai Yukie bergegas masuk ke kelas karena jam pelajaran akan di mulai.

 

“Perhatain semuanya, untuk tugas biologi kalian harus berkelompok. Satu grub terdiri dari 3 siswa dan tunjuk salah satu sebagai pemimpinnya. Ingat aku tidak ingin kalian mengambil laporan hasil kerja dari artikel internet aku ingin kalian bekerja keras membuat laporan sesuai data riset yang kalian kerkajan di lapangan” Sensei memberi tugas untuk semua murid di akhir minggu ini dan harus di kumpulkan hai senin.

 

Yukie tak tahu harus berkelompok dengan siapa, dia mulai kebingungan karena semua murid perempuan di kelasnya terlihat sibuk memilih grubnya masing-masing. Namun ternyata ada juga yang menyadari kecerdasan Yukie akan berguna bagi mereka sehingga tak sedikit yang mengajak Yukie untuk bergabung di grub mereka.

 

“Ayo Yukie, ikut dengan grub kami oke?”

 

“Tidak bisa, Yukie harus masuk grubku!” sela teman lainnya.

 

Semua berebut meminta Yukie untuk memilih grub mana dia akan masuk.

“Tunggu-tunggu... aku jadi bingung kalau kalian ribut seperti ini” Yukie menggaruk kepalanya kebingungan.

 

Sementara Daiki yang duduk di sampingnya nampak acuh dan tak peduli. Dia hanya melirik sengit karena iri banyak yang menawari Yukie. Namun tak lama kemudian Ginji menawarkan diri ikut bergabung dengan Daiki.

 

“Daiki kita buat grub bersama, bagaimana menurutmu?” ucapnya semangat.

 

Daiki hanya menghela nafas panjang sembari menarik tubuhnya kebelakang bersandar lalu menaikkan kedua kakinya di atas meja dengan santai.

“Terserah, kau atur saja!”

 

Semua murid perempuan langsung berbondong-bondong menghampiri Daiki mengantri untuk ikut bergabung bersama mereka. Masa bodo Daiki yang tidak terlalu memahami mata pelajaran yang lebih penting baginya adalah bisa satu grub dengan Daiki.

 

“Daiki biarkan aku satu grub denganmu.”

 

“Aku duluan yang masuk ke grubnya, Daiki biarkan aku masuk satu grub bersamamu ya.” 

 

Semua murid membuat kebisingan hanya karena ingin satu grub dengan Daiki. Yukie mulai risih melihat murid perempuan saling berebut.

Mulai pusing karena bising dia kemudian memilih beranjak pergi tapi Daiki tiba-tiba menarik kerah seragamnya dari arah belakang membuat gadis itu kembali duduk dan menoleh kesal kearahnya.

 

“Daiki!!” geramnya dengan lirih karena tak ingin semua murid melihat bahwa dirinya kesal dan itu akan membuat citra nama baiknya di sekolah tercemar. Ini pertama kali bagi Yukie menyebut nama lelaki itu, entah kenapa dadanya tiba-tiba berdebar kencang.

 

“Aku sudah 1 grub dengannya, jadi kalian semua aku tolak!” ucapnya denga penuh percaya diri, mematahkan hati para murid perempuan.

 

Yukie terkejut membulatkan matanya.

“Hei sejak kapan aku bilang aku ingin 1 grub denganmu!” 

 

Dari pada harus belajar satu kelompok dengan murid perempuan ganjen karena pastinya akan menggnggu dirinya nanti, Daiki memilih 1 kemlompok dengan Yukie yang pastinya tak akan membuatnya repot.

"Ah... ssssshhh!" rintih Daiki saat merasakan sakit di bagian kepalanya.

Yukie yang merasa penasaran mulai menarik tubuhnya ke belakang untuk memudahkan diri ketika ingin melihat bagian belakang kepada Daiki yang membuat lelaki itu merintih.

"Ya ampun!" bisiknya saat melihat luka di sana dan Yukie sangat yakin kalau luka itu diakibatkan karena Daiki menolongnya tadi saat di perpustakaan.

"Kau baik-baik saja?"

"Singkirkan tanganmu!" Daiki menepis kasar tangan Yukie yang hampir menyentuh kepalanya.

"Dasar!" rasa simpatiknya seketika hilang saat melihat tingkah kasar Daiki.

 

                                          ************

 

Tak seperti murid yang lain, selesai kelas mereka akan berhamburan pergi ke tampat keramaian seperti karaoke atau tempat-tempat lainnya. Bagi Yukie sedetik saja waktunya sangat berharga, jadi setelah selesai kelas dia langsung kembali ke rumah dan membantu Bibinya berjualan.

 

“Aku pulang” sesampainya di rumah, Yukie langsung mendapat hadiah lemparan tutup panci tepat di kepalanya.

 

Dug!

Klontang!

 

“Aduh!” rintihnya sembari mengusap kepalanya yang nyeri.

 

“Enaka sekali kau, hei Yukie! kau sengaja habiskan waktumu di sekolah agar bebas dariku karena tak mau berjualan, kan!!” teriak Mai, Bibik dari Yukie yang memang memiliki sikap temperamen. Tak hanya itu dia bahkan sudah sering memukuli Yukie sejak kecil.

 

Menurutnya Yukie pembawa sial karena sejak kelahirannya, Yukie sudah kehilangan Ibunya saat melahirkannya satu bulan berikutnya Yukie kehilangan Ayahnya karena kecelakaan kerja. Dan kini Mai harus merawat Yukie. Dia tak sendiri ada Suami yang masih hidup dan sehat namun Mai tak memperbolehkan Suaminya bekerja.

Menurut Mai kehidupannya menjadi susah semua karena Yukie, maka dari itu dia meminta Yukie bekerja keras mencari uang untuk mencari kehidupan mereka.

 

“Harusnya kau sadar, orang miskin sepertimu tak akan mampu membayar sekolah dan meneruskan pendidikan ke sekolah yang lebih tinggi! Ganti seragammu dan cepat pergi jual semua bakpao ini. Awas saja kalau kau pulang tapi bakpaonya tidak habis. Aku akan menghajarmu!” ancamnya sembari mengambil ancang-ancang seperti ingin memukul Yukie sampai gadis itu meringkuk ketakutan.

“Cepat pergi! Kau menghalangi jalanku saja!” ucapnya sembari menendang kaki Yukie.

 

Sudah menjadi kebiasaan Bibiknya selalu melampiaskan amarah kepadanya, itu mengingatkan pada masa kecilnya ketika Mai memukulnya, dulu teman laki-lakinya akan selalu membantunya untuk melawan Bibiknya.

 

Flash back on.

Semenjak si kembar bertemu dengan gadis kecil di depan taman hiburan, sepulang sekolah mereka selalu meminta Satoshi untuk mengantar mereka kembali menemui gadis itu. Daiki selalu memberinya makanan setiap kali bertemu dengannya.

 

Hingga di suatu moment, Daiki meminta Satoshi untuk mengantar gadis itu pulang.

“Paman sebelum pulang ke rumah bisakah kita mengantar temanku ini?” suara mungil yang keluar dari mulut Daiki langsung mendapat balasan senyum dari Satoshi.

 

“Bisa Tuan Muda, Paman akan mengantar kalian” ucapnya dengan penuh hormat.

 

Kebetulan Daisuke tak ikut bersama mereka karena dia memiliki kelas tambahan yang tak bisa di tinggalkan.

 

Sesampainya di tepi jalan dan di ujung sana hanya ada jalan buntu, Satoshi kemudian menghentikan mobilnya.

“Tuan Muda, kita hanya bisa mengantar temanmu sampai di sini. Di depan buntu hanya ada gang semput di sana” jelasnya sembari menoleh ke samping.

 

“Aku turun di sini saja, memang untuk menuju ke rumah aku harus jalan kaki. Terimakasih Tuan, sudah mengantarku pulang” ucap Yukie kapda Satoshi yang sedang membantunya membukakan pintu.

 

Namun terlihat di sisi lain ternyata Daiki ikut turun dari mobil, Satoshi yang melihatnya langsung bergegas menghampirinya.

“Tuan Muda!” ucapnya resah.

 

“Paman bolehkan aku memastikan temanku ini kembali sampai di rumahnya? Paman tunggu saja di sini.” 

 

Tentu saja Satoshi tak bisa menolaknya, dia hanya tersenyum melihat sikap Daiki yang sangat bertanggung jawab. 

“Boleh Tuan Muda, Paman akan menunggu di sini.”

 

“Kau yakin akan mengantarku sampai ke rumah?” Yukie mulai khawatir karena untuk menuju ke sana mereka harus berjalan lumayan jauh memasuki gang itu.

 

“Tidak apa-apa, aku kuat. Anak laki-laki harus kuat kata Ayahku! Ayo” Daiki mengulurkan tangannya ke arah gadis itu yang kemudian di sambut hangat olehnya.

 

Mereka nampak sangat bahagia, sepanjang jalan bergandengan tangan sembari bernyanyi menuju ke rumahnya.

 

Sesampainya di ujung jalan ada sebuah pintu gerbang kecil yang terbuat dari kayu. Tak terlalu lebar ukurannya sekitar 2×1 meter.

 

Gadis kecil itu kemudian menghentikan langkahnya, raut wajahnya berubah muram seperti ada rasa ketakutan.

 

“Kau kenapa?” tanya Daiki yang kebingungan karena gadis itu menghentikan langkahnya.

 

“Kau mengantarku cukup sampai di sini saja, Bibikku akan marah kalau sampai tahu kau ikut pulang bersamaku” jelasnya dengan wajah sedih.

 

“Apakah Bibimu sejahat itu?”

 

“Iya!” Dia mulai melepaskan tangan Daiki dan kemudian mulai melangkah lagi menuju ke pintu.

 

“Tunggu!” seru Daiki sembari berlari kecil menghampirinya.

 

“Ada apa?”

 

“Kau belum mengatakan siapa namamu.”

 

Gadis itu tersenyum lebar di sertai pengucapan namanya.

“Yukie Matsuda, kau bisa memanggilku Yukie!”

 

“Um! Baiklah... apa kau mau berjanji denganku?” Daiki mengacungkan jari kelingkingnya ke arah Yukie.

 

“Janji apa?”

 

Daiki tak menjelaskan namun dia seketika meraih tangan Yukie dan menautkan jari mereka.

“Janji padaku kalau kita sudah dewasa nanti, kita akan bertemu lagi di tempat yang sama. Oke?”

 

Mendengar Daiki mengucapkan Janjinya dengan bersungguh-sungguh Yukie pun tersenyum, dia yakin kalaupun mereka terpisah nanti Tuhan pasti akan mempertemukan mereka ketika dewasa.

 

“Baiklah ini sudah sore lebih baik kau cepat masuk ke dalam.”

 

Yukie mengangguk kemudian langsung masuk ke dalam. Daiki yang sudah mulai berjalan menjauh langsung di kejutkan dengan suara lemparan barang pecah belah dari arah dalam.

 

Pyaaar!!

 

“Dasar kau anak kecil tidak tahu diri! Sudah di asuh dengan baik tapi kau kerjanya main terus! Mana? Berapa uang yang kau dapatkan hari ini!!” teriakkannya sampai terdengar keluar.

 

Daiki yang bermaksud pergi pun mengurungkan niatnya merasa penasaran dia mulai jahil dengan mengintip ke arah dalam melewati lubang kecil.

 

Melihat seorang paruh baya ingin memukul Yukie dengan sebuah kayu Daiki pun berinisiatif mengambil batu di sekitarnya lalu melemparkan ke arah perempuan itu dan tepat mendarat di keningnya.

 

Bugh!

“Aduh!! Kurang ajar siapa kau! Setan, dasar anak kecil!” umpatnya sembari memegangi keningnya yang berdarah.

 

Yukie yang tengah terduduk di lantai menahan kesakitan pun menoleh melihat Daiki. Dengan berani anak kecil itu berteriak ke arahnya.

 

“Awas saja kau kalau masih berani menyakiti Yukie, aku akan menghajarmu dan memanggil polisi kemari untuk membawamu ke penjara” teriaknya dengan penuh keberanian, padahal Daiki kecil saat itu sangat ketakutan setengah mati.

 

Yukie sesaat menahan tangis namun melihat keberanain Daiki membuatnya bisa tersenyum lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status