Masalah pun beres, namun Yukie tetap kesal karena barang-barangnya sudah pergi di bawa oleh mobil pengangkut sampah.
Karena adanya masalah Yukie mereka akhirnya menyudahi pertemuan kali itu. Ginji memilih kembali terlebih dulu sementara Yukie nampak berjalan menuju ke jalan utama. “Astagaaa bagaimana aku menghadapi Bibiku nanti. Aku yakin dia pasti akan menghajarku habis-habisan” gumamnya resah sepanjang jalan.Yukie mulai gelisah matanya yang basah mulai meteskan airnya. Dengan kasar tangannya mengusap pipinya yang basah. Kesal karena hidupnya selalu saja ada masalah yang membuatnya semakin terpuruk dan terkadang sempat terbesit ingin mengakhiri semuanya.“Kenapa hidupku seperti ini!” teriaknya dalam hati. Tin tiiiiinnn!Daiki menghentikan mobilnya tepat di depan Yukie yang sedang duduk di bangku halte. “Astgaaa! Anak ini benar-benar senang sekali membuatku terkejut!” ucapnya dalam hati. “Masuklah aku akan mengantarmu pulang!” “Kerasukan setan apa dia, sampai-sampai ada keinginan mengantarku pulang?” bisiknya. “Kau mau masuk tidak?? Lama sekali berfikirnya! Galak seperti ini aku juga masih memiliki hati. Tak mungkin membiarkan gadis sepertinu pulang sendirian!” Daiki berucap dengan gayanya yang tengil membuat Yukie yang sempat ingin terkesan dengan sikapnya pun memutar matanya malas. Karena Yukie tak kunjung masuk ke dalam mobil, Daiki terpaksa turun dan membuka pintunya.“Masuklah atau akau akan memaksamu!” “Aku bisa pulang sendiri!” Daiki hanya menghela nafas kasar melihat sikap keras kepala Yukie kepadanya. Dia lalu menutup kembali pintu mobilnya.“Kau benar-benar sedang mengujiku kesabaranku ya! Oke, aku minta maaf karena sudah membentakmu tadi!” “Lupakan aku tidak ingin membahasnya!” Yukie membuang pandangannya ke arah lain. Respon Yukie benar-benar membuat Daiki tak bisa berfikir lagi. Ternyata ada orang yang sikapnya lebih menyebalkan dari pada dirinya sendiri. Dia lalu mengeluarkan ponsel dari sakunya.“Katakan berapa nomormu!” benar-benar membuat Daiki tak habis pikir. Dia tak pernah meminta nomor kepada seorang gadis manapun, yang ada justru sebaliknya. Namun kali ini dia sengaja melakukannya karena terpaksa. Dia bisa saja kesusahan menghubungi Yukie jika ingin membahas masalah tugas mereka. “Nomor apa?” keningnya berkerut halus tak mengerti dengan pertanyaan Daiki. Dengan gayanya yang menjengkelkan Daiki menghadapkan layar ponselnya tapat ke arah wajah Yukie.“Nomor ponsel! Kau pikir nomor apa?” “Aku tidak ada nomor telpon!” jawabnya singkat, Yukie benar-benar sudah malas meladeni Daiki yang tak bisa bersikap baik padanya. “Tidak ada atau tidak punya?” senyumnya terlihat sangat sinis hanya mengembang di salah satu ujung bibirnya saja. Dengan sengit Yukie menatap Daiki.“Ya! Kau benar, aku tidak punya. Kau bahkan tahu keseharianku jualan bakpao di tepi jalan. Sekalipun aku dapat uang dari hasil jualanku lebih baik aku pakai untuk membeli makanan ketimbang membeli barang mewah seperti itu!” Yukie tak bisa menahan keslanya lagi, dia ingin segera lelaki itu pergi dari hadapannya. Raut wajah Daiki semakin kesal, dia tak bermaksud menghina namun mungkin sikap dan cara bicaranya yang membuat Yukie salah terima. Daiki mendengus kesal lalu memilih pergi meninggalkan gadis itu sendirian.“Percuma bicara denganmu!” Brruuuuuummmmm!Mobil Daiki melesat pergi dengan sangat cepat. Tak lama kemudian setelah Daiki pergi Yukie yang sedang menunggu bis datang dikejutkan dengan sebuah klakson mobil yang tiba-tiba berhenti di depannya. Yukie membuang pandangannya ke arah mobil mewah yang terbuka bagian atasnya. Yukie bingung karena lelaki itu tersenyum manis ke arahnya. Antara Daiki atau Daisuke, Yukie tak bisa membedakannya. Namun melihat dari baju yang di kenakannya Yukie yakin kalau mereka orang yang berbeda. Terlebih lagi saat melihat senyum manisnya, dia semakin yakin bahwa lelaki itu adalah seniornya. “Kau sendirian di sini?” Daisuke melangkah turun setelah menepikan mobilnya. “Mmm, kau juga kenapa ada di sini?” Yukie mulai terlihat gugub. “Aku hanya kebetulan lewat dan tanpa sengaja melihatmu di sini, apa yang sedang kau lakukan di sini?” Daisuke mulai duduk di samping Yukie. “Aku baru saja bertemu adikmu, kita ada tugas kelompok bersama.” “Baguslah, kau termasuk salah satu murid pandai di sekolah. Bolehkah aku minta sesuatu padamu?” Daisuke sangat lembut dan hangat berbeda dengan Daiki yang selalu membuat Yukie kesal. “Apa itu?” Daisuke mulai bercerita tantang mereka bahwa sejak kecil harus hidup terpisah, dia meminta kepada Yukie untuk lebih bersabar menghadapi sifat Daiki.“Bantulah Daiki ketika mengalami kesulitan di kelasnya. Aku yakin kalau kau bisa membuatnya menurut padamu.” Yukie sebenarnya tak ingin terlalu jauh berurusan dengan mereka namun mengingat bahwa Daisuke yang meminta tolong kepadanya membuat Yukie tak kuasa menolak.“Mm, akan aku usahakan.” "Aku yakin Daiki sebenarnya sangat baik dan juga perhatian. Hanya saja sepertinya dia salah dalam mengapresiasikan perasaannya. Kalau selama di kelas dia menyulitkanmu, tolong maaf dia." "Benar-benar sangat berbeda, bagaimana bisa Daisuke bisa selembut ini sementara Daiki malah sebaliknya. Aku tidak tahu lagi harus seperti apa menghadapi mereka berdua nantinya" bisiknya dalam hati. “Ini sudah larut, naiklah aku akan mengantarmu pulang!” Yukie berusaha menolak namun Daisuke tetap terus memaksanya, mau tak mau Yukie pun naik ke mobilnya**************
“Kau tinggal di sekitar sini?” Mereka telah sampai di gang sempit tempat tinggal Yukie sejak dari kecil. “Iya, tapi maaf... aku tidak bisa mengajakmu masuk ke dalam.” “Oh, tidak apa-apa... kau masuklah lagi pula ini juga sudah malam." “Terimakasih, hati-hati di jalan” Yukie menundukkan kepala sebelum keluar dari mobil. Daisuke melempar senyum ke arahnya sebelum pergi, dia terlihat senang karena bisa dekat dengan perempuan itu. ************** Teeeeet!!Bel jam pelajaran berbunyi, semua murid bergegas masuk ke dalam kelas. Jam pelajaran pertama adalah matematika dan Daiki sangat membencinya sehingga dia memilih untuk bolos di jam itu. Yukie melirik ke kursi di sampingnya yang kosong, walaupun Daiki galak dan sombong namun tak ada kehadirannya membuat suasana kelas terasa berbeda. Sengaja tak mengikuti kelas pertama Daiki ternyata menghabiskan waktunya di bawah pohon yang menjadi tempat favorit Yukie untuk menghabiskan makan siangnya. Setelah selesai jam pertama kini mereka berganti dengan pelajaran olah raga. Semua murid perempuan pergi ke tempat khusus untuk mengganti seragan mereka. Daiki yang sengaja lewat dari belakang gedung sekolah tak sengaja melihat pintu ruang itu terbuka.Dia tak bermaksud mengintip namun keberadaan Yukie di dalam sana yang sedang berganti baju menarik perhatiannya. Yukie sendirian di ruang itu karena dia sengaja menunggu yang lain keluar terlebih dulu karena ada suatu alasan. Daiki terdiam memaku langkahnya, bermaksud ingin menutup pintu itu dia justru dikejutkan dengan luka memar di seluruh tubuh Yukie bagian belakang. Daiki terkejut, melihat luka itu tak hanya ada di satu sisi saja. Banyak luka memar yang sepertinya baru saja dia dapatkan dan juga luka lama yang hampir memudar. Daiki tak kuat melihat luka di tubuhnya, dia langsung mengalihkan pandanganjya ke arah lain sembari menutup pintu. Greb! Yukie yang mendengarnya langsung menoleh dan berucap terkejut.“Siapa itu??”“Siapa itu?”Terkejut mendengar suara Yukie yang menyadari ada seseorang di luar pintu, Daiki langsung bergegas pergi.Yukie cepat-cepat memakai kaos olah raganya lalu segera keluar dari ruangan itu. Dengan cepat Yukie membuka pintuna, namun dia tak menemukan siapapun di sana.Prrriiiiiiittt!!!Sensei meminta semua murid untuk berkumpul di tengah-temgah lapangan dan menunjuk salah satu dari mereka untuk memimpin pemanasan.“Daiki, maju! Pimpin pemanasan kali ini!”Mendengar nama Daiki di sebut Yukie langsung menoleh kearah lain mencari keberadaan Daiki, ternyata lelaki itu berdiri di barisan belakang. Entah kenapa Yukie merasa senang melihat Daiki tak membolos sekolah.Daiki dengan santai melangkah maju ke depan. Dia terlihat sangat tampan mengenakan seragam olah raga yang sengaja di bagian lengannya di lipat sampai ke pertengahan. Entah kenapa jus
Selesai jam pelajaran olah raga Daiki kembali ke ruang ganti untuk berganti seragam. Dia membuka lokernya dan mengambil kemeja serta celananya.“Hei! Ada apa denganmu?” Ginji mulai khawatir melihat Daiki yang tak bisa fokus hari ini.“Aku tidak apa-apa!!” seketika Daiki terdiam, entah apa yang membuatnya kesal. Mengingat kebelakang bahwa Yukie berjualan bakpao setiap pulang sekolah lalu teringat ketika Yukie marah karena barang dagangannya di buang oleh pelayan coffee dan lagi tubuhnya yang memar di mana-mana membuat Daiki penasaran.Tidak tahu apa penyebabnya namun melihat Yukie seperti kesakitan saat itu dia merasa tak bisa tinggal diam.Mungkin itulah penyebabnya Daiki jengkel karena terlalu memikirkan Gadis itu.“Aaaaaaa!!!!!!” suara teriakan itu berasal dari ruangan sebelah, di mana di sana adalah ruangan tempat untuk para murid perempuan berganti baju.Semua murid
Ting ting ting!Bel berbunyi tanda bahwa kereta akan segera tiba, Yukie langsung memposisikan dirinya di barisan paling depan. Sementara Daiki di belakangnya menahan para gerombolan orang yang berdesak-desakan agar tubuh Yukie tak terdorong ke depan karena pastinya sangat berbahaya.Kereta berhenti tepat di depannya, setelah pintu terbuka Yukie pun masuk. Daiki yang berdiri di belakang tak mampu lagi menahan mereka yang jumlahnya semakin bertambar dan lebih banyak, zseperti arus yang kuat dia ikut terdorong sampai menabrak tubuh Yukie. Mereka saling mendorong masuk karena takut akan tertinggal kereta.Yukie terkejut saat tubuhnya terdorong maju. Tak siap menahan dorongan dari belakang, tubuhnya seperti terseret arus yang membuatnya sampai terhimpit ke ujung.Brugh!!“Aduh” rintih Yukie, hampir saja kepalanya terbentur besi.Kejadian itu membuat Daiki terkejut dan langsung re
Yukie hanya bisa diam menunduk menatap tangannya yang di genggam oleh Daiki. Sangat erat, tangan Daiki begitu besar dan lebar. Nampak terlihat urat halus di punggung tangannya.Yukie bisa merasakan tangan Daiki begitu terasa dingin namun rasanya seperti mengalirkan arus panas seperti tersengat listrik melalui tangannya yang membuat sekujur tubuh Yukie menjadi hangat.“Lepas! Aku bukan anak kecil!” Yukie berusaha menepis tangannya karena sangat gugup.Bukannya mengindahkan permintaan Yukie, Daiki justru semakin menguatkan cengkeraman tangannya kepada Yukie.Daiki membuang pandangannya ke sekitar.“Apa rumahmu masih jauh!” Daiki mencoba mengalihkan pembicaraan.Yukie yang sengaja memperlambat langkah kakinya mulai mengalihkan perhatiannya dari Daiki yang langkahnya jauh lebih cepat selangkah darinya.“Ada apa dengan lelaki ini sebenarnya! Setiap saat membuatku kesal tapi dia sepertinya
Bayangan wajah gadis kecil itu terlintas di benaknya namun tidak lama wajahnya berbayang dan berganti dengan wajah Yukie yang tepat berada di depan matanya."Apa kau bilang? Gadis kecil, Apa maksudmu?" Yukie terlihat bingung tak mengerti apa yang diucapkan oleh Daiki."E... lupakan!" dia kembali berjalan sambil terus memikirkan dan mengingat tentang masa lalu.“Dia Kenapa sih, hari ini sangat aneh sekali!" gumam Yukie sembari mempercepat langkahnya yang tertinggal oleh Daiki.Sesampainya di ujung jalan Daiki terpaku melihat pintu yang sama persis dengan yang ada di bayangannya.Langkah Yukie terhenti tepat di depan pintu itu kemudian berucap Kepada Daiki."Kau hanya bisa mengantarku sampai disini, kau tidak bisa masuk!”Lamunannya terbuyarkan oleh ucapan Yukie."Lagi pula siapa yang ingin masuk ke dalam?" Sahut Daiki.Mereka pun terdiam sejenak membuat suasana menjadi canggung sementara Daiki mula
Daiki sengaja membelikan ponsel untuk Yukie karena baginya itu akan mempermudahkan untuk mereka berdua saling menghubungi satu sama lain. Namun ternyata Yukie menolak pemberian ponsel darinya."Maaf aku tidak bisa menerima ponsel ini" Yukie mengembalikan ponsel pemberian dari Daiki dia mendorong paperbag itu kembali ke arahnya.Daiki yang nampak duduk santai di bangkunya hanya melirik kearah paper bag di atas meja. Dia terlihat kesal karena Yukie menolak ponsel darinya namun dia terlalu pandai menyembunyikan perasaan tak sukanya.Mengingat bahwa Yukie tadi pagi sempat tersenyum kearah Daisuke, Daiki pun kemudian berbohong bahwa ponsel itu adalah pemberian kakaknya."Ponsel itu bukan dariku!” dia terpaksa melakukan itu, karena Daiki ingin sekali Yukie menerima ponsel darinya.Seperti dugaannya, Yukie langsung bereaksi senang namun itu membuat Daiki semakin kesal."Apa kau bilang? Ponsel ini dari kakakmu?" raut wajahnya pun bahkan nampak ter
Akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, ketinggian gunung Inasa yang tak lebih dari 400 meter itu menjadi pilihan mereka.Walaupun mereka tak perlu mendaki sampai ke puncak namun cukup berada di kaki gunung Inasa untuk mencari beberapa contoh tumbuhan dan hewan yang mereka butuhkan.Sesampainya di sana cuaca tak mendukung langit mulai gelap bahkan kabut mulai menurun. Mereka bertiga berjalan menyusuri kaki gunung, beruntung di sana sudah terdapat bekas jalan kaki setapak yang biasanya dilewati oleh para pendaki. Sehingga mereka tak perlu kesusahan untuk menuju ke hutan yang lebih dalam.Semakin masuk ke dalam tekstur jalan semakin becek dan ada lumpur bercampur air. Yukie bertugas mencari contoh tumbuhan sementara Ginji bertugas mencari hewan kecil yang jarang di temui. Sedangkan Daiki mengambil tugas paling mudah. Dia hanya berdiri sembari mengambil foto untuk dokumentasi tugasnya.Tampak Daiki sesekali terdiam menikmati rasa perih bercamp
Daiki berlari membelah hujan mendatangi tempat-tempat yang tadi sempat di datangi oleh mereka berharap Daiki akan menemukan kalung yang entah bentuknya seperti apa, namun Daiki tetap terus berusaha mencarikan kalung milik Yukie.Terlihat Daiki mengelilingi tempat pertama kali mereka datang, dia membungkuk mencari siapa tahu kalung itu jatuh dan tertimbun dedaunan. Benar-benar seperti menjadi jarum di tumpukan jerami.Tempat itu sangat luas Daiki sempat beberapa kali memutari tempat itu sampai nafasnya terengah-engah.Terakhir dia naik ke atas ke tempat terakhir mereka kunjungi. Daiki mencoba mengingat-ingat di mana saja Yukie sempat berdiri.“Di mana kalungnya?? Kenapa susah sekali mencari kalungnya?” Daiki hampir menyerah karena cuaca semakin dingin.Rasa dingin yang merasuk ke dalam tubuhnya tak seperti biasa, kali ini rasanya sangat menusuk sampai ke dalam tulang membuat tubuhnya menggigil.Rambutnya telah basah kuyup, bibirnya samp