Share

11. Luka Memar

Masalah pun beres, namun Yukie tetap kesal karena barang-barangnya sudah pergi di bawa oleh mobil pengangkut sampah. 

Karena adanya masalah Yukie mereka akhirnya menyudahi pertemuan kali itu. Ginji memilih kembali terlebih dulu sementara Yukie nampak berjalan menuju ke jalan utama.

 

“Astagaaa bagaimana aku menghadapi Bibiku nanti. Aku yakin dia pasti akan menghajarku habis-habisan” gumamnya resah sepanjang jalan.

Yukie mulai gelisah matanya yang basah mulai meteskan airnya. Dengan kasar tangannya mengusap pipinya yang basah.

 

Kesal karena hidupnya selalu saja ada masalah yang membuatnya semakin terpuruk dan terkadang sempat terbesit ingin mengakhiri semuanya.

“Kenapa hidupku seperti ini!” teriaknya dalam hati.

 

Tin tiiiiinnn!

Daiki menghentikan mobilnya tepat di depan Yukie yang sedang duduk di bangku halte.

 

“Astgaaa! Anak ini benar-benar senang sekali membuatku terkejut!” ucapnya dalam hati.

 

“Masuklah aku akan mengantarmu pulang!” 

 

“Kerasukan setan apa dia, sampai-sampai ada keinginan mengantarku pulang?” bisiknya.

 

“Kau mau masuk tidak??  Lama sekali berfikirnya! Galak seperti ini aku juga masih memiliki hati. Tak mungkin membiarkan gadis sepertinu pulang sendirian!” Daiki berucap dengan gayanya yang tengil membuat Yukie yang sempat ingin terkesan dengan sikapnya pun memutar matanya malas. Karena Yukie tak kunjung masuk ke dalam mobil, Daiki terpaksa turun dan membuka pintunya.

“Masuklah atau akau akan memaksamu!” 

 

“Aku bisa pulang sendiri!”

 

Daiki hanya menghela nafas kasar melihat sikap keras kepala Yukie kepadanya. Dia lalu menutup kembali pintu mobilnya.

“Kau benar-benar sedang mengujiku kesabaranku ya! Oke, aku minta maaf karena sudah membentakmu tadi!” 

 

“Lupakan aku tidak ingin membahasnya!” Yukie membuang pandangannya ke arah lain.

 

Respon Yukie benar-benar membuat Daiki tak bisa berfikir lagi. Ternyata ada orang yang sikapnya lebih menyebalkan dari pada dirinya sendiri. Dia lalu mengeluarkan ponsel dari sakunya.

“Katakan berapa nomormu!” benar-benar membuat Daiki tak habis pikir. Dia tak pernah meminta nomor kepada seorang gadis manapun, yang ada justru sebaliknya. Namun kali ini dia sengaja melakukannya karena terpaksa. Dia bisa saja kesusahan menghubungi Yukie jika ingin membahas masalah tugas mereka.

 

“Nomor apa?” keningnya berkerut halus tak mengerti dengan pertanyaan Daiki.

 

Dengan gayanya yang menjengkelkan Daiki menghadapkan layar ponselnya tapat ke arah wajah Yukie.

“Nomor ponsel! Kau pikir nomor apa?” 

 

“Aku tidak ada nomor telpon!” jawabnya singkat, Yukie benar-benar sudah malas meladeni Daiki yang tak bisa bersikap baik padanya.

 

“Tidak ada atau tidak punya?” senyumnya terlihat sangat sinis hanya mengembang di salah satu ujung bibirnya saja.

 

Dengan sengit Yukie menatap Daiki.

“Ya! Kau benar, aku tidak punya. Kau bahkan tahu keseharianku jualan bakpao di tepi jalan. Sekalipun aku dapat uang dari hasil jualanku lebih baik aku pakai untuk membeli makanan ketimbang membeli barang mewah seperti itu!” Yukie tak bisa menahan keslanya lagi, dia ingin segera lelaki itu pergi dari hadapannya.

 

Raut wajah Daiki semakin kesal, dia tak bermaksud menghina namun mungkin sikap dan cara bicaranya yang membuat Yukie salah terima. Daiki mendengus kesal lalu memilih pergi meninggalkan gadis itu sendirian.

“Percuma bicara denganmu!”

 

Brruuuuuummmmm!

Mobil Daiki melesat pergi dengan sangat cepat.

 

Tak lama kemudian setelah Daiki pergi Yukie yang sedang menunggu bis datang dikejutkan dengan sebuah klakson mobil yang tiba-tiba berhenti di depannya.

 

Yukie membuang pandangannya ke arah mobil mewah yang terbuka bagian atasnya. Yukie bingung karena lelaki itu tersenyum manis ke arahnya.

 

Antara Daiki atau Daisuke, Yukie tak bisa membedakannya. Namun melihat dari baju yang di kenakannya Yukie yakin kalau mereka orang yang berbeda. Terlebih lagi saat melihat senyum manisnya, dia semakin yakin bahwa lelaki itu adalah seniornya.

 

“Kau sendirian di sini?” Daisuke melangkah turun setelah menepikan mobilnya.

 

“Mmm, kau juga kenapa ada di sini?” Yukie mulai terlihat gugub.

 

“Aku hanya kebetulan lewat dan tanpa sengaja melihatmu di sini, apa yang sedang kau lakukan di sini?” Daisuke mulai duduk di samping Yukie.

 

“Aku baru saja bertemu adikmu, kita ada tugas kelompok bersama.”

 

“Baguslah, kau termasuk salah satu murid pandai di sekolah. Bolehkah aku minta sesuatu padamu?” Daisuke sangat lembut dan hangat berbeda dengan Daiki yang selalu membuat Yukie kesal.

 

“Apa itu?”

 

Daisuke mulai bercerita tantang mereka bahwa sejak kecil harus hidup terpisah, dia meminta kepada Yukie untuk lebih bersabar menghadapi sifat Daiki.

“Bantulah Daiki ketika mengalami kesulitan di kelasnya. Aku yakin kalau kau bisa membuatnya menurut padamu.”

 

Yukie sebenarnya tak ingin terlalu jauh berurusan dengan mereka namun mengingat bahwa Daisuke yang meminta tolong kepadanya membuat Yukie tak kuasa menolak.

“Mm, akan aku usahakan.”

 

"Aku yakin Daiki sebenarnya sangat baik dan juga perhatian. Hanya saja sepertinya dia salah dalam mengapresiasikan perasaannya. Kalau selama di kelas dia menyulitkanmu, tolong maaf dia."

 

"Benar-benar sangat berbeda, bagaimana bisa Daisuke bisa selembut ini sementara Daiki malah sebaliknya. Aku tidak tahu lagi harus seperti apa menghadapi mereka berdua nantinya" bisiknya dalam hati.

 

“Ini sudah larut, naiklah aku akan mengantarmu pulang!”

 

Yukie berusaha menolak namun Daisuke tetap terus memaksanya, mau tak mau Yukie pun naik ke mobilnya 

                                          **************

 

“Kau tinggal di sekitar sini?” 

 

Mereka telah sampai di gang sempit tempat tinggal Yukie sejak dari kecil.

 

“Iya, tapi maaf... aku tidak bisa mengajakmu masuk ke dalam.”

 

“Oh, tidak apa-apa... kau masuklah lagi pula ini juga sudah malam."

 

“Terimakasih, hati-hati di jalan” Yukie menundukkan kepala sebelum keluar dari mobil.

 

Daisuke melempar senyum ke arahnya sebelum pergi, dia terlihat senang karena bisa dekat dengan perempuan itu.

 

                                         **************

 

Teeeeet!!

Bel jam pelajaran berbunyi, semua murid bergegas masuk ke dalam kelas. Jam pelajaran pertama adalah matematika dan Daiki sangat membencinya sehingga dia memilih untuk bolos di jam itu.

 

Yukie melirik ke kursi di sampingnya yang kosong, walaupun Daiki galak dan sombong namun tak ada kehadirannya membuat suasana kelas terasa berbeda.

 

Sengaja tak mengikuti kelas pertama Daiki ternyata menghabiskan waktunya di bawah pohon yang menjadi tempat favorit Yukie untuk menghabiskan makan siangnya.

 

Setelah selesai jam pertama kini mereka berganti dengan pelajaran olah raga. Semua murid perempuan pergi ke tempat khusus untuk mengganti seragan mereka.

 

Daiki yang sengaja lewat dari belakang gedung sekolah tak sengaja melihat pintu ruang itu terbuka.

Dia tak bermaksud mengintip namun keberadaan Yukie di dalam sana yang sedang berganti baju menarik perhatiannya.

 

Yukie sendirian di ruang itu karena dia sengaja menunggu yang lain keluar terlebih dulu karena ada suatu alasan.

 

Daiki terdiam memaku langkahnya, bermaksud ingin menutup pintu itu dia justru dikejutkan dengan luka memar di seluruh tubuh Yukie bagian belakang.

 

Daiki terkejut, melihat luka itu tak hanya ada di satu sisi saja. Banyak luka memar yang sepertinya baru saja dia dapatkan dan juga luka lama yang hampir memudar. Daiki tak kuat melihat luka di tubuhnya, dia langsung mengalihkan pandanganjya ke arah lain sembari menutup pintu.

 

Greb!

 

Yukie yang mendengarnya langsung menoleh dan berucap terkejut.

“Siapa itu??”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Noor Aqilah
dslam itu apa burete? 😌😌
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status