Share

12. Khawatir

“Siapa itu?”

 

Terkejut mendengar suara Yukie yang menyadari ada seseorang di luar pintu, Daiki langsung bergegas pergi.

 

Yukie cepat-cepat memakai kaos olah raganya lalu segera keluar dari ruangan itu. Dengan cepat Yukie membuka pintuna, namun dia tak menemukan siapapun di sana.

 

Prrriiiiiiittt!!!

 

Sensei meminta semua murid untuk berkumpul di tengah-temgah lapangan dan menunjuk salah satu dari mereka untuk memimpin pemanasan.

“Daiki, maju! Pimpin pemanasan kali ini!” 

 

Mendengar nama Daiki di sebut Yukie langsung menoleh kearah lain mencari keberadaan Daiki, ternyata lelaki itu berdiri di barisan belakang. Entah kenapa Yukie merasa senang melihat Daiki tak membolos sekolah.

 

Daiki dengan santai melangkah maju ke depan. Dia terlihat sangat tampan mengenakan seragam olah raga yang sengaja di bagian lengannya di lipat sampai ke pertengahan. Entah kenapa justru sifat tengilnya menambah nilau plus ketampanannya.

 

Semua murid perempuan pandangannya tertuju ke padanya, sementara Daiki sendiri melirik kearah Yukie. Mereka berdiri berhadap-hadapan, Daiki di depan memberi contoh gerakan pemasan untuk yang lain.

 

Akan tetapi saat pandangannya teralihkan lagi ke Yukie dan melihat gadis itu tak bisa melakukan gerakan pemanasan dengan sempurna karena menahan sakit di sekujur tubuhnya, Daiki pun sempat terdiam. Lalu mengubah gerakan pemanasan menjadi sedikit lebih mudah agar Yukie tak kesusahan.

 

“Kembali ke tempatmu!” perintah Sensei.

 

Daiki pun kembali ke barisan namun matanya tak pernah lepas dari Yukie yang selalu menjadi pusat perhatiannya. Dia bahkan sempat bingung ada apa dengan dirinya sampai-sampai terlalu peduli dengan gadis itu.

 

“Hari ini tidak ada penilaian, kalian hanya perlu berlatih olah raga yang kalian kuasai. Karena beberapa minggu lagi sekolah akan mengadakan kompetisi antar kelas. Jadi aku ingin setiap cabang olah raga setiap kelas harus mengajukan perwakilannya. Ketua kelas urus siap-siapa saja yang akan mewakilinya nanti. Minggu depan kalian harus sudah menyerahkan daftar nama kepadaku! Kalian mengerti?”

 

“Mengerti Sensei!” jawab para murid serentak.

 

Semua pun bubar mencari tempat untuk berlatih sesuai dengan kemampuan mereka. Sementara Daiki tak jauh dari bola basket. Dapat di pastikan kalau dia pasti akan mewakili kelas untuk kompetisi cabang basket.

 

Di sisi lain Yukie masih bingung, merasakan tulang tubuhnya seperti remuk semua saja dia hampir tak bisa bernafas apa lagi membayangkan mengikuti kompetisi olah raga pastinya dia tak yakin bisa berhasil.

Namun naasnya ternyata ketua kelas telah menunjuk Yukie mewakili kelas untuk ikut serta dalam cabang lari estafet.

 

“Kau bisa, kan? Ini hanya lari kau tinggal belajar mengatur nafas dan kecepatan larimu. Oke?” ucap ketua kelas padanya.

 

Yukie tak bisa mengelak, dia hanya mengangguk menyetujuinya.

 

Daiki yang sejak dari tadi memperhatikannya pun mulai khawatir. Dia perlahan mendekati Yukie yang sedang berkumpul dengan kelompok estafet yang sudah terpilih.

 

“Hei!!” sapanya acuh, dia memang bermaksud mengajak bicara Yukie namun pandangannya terarah ke yang lain sembari memainkan bola basketnya.

 

Yukie melirik sengit kemudian bergantian mengacuhkannya.

 

“Kalau kau tidak mampu ikut estafet kenapa kau tidak menolaknya? Kau bisa duduk santai cukup menonton dan menjadi tim penggembira.”

Maksud Daiki sebenarnya baik, dia khawatir kalau Yukie akan kesusahan karena luka di tubuhnya. Namun cara penyampaiannya sungguh sangat membuat Yukie kesal.

 

“Kau sebenarnya ada masalah apa si denganku? Apakah aku pernah nelakukan kesalahan padamu? Urusi saja urusanmu sendiri... aku tidak butuh masukan darimu!” saking kesalnya Yukie memilih pergi.

 

Daiki menghela nafas kasar karena merasa kebaikannya di salah artikan oleh Yukie. Benar saja gadis mana yang tak kesal karena Daiki seolah seperti sedang meremehkan kemampuannya.

 

“Apa yang sedang kau lakukan di sini? Yang lain sedang menunggumu, ayo!” Ginji menghampirinya dan mengajak Daiki untuk bergabung dengan yang lain.

 

“Kita hanya berempat?” ucap Daiki saat melihat tim basket yang akan berlatih untuk kompetisi.

 

“Satu lagi Endo, tapi beberapa hari ini dia tak kelihatan” jawab Ginji.

 

“Sorry aku terlambat!” ucap Endo yang tiba-tiba datang dan masuk ke area lapangan.

Semua pandangan langsung teralihkan kearahnya. Lelaki bertubuh besar dengan rambut gondrong itu melangkah mendekat. Kebetulan di sekolah itu membolehkan setiap muridnya memanjangkan atau mewarnai rambutnya jika peringkat mereka masuk 10 besar umum. Dan kebetulan Endo ada di peringkat ke 6.

 

Daiki langsung menatapnya dengan pandangan tak suka, bahkan dia sepertinya sudah malas karena merasa akan mendapatkan saingan baru di kelasnya.

 

“Hei, kau murid baru?” sapa Endo dengan tangan berototnya ke arah Daiki.

 

Sesaat Daiki hanya melirik dengan sikap dingin namun akhirnya dia membalas uluran tangannya.

“Hmmm, Daiki!” ucapnya sembari membuang muka.

 

Endo terkekeh sinis, yakin melihat dari sikapnya saja, dia tahu kalau Daiki tak menyukainya.

 

                               ****************

 

“Ternyata mereka benar-benar sangat mirip! Tak ada sama sekali yang membedakan wajah mereka. Jika aku tidak bisa mendapatkan Kakaknya... bisa jadi, aku akan mendapatkan adiknya!” gumam seorang gadis yang tengah duduk di kursi penonton sembari melihat Daiki yang tengah berlatih basket.

 

“Mereka sama-sama tampan, tapi Daiki lebih hot dari pada Kakaknya. Mau sebaik apapun sifat Daisuke... Daiki tetap lebih menantang untuk didapatkan!” timpal temannya.

 

“Hei!! Ingat ya, Daiki milikku! Kau cari yang lain! Enak saja!” Kira adalah Senior mereka, dia satu kelas dengan Daisuke. Selama hampir 2 tahun dia mencoba untuk mendekati Daisuke namun ternyata Daisuke tak pernah meliriknya. Dan kini saat mendengar Daiki masuk ke sekolah itu dengan cepat Kira langsung menandainya.

 

“Hah kau selalu seperti itu, kenapa kau tidak memberiku kesempatan untuk mendekati murid tertampan di sekolah ini!” Murakami mulai kesal dengan Kira yang selalu ingin menang.

 

“Karena itu sudah menjadi satu keharusan, kau akan terus mendapatkan sisa dariku! Kau mengerti” ucap Kira sembari mendorong kepala Murakami.

 

Sepanjang latihan Daiki tak bisa sepenuhnya konsentrasi dengan permainannya, pandangannya selalu teralihkan kearah Yukie yang sedang berlatih lari. Dia berlatih basket di tengah lapangan sementara Yukie sedang berlatih berlari mengitarinya.

 

Daiki hampir selalu kehilangan bolanya saat ingin mencetak skor, dan parahnya ketika Ginji melempar bola padanya, bola itu justru mengenai kepalanya karena Daiki melamun memperhatikan Yukie yang tengah menahan sakit saat berlari.

 

Dugh!!

 

“Ah!” rintih Daiki kemudian mengambil bola yang menggelinding di bawahnya.

 

“Daiki, kenapa kau tidak fokus dengan permainanmu?” hardik Ginji, sebenarnya dia sedikit ketakutan karena tak sengaja bola itu mengenai kepalanya.

 

Endo yang sejak dari tadi menyadari bahwa Daiki tak fokus pun mulai membuang pandangannya ke arah di mana Daiki melihat.

Di sana Endo melihat Yukie tangah berlari mengitari lapangan. Dia yakin kalau Daiki tak bisa fokus berlatih karena gadis itu. Endo pun tersnyum tipis kemudian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status