“Siapa itu?”
Terkejut mendengar suara Yukie yang menyadari ada seseorang di luar pintu, Daiki langsung bergegas pergi. Yukie cepat-cepat memakai kaos olah raganya lalu segera keluar dari ruangan itu. Dengan cepat Yukie membuka pintuna, namun dia tak menemukan siapapun di sana. Prrriiiiiiittt!!! Sensei meminta semua murid untuk berkumpul di tengah-temgah lapangan dan menunjuk salah satu dari mereka untuk memimpin pemanasan.“Daiki, maju! Pimpin pemanasan kali ini!” Mendengar nama Daiki di sebut Yukie langsung menoleh kearah lain mencari keberadaan Daiki, ternyata lelaki itu berdiri di barisan belakang. Entah kenapa Yukie merasa senang melihat Daiki tak membolos sekolah. Daiki dengan santai melangkah maju ke depan. Dia terlihat sangat tampan mengenakan seragam olah raga yang sengaja di bagian lengannya di lipat sampai ke pertengahan. Entah kenapa justru sifat tengilnya menambah nilau plus ketampanannya. Semua murid perempuan pandangannya tertuju ke padanya, sementara Daiki sendiri melirik kearah Yukie. Mereka berdiri berhadap-hadapan, Daiki di depan memberi contoh gerakan pemasan untuk yang lain. Akan tetapi saat pandangannya teralihkan lagi ke Yukie dan melihat gadis itu tak bisa melakukan gerakan pemanasan dengan sempurna karena menahan sakit di sekujur tubuhnya, Daiki pun sempat terdiam. Lalu mengubah gerakan pemanasan menjadi sedikit lebih mudah agar Yukie tak kesusahan. “Kembali ke tempatmu!” perintah Sensei. Daiki pun kembali ke barisan namun matanya tak pernah lepas dari Yukie yang selalu menjadi pusat perhatiannya. Dia bahkan sempat bingung ada apa dengan dirinya sampai-sampai terlalu peduli dengan gadis itu. “Hari ini tidak ada penilaian, kalian hanya perlu berlatih olah raga yang kalian kuasai. Karena beberapa minggu lagi sekolah akan mengadakan kompetisi antar kelas. Jadi aku ingin setiap cabang olah raga setiap kelas harus mengajukan perwakilannya. Ketua kelas urus siap-siapa saja yang akan mewakilinya nanti. Minggu depan kalian harus sudah menyerahkan daftar nama kepadaku! Kalian mengerti?” “Mengerti Sensei!” jawab para murid serentak. Semua pun bubar mencari tempat untuk berlatih sesuai dengan kemampuan mereka. Sementara Daiki tak jauh dari bola basket. Dapat di pastikan kalau dia pasti akan mewakili kelas untuk kompetisi cabang basket. Di sisi lain Yukie masih bingung, merasakan tulang tubuhnya seperti remuk semua saja dia hampir tak bisa bernafas apa lagi membayangkan mengikuti kompetisi olah raga pastinya dia tak yakin bisa berhasil.Namun naasnya ternyata ketua kelas telah menunjuk Yukie mewakili kelas untuk ikut serta dalam cabang lari estafet. “Kau bisa, kan? Ini hanya lari kau tinggal belajar mengatur nafas dan kecepatan larimu. Oke?” ucap ketua kelas padanya. Yukie tak bisa mengelak, dia hanya mengangguk menyetujuinya. Daiki yang sejak dari tadi memperhatikannya pun mulai khawatir. Dia perlahan mendekati Yukie yang sedang berkumpul dengan kelompok estafet yang sudah terpilih. “Hei!!” sapanya acuh, dia memang bermaksud mengajak bicara Yukie namun pandangannya terarah ke yang lain sembari memainkan bola basketnya. Yukie melirik sengit kemudian bergantian mengacuhkannya. “Kalau kau tidak mampu ikut estafet kenapa kau tidak menolaknya? Kau bisa duduk santai cukup menonton dan menjadi tim penggembira.”Maksud Daiki sebenarnya baik, dia khawatir kalau Yukie akan kesusahan karena luka di tubuhnya. Namun cara penyampaiannya sungguh sangat membuat Yukie kesal. “Kau sebenarnya ada masalah apa si denganku? Apakah aku pernah nelakukan kesalahan padamu? Urusi saja urusanmu sendiri... aku tidak butuh masukan darimu!” saking kesalnya Yukie memilih pergi. Daiki menghela nafas kasar karena merasa kebaikannya di salah artikan oleh Yukie. Benar saja gadis mana yang tak kesal karena Daiki seolah seperti sedang meremehkan kemampuannya. “Apa yang sedang kau lakukan di sini? Yang lain sedang menunggumu, ayo!” Ginji menghampirinya dan mengajak Daiki untuk bergabung dengan yang lain. “Kita hanya berempat?” ucap Daiki saat melihat tim basket yang akan berlatih untuk kompetisi. “Satu lagi Endo, tapi beberapa hari ini dia tak kelihatan” jawab Ginji. “Sorry aku terlambat!” ucap Endo yang tiba-tiba datang dan masuk ke area lapangan.Semua pandangan langsung teralihkan kearahnya. Lelaki bertubuh besar dengan rambut gondrong itu melangkah mendekat. Kebetulan di sekolah itu membolehkan setiap muridnya memanjangkan atau mewarnai rambutnya jika peringkat mereka masuk 10 besar umum. Dan kebetulan Endo ada di peringkat ke 6. Daiki langsung menatapnya dengan pandangan tak suka, bahkan dia sepertinya sudah malas karena merasa akan mendapatkan saingan baru di kelasnya. “Hei, kau murid baru?” sapa Endo dengan tangan berototnya ke arah Daiki. Sesaat Daiki hanya melirik dengan sikap dingin namun akhirnya dia membalas uluran tangannya.“Hmmm, Daiki!” ucapnya sembari membuang muka. Endo terkekeh sinis, yakin melihat dari sikapnya saja, dia tahu kalau Daiki tak menyukainya. **************** “Ternyata mereka benar-benar sangat mirip! Tak ada sama sekali yang membedakan wajah mereka. Jika aku tidak bisa mendapatkan Kakaknya... bisa jadi, aku akan mendapatkan adiknya!” gumam seorang gadis yang tengah duduk di kursi penonton sembari melihat Daiki yang tengah berlatih basket. “Mereka sama-sama tampan, tapi Daiki lebih hot dari pada Kakaknya. Mau sebaik apapun sifat Daisuke... Daiki tetap lebih menantang untuk didapatkan!” timpal temannya. “Hei!! Ingat ya, Daiki milikku! Kau cari yang lain! Enak saja!” Kira adalah Senior mereka, dia satu kelas dengan Daisuke. Selama hampir 2 tahun dia mencoba untuk mendekati Daisuke namun ternyata Daisuke tak pernah meliriknya. Dan kini saat mendengar Daiki masuk ke sekolah itu dengan cepat Kira langsung menandainya. “Hah kau selalu seperti itu, kenapa kau tidak memberiku kesempatan untuk mendekati murid tertampan di sekolah ini!” Murakami mulai kesal dengan Kira yang selalu ingin menang. “Karena itu sudah menjadi satu keharusan, kau akan terus mendapatkan sisa dariku! Kau mengerti” ucap Kira sembari mendorong kepala Murakami. Sepanjang latihan Daiki tak bisa sepenuhnya konsentrasi dengan permainannya, pandangannya selalu teralihkan kearah Yukie yang sedang berlatih lari. Dia berlatih basket di tengah lapangan sementara Yukie sedang berlatih berlari mengitarinya. Daiki hampir selalu kehilangan bolanya saat ingin mencetak skor, dan parahnya ketika Ginji melempar bola padanya, bola itu justru mengenai kepalanya karena Daiki melamun memperhatikan Yukie yang tengah menahan sakit saat berlari. Dugh!! “Ah!” rintih Daiki kemudian mengambil bola yang menggelinding di bawahnya. “Daiki, kenapa kau tidak fokus dengan permainanmu?” hardik Ginji, sebenarnya dia sedikit ketakutan karena tak sengaja bola itu mengenai kepalanya. Endo yang sejak dari tadi menyadari bahwa Daiki tak fokus pun mulai membuang pandangannya ke arah di mana Daiki melihat.Di sana Endo melihat Yukie tangah berlari mengitari lapangan. Dia yakin kalau Daiki tak bisa fokus berlatih karena gadis itu. Endo pun tersnyum tipis kemudian.Selesai jam pelajaran olah raga Daiki kembali ke ruang ganti untuk berganti seragam. Dia membuka lokernya dan mengambil kemeja serta celananya.“Hei! Ada apa denganmu?” Ginji mulai khawatir melihat Daiki yang tak bisa fokus hari ini.“Aku tidak apa-apa!!” seketika Daiki terdiam, entah apa yang membuatnya kesal. Mengingat kebelakang bahwa Yukie berjualan bakpao setiap pulang sekolah lalu teringat ketika Yukie marah karena barang dagangannya di buang oleh pelayan coffee dan lagi tubuhnya yang memar di mana-mana membuat Daiki penasaran.Tidak tahu apa penyebabnya namun melihat Yukie seperti kesakitan saat itu dia merasa tak bisa tinggal diam.Mungkin itulah penyebabnya Daiki jengkel karena terlalu memikirkan Gadis itu.“Aaaaaaa!!!!!!” suara teriakan itu berasal dari ruangan sebelah, di mana di sana adalah ruangan tempat untuk para murid perempuan berganti baju.Semua murid
Ting ting ting!Bel berbunyi tanda bahwa kereta akan segera tiba, Yukie langsung memposisikan dirinya di barisan paling depan. Sementara Daiki di belakangnya menahan para gerombolan orang yang berdesak-desakan agar tubuh Yukie tak terdorong ke depan karena pastinya sangat berbahaya.Kereta berhenti tepat di depannya, setelah pintu terbuka Yukie pun masuk. Daiki yang berdiri di belakang tak mampu lagi menahan mereka yang jumlahnya semakin bertambar dan lebih banyak, zseperti arus yang kuat dia ikut terdorong sampai menabrak tubuh Yukie. Mereka saling mendorong masuk karena takut akan tertinggal kereta.Yukie terkejut saat tubuhnya terdorong maju. Tak siap menahan dorongan dari belakang, tubuhnya seperti terseret arus yang membuatnya sampai terhimpit ke ujung.Brugh!!“Aduh” rintih Yukie, hampir saja kepalanya terbentur besi.Kejadian itu membuat Daiki terkejut dan langsung re
Yukie hanya bisa diam menunduk menatap tangannya yang di genggam oleh Daiki. Sangat erat, tangan Daiki begitu besar dan lebar. Nampak terlihat urat halus di punggung tangannya.Yukie bisa merasakan tangan Daiki begitu terasa dingin namun rasanya seperti mengalirkan arus panas seperti tersengat listrik melalui tangannya yang membuat sekujur tubuh Yukie menjadi hangat.“Lepas! Aku bukan anak kecil!” Yukie berusaha menepis tangannya karena sangat gugup.Bukannya mengindahkan permintaan Yukie, Daiki justru semakin menguatkan cengkeraman tangannya kepada Yukie.Daiki membuang pandangannya ke sekitar.“Apa rumahmu masih jauh!” Daiki mencoba mengalihkan pembicaraan.Yukie yang sengaja memperlambat langkah kakinya mulai mengalihkan perhatiannya dari Daiki yang langkahnya jauh lebih cepat selangkah darinya.“Ada apa dengan lelaki ini sebenarnya! Setiap saat membuatku kesal tapi dia sepertinya
Bayangan wajah gadis kecil itu terlintas di benaknya namun tidak lama wajahnya berbayang dan berganti dengan wajah Yukie yang tepat berada di depan matanya."Apa kau bilang? Gadis kecil, Apa maksudmu?" Yukie terlihat bingung tak mengerti apa yang diucapkan oleh Daiki."E... lupakan!" dia kembali berjalan sambil terus memikirkan dan mengingat tentang masa lalu.“Dia Kenapa sih, hari ini sangat aneh sekali!" gumam Yukie sembari mempercepat langkahnya yang tertinggal oleh Daiki.Sesampainya di ujung jalan Daiki terpaku melihat pintu yang sama persis dengan yang ada di bayangannya.Langkah Yukie terhenti tepat di depan pintu itu kemudian berucap Kepada Daiki."Kau hanya bisa mengantarku sampai disini, kau tidak bisa masuk!”Lamunannya terbuyarkan oleh ucapan Yukie."Lagi pula siapa yang ingin masuk ke dalam?" Sahut Daiki.Mereka pun terdiam sejenak membuat suasana menjadi canggung sementara Daiki mula
Daiki sengaja membelikan ponsel untuk Yukie karena baginya itu akan mempermudahkan untuk mereka berdua saling menghubungi satu sama lain. Namun ternyata Yukie menolak pemberian ponsel darinya."Maaf aku tidak bisa menerima ponsel ini" Yukie mengembalikan ponsel pemberian dari Daiki dia mendorong paperbag itu kembali ke arahnya.Daiki yang nampak duduk santai di bangkunya hanya melirik kearah paper bag di atas meja. Dia terlihat kesal karena Yukie menolak ponsel darinya namun dia terlalu pandai menyembunyikan perasaan tak sukanya.Mengingat bahwa Yukie tadi pagi sempat tersenyum kearah Daisuke, Daiki pun kemudian berbohong bahwa ponsel itu adalah pemberian kakaknya."Ponsel itu bukan dariku!” dia terpaksa melakukan itu, karena Daiki ingin sekali Yukie menerima ponsel darinya.Seperti dugaannya, Yukie langsung bereaksi senang namun itu membuat Daiki semakin kesal."Apa kau bilang? Ponsel ini dari kakakmu?" raut wajahnya pun bahkan nampak ter
Akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, ketinggian gunung Inasa yang tak lebih dari 400 meter itu menjadi pilihan mereka.Walaupun mereka tak perlu mendaki sampai ke puncak namun cukup berada di kaki gunung Inasa untuk mencari beberapa contoh tumbuhan dan hewan yang mereka butuhkan.Sesampainya di sana cuaca tak mendukung langit mulai gelap bahkan kabut mulai menurun. Mereka bertiga berjalan menyusuri kaki gunung, beruntung di sana sudah terdapat bekas jalan kaki setapak yang biasanya dilewati oleh para pendaki. Sehingga mereka tak perlu kesusahan untuk menuju ke hutan yang lebih dalam.Semakin masuk ke dalam tekstur jalan semakin becek dan ada lumpur bercampur air. Yukie bertugas mencari contoh tumbuhan sementara Ginji bertugas mencari hewan kecil yang jarang di temui. Sedangkan Daiki mengambil tugas paling mudah. Dia hanya berdiri sembari mengambil foto untuk dokumentasi tugasnya.Tampak Daiki sesekali terdiam menikmati rasa perih bercamp
Daiki berlari membelah hujan mendatangi tempat-tempat yang tadi sempat di datangi oleh mereka berharap Daiki akan menemukan kalung yang entah bentuknya seperti apa, namun Daiki tetap terus berusaha mencarikan kalung milik Yukie.Terlihat Daiki mengelilingi tempat pertama kali mereka datang, dia membungkuk mencari siapa tahu kalung itu jatuh dan tertimbun dedaunan. Benar-benar seperti menjadi jarum di tumpukan jerami.Tempat itu sangat luas Daiki sempat beberapa kali memutari tempat itu sampai nafasnya terengah-engah.Terakhir dia naik ke atas ke tempat terakhir mereka kunjungi. Daiki mencoba mengingat-ingat di mana saja Yukie sempat berdiri.“Di mana kalungnya?? Kenapa susah sekali mencari kalungnya?” Daiki hampir menyerah karena cuaca semakin dingin.Rasa dingin yang merasuk ke dalam tubuhnya tak seperti biasa, kali ini rasanya sangat menusuk sampai ke dalam tulang membuat tubuhnya menggigil.Rambutnya telah basah kuyup, bibirnya samp
Ting tong!Yukie sempat ragu untuk datang menjenguk Daiki, namun mengingat lelaki itu terluka karenanya sehingga mau tak mau dia akhirnya datang ke rumah Daiki setelah mendengar kabar dari Ginji kalau Daiki telah pulang dari Rumah Sakit.Cklek!Emiko membuka pintu setelah mendengar bel berbunyi, melihat wajah asing berdiri di depan pintu, Emiko pun bertanya.“Kau siapa?”“Oh, maaf aku lupa memperkenalkan diri. Aku Yukie Matsuda” dia membungkukkan badannya ke Emiko sebagai salam perkenalan.“Oh, aku Emiko... ada yang bisa aku bantu?” Emiko mulai menyelidik ke arah Yukie dari ujung rambut hingga kaki.“Umm, aku” belum selesai berucap, Yukie mendengar suara Daisuke dari arah dalam.“Siapa yang datang?” sahutnya Daisuke kemudian.“Aku tidak tahu, kak. Sepertinya temanmu atau teman Kak Daiki” ucap Emiko sembari membuka pintu lebih lebar.“Yukie?” Daisuke terlihat senang