Beberapa tahun silam dimana saat Dexter masih kecil, dia telah memperlihatkan tingkah yang aneh, dimana saat ini kedua orang tuanya baru saja pulang dan sengaja ingin melihat putra mereka, yang mereka dengar kerap kali menyakiti hewan peliharaan yang mereka belikan atau kadang membunuhnya.Terlihat saat ini Dexter kecil yang duduk membelakangi mereka dengan tubuh kucing di depannya. "Dexter sayang! Mama sama papa pulang!" Ketika anak itu berbalik alangkah terkejutnya ia melihat kepala kucing itu sudah terpisah dari tubuhnya, tangan Dexter juga berlumuran darah lengkap dengan pisau dapur yang ia pegang. Saat itu Dexter masih berumur 7 tahun, dan dokter bilang Dexter memilih gangguan mental karena depresi yang di alami, kurangnya perhatian membuat dia bisa melihat apapun lalu mencontohnya. Sejak itu Dexter selalu meminum obat dari dokter, walau ia tak mau ibunya selalu saja memaksa, membuat Dexter kesal juga marah. Sebelum wanita itu tak pernah peduli padanya dan ketika datang denga
Keesokan paginya Dexter berjalan turun kebawah dengan satu tangan memegang ponsel dan satu lagi memegang penyangga tangga, sedangkan Safira yang hampir tak bisa tidur karena memikirkan majikannya, malah melihat pria itu yang tampak biasa' saja seperti tak terjadi apa-apa. "Mas udah gak apa-apa?" tanya Safira yang penasaran. "Seperti yang kamu lihat! Aku bilang jangan khawatir!" ujar Dexter yang duduk di kursinya, dengan mata yang masih mantap layar ponsel di tangannya. "Gimana gak khawatir sih mas, orang mas aja keliatan pucet gitu. Lagian mas abis dari mana sih?" Tak lama Dexter meletakan ponselnya, Safira kira pria itu kesal, namun ucapannya malah membuat dia yang kesal. "Mau tau aja atau mau tau banget?" "Ih mas Dexter ini, ditanya bener-bener malah balasnya gitu," ucap Safira yang kesal, namun Dexter hanya tersenyum mendengarkannya, senyuman yang terkadang di perlihatkan itu membuat detak jantung berdebar cepat, intinya ketampanan dari pria berkacamata itu sangat memukau apal
"Si-siap ngapain mas?" tanya Safira yang masih berpikir jernih, kalau Dexter hanya sedang menggodanya. "Siap untuk menikah?" tanya Dexter yang sekarang menuangkan air putih ke gelas, dan itu membuat Safira menelan air ludahnya susah payah karena tak tau lagi harus bagaimana mana. Intinya ia senang juga terkejut tapi ia takut kalau pria itu hanya bercanda dengannya dan dia akan sedih setelah itu. Safira tertawa bodoh, dia memakan masakannya dengan wajah yang sudah memerah. "Mas, lagi bercandakan? Masa mas mau nikah sama saya? Nanti pacar mas gimana?" Dexter sejujurnya mulai muak dengan semua ini, tapi ia juga harus memikirkan tentang kondisi Safira, jika wanita itu kenapa-kenapa setelah ia bicara tentang hubungan mereka, maka bisa saja amnesia bertambah parah. "Buruan kita harus ke kantor!" ujar Dexter yang kembali melanjutkan makan tanpa berpikir tentang menjawab bertanya Safira, tentu saja gadis itu merasa kalau ia salah bicara hingga Dexter marah padanya. "Mas marah ya?" "Tid
Beberapa tahun yang lalu ….Dimana gadis muda itu, mulai merasakan sisi lembut Dexter yang dulu tak pernah terlihat, pernah merasa curiga tapi Safira yang sudah terbuai tak lagi menghiraukan perasaan itu. Bahkan hubungan itu terasa seperti sedang pasangan kekasih, tapi juga terlihat seperti kakak beradik. Angelina yang melihat kedekatan keduanya merasa amat kesal, dan menghampiri Safira yang saat ini baru saja selesai membuang air kecil di kamar mandi, sahabat Dexter itu membawa dua orang temannya guna melakukan hal mengancam pada Safira. Safira muda yang merasa heran dengan kehadiran ketiga orang itu. “Ada apa ya kak Angel?” Angelina mendorong tubuh Safira hingga menabrak tembok di belakangnya, karena hal itu punggungnya terasa sakit sekarang dan ia memperlihatkan wajah meringis pada ketiga kakak kelasnya itu, namun mereka bukan kasihan atau panik malah tersenyum menyeringai.“Itu peringatan buat Lo! Karena Lo berani deketin Dexter gue,” ucap Angelina yang memasang tampang angkuh
Safira saat ini merasa gugup, dia membawa bunga mawar merah yang ia beli hasil uang tabungannya selama ini, demi sang pujaan hati yang sekarang telah lulus dari sekolah menengah atas itu. Banyak kakak kelasnya yang berdandan amat cantik juga begitu tampan dengan setelan jas yang mereka pakai, sedangkan anak kelas 10 sampai 11 hanya memakai baju batik sekolah sesuai aturan dari para guru. Walau tak secantik kakak kelas dua belas, tapi ia tak pantang mundur demi memberikan bunga itu. Matanya kesana kemari guna mencari keberadaan Dexter, namun saat ia melangkah maju bunga yang ia pegang jatuh. Melihat hal itu, tangannya hendak mengambil bunga tersebut, namun sepatu high heels malah menginjak bunga juga tangannya dengan begitu sadis. Safira melihat ke atas, ternyata itu Angelina, selama ini wanita itu memang kerap kali melakukan aksi gila, tapi Safira tak ingin memperpanjang masalah, lagipula Dexter tetap menjadi miliknya walau orang ini terus mengusiknya. “Sakit?” Dengan mata yang
Safira menatap Dexter dengan sedikit berkaca-kaca, lalu dia tersenyum dan mengangguk mau, siapa yang tidak mau bersanding dengan pria ini. Entah kenapa dia bisa menjilat ludahnya sendiri, karena dulu ia amat benci dengan lelaki ini. Tapi lambat laut, dia menyukainya, sikapnya pura-pura dingin di depan namun peduli dibelakang memberikan kesan lucu padanya, dia juga sangat menyukai pria ini, jauh di lubuk hatinya. "Iya kak, aku mau."Dexter tersenyum sambil menghela nafas, dia merasa lega juga bahagia mendapatkan jawaban dari Safira, bahkan rasanya ia tak pernah mendapatkan perasaan seperti sepanjang hidupnya. "Tapi kayaknya kita harus LDR deh," ucap Dexter yang membuat Safira yang tadinya tersenyum bahagia menatapnya bingung."Maksud kakak?" "Mama sama papa minta aku kuliah di luar negeri." Mendengar hal itu suasana hati Safira langsung berubah, dia menjatuhkan diri dari lelaki itu karena kesal, yang benar saja dia merasa sudah di bawa terbang tinggi namun pada akhirnya di hempasan
Setelah itu mereka beristirahat di tempat tidur masing-masing, hingga keesokan harinya sepasang kekasih itu keluar guna menikmati pemandangan kota, yang ditutupi salju. Safira berjalan dengan tangan yang memeluk tubuhnya, walau sudah pakai pakaian tebal, rasa dinginnya masih menusuk kulit, sungguh luar biasa orang-orang yang tinggal di sini. Dulu ia kira, tinggal di wilayah bersalju itu enak, karena bisa bermain salju kapan saja dan tak akan takut kegerahan karena cuacanya dingin, namun sekarang ia paham kalau Tuhan pencipta alam itu adil, karena setelah tau apa yang kita lihat enak, belum tentu ada semua kebaikan di sana. Pasti semua ada sisi positif dan negatifnya. Entah kenapa ia jadi rindu negara asalnya, dia jadi bersyukur dengan apa yang ia miliki di sana tanpa berpikir kalau dunia luar itu pasti enak. "Kenapa dingin?" tanya Dexter yang dibalas anggukan juga senyuman dari gadisnya itu. "Iya dingin kak, tapi kakak mau kuliah dim
"Siapa kau? Mengapa kau mengganggu pacarku?" tanya Dexter dengan menggunakan bahasa inggris, Safira yang melihat sang kekasih marah, segera berdiri dan bersembunyi dibelakang Dexter.Sejak Dexter pergi ke kamar mandi, bule yang entah dari mana asalnya ini malah mengganggunya, apalagi dengan bahasa asing yang tidak ia paham membuat Safira merasa semakin tak nyaman saja. "Kak." "Apa dia mengganggumu?" tanya Dexter, yang dibalas anggukan kepala Safira. Tapi karena tak ingin ada keributan, Safira menarik baju bagian belakang kekasihnya itu untuk pergi. "Kak, jangan buat keributan kita pergi aja yuk!" Dexter yang merasa kemarahan memuncak, mendengar ucapan Safira yang sedikit bergetar menandakan gadis itu takut berusaha menetralkan emosinya. Ia takut kalau ia benar-benar menghajar orang yang sedang di bantu orang-orang sekitar itu, membuat Safira malah semakin takut dan menjauhinya. "Ayo kita pergi!" ujar Dexter yang berbalik, sebelum bena