“Nak Junot, ini ketoprak pesanan Anda. Gado-gadonya, tunggu sebentar, ya!” seru Bu Jayanti.
“Beres, Bu.” sahut Junot sambil mulai menyantap ketoprak itu sambil sesekali melirik ke arah sang gadis. "Lilian, tolong ambilkan kerupuknya ya," suara lembut Bu Jayanti terdengar saat dia sibuk meracik bumbu gado-gado. "Iya, Bu," jawab gadis itu dengan suara merdu, lalu dengan cekatan mengambil kerupuk dari dalam toples besar di meja. Junot mengamati setiap gerakan gadis itu. Nama Lilian terngiang di telinganya, begitu pas dengan kecantikan alami yang dimiliki gadis itu. Dia tak pernah merasa seperti ini sebelumnya, jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Lilian terlihat sangat berbeda dari gadis-gadis yang biasa ditemui olehnya sebelum, dengan kecantikan yang begitu tulus dan alami. "Lilian, siapa ya?" tanya Junot dalam hati, penuh penasaran. Beberapa menit berlalu, Bu Jayanti datang menghampiri Junot sambil membawa piring gado-gado pesanannya. "Ini, Mas Junot, gado-gadonya sudah jadi. Maaf ya, agak lama. Tadi sedang ramai," kata Bu Jayanti sambil tersenyum. "Tidak apa-apa, Bu Jayanti. Terima kasih," jawab Junot sambil tersenyum. "Ngomong-ngomong, Bu, siapa gadis yang tadi membantu? Saya belum pernah melihatnya di sini." "Oh, itu Lilian. Dia saudara Ibu yang baru datang dari desa. Sekarang dia membantu ibu di sini," jawab Bu Jayanti ramah. "Lilian, ya? Nama yang cantik," kata Junot setengah berbisik, namun cukup jelas terdengar oleh Bu Jayanti. "Tepat sekali, Mas Junot. Dia memang cantik, dan sangat rajin," tambah Bu Jayanti dengan senyum bangga. Junot tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. Setelah Bu Jayanti kembali ke dapur, dia memutuskan untuk menghampiri Lilian yang sedang merapikan meja. "Permisi, kamu Lilian, kan?" sapa Junot dengan suara lembut. Lilian menoleh, sedikit terkejut namun tetap tersenyum. "Iya, benar. Ada yang bisa saya bantu, Mas?" jawabnya sopan. "Saya Junot, langganan tetap di sini. Baru pertama kali lihat kamu di sini. Kamu bantuin Bu Jayanti, ya?" Junot berusaha memulai percakapan. "Iya, Mas Junot. Saya baru beberapa hari di sini, membantu Bu Jayanti," ucap Lilian dengan senyum malu-malu. "Kamu terlihat sangat cekatan. Pasti Bu Jayanti senang sekali dibantu kamu," puji Junot. "Terima kasih, Mas Junot. Saya senang bisa membantu," jawab Lilian dengan rendah hati. Junot merasa semakin terpesona oleh kesederhanaan dan kerendahan hati Lilian. Mereka pun terlibat dalam percakapan ringan, saling mengenal satu sama lain. "Sebenarnya saya juga sering datang ke sini, tapi baru kali ini melihat kamu. Kamu dari desa mana, kalau boleh tahu?" tanya Junot, mencoba memperpanjang obrolan. "Saya dari desa di luar kota ini, Mas. Desa kecil tapi indah. Saya datang ke sini karena ingin melanjutkan pendidikan dan juga mencari pengalaman di kota," cerita Lilian. "Menyenangkan sekali bisa mengenal kamu, Lilian. Desa kamu pasti indah sekali, ya. Saya jadi ingin suatu saat bisa mengunjungi desa kamu," kata Junot dengan senyum tulus. "Terima kasih, Mas Junot. Desa saya memang indah, dan penduduknya ramah-ramah. Saya yakin, Mas Junot akan suka," ucap Lilian dengan mata berbinar. Percakapan mereka terus berlanjut, semakin akrab seiring waktu yang terus berlalu. Junot merasakan sesuatu yang berbeda dalam hatinya. Lilian bukan hanya cantik, tapi juga memiliki kepribadian yang hangat dan tulus. Dia merasa sangat nyaman berbicara dengan Lilian, seolah-olah mereka sudah lama saling mengenal. "Mas Junot, makanannya sudah dingin lho. Jangan lupa dimakan, nanti keburu tidak enak," tutur Lilian mengingatkan dengan senyum. "Oh, iya, maaf. Saking asyiknya ngobrol, saya sampai lupa. Terima kasih sudah mengingatkan, Lilian," jawab Junot dengan tawa kecil. Junot mulai menyantap gado-gado dan ketoprak kesukaannya, namun matanya masih sesekali melirik ke arah Lilian. Setiap kali Lilian tersenyum atau tertawa, Junot merasa jantungnya berdebar semakin kencang. Dia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Sejak pertama kali melihat Lilian, dia sudah terpikat oleh pesona gadis desa itu. Ketika Junot selesai makan, dia merasa enggan untuk berpisah. Dia ingin terus berbicara dengan Lilian, mengenalnya lebih jauh. Sebelum pergi, dia memutuskan untuk memberanikan diri. "Lilian, bolehkah kita bertemu lagi lain kali? Mungkin kita bisa jalan-jalan atau ngobrol di tempat yang lebih santai," tanya Junot dengan harapan besar di hatinya. Lilian tersenyum, matanya berbinar. "Tentu, Mas Junot. Saya akan senang sekali. Kita bisa bertemu lagi kapan saja Mas Junot mau. Saya tetap membantu Bu Jayanti di warungnya." Junot merasa sangat gembira mendengar jawaban Lilian. "Baiklah, Lilian. Terima kasih. Saya akan menunggu kesempatan itu. Sampai jumpa lagi," ujar Junot dengan senyum lebar. "Sampai jumpa, Mas Junot," jawab Lilian sambil melambaikan tangan. Junot meninggalkan tenda lesehan Bu Jayanti dengan hati yang berbunga-bunga. Dia tahu, pertemuan dengan Lilian adalah awal dari sesuatu yang indah. Lilian bukan hanya seorang gadis cantik dari desa, tapi juga seseorang yang mampu membuatnya merasakan cinta sejati untuk pertama kalinya. Dengan langkah ringan, Junot berjalan pulang, membawa kenangan manis dan harapan besar untuk pertemuan berikutnya dengan Lilian. Setelah pemuda itu pergi, Lilian buru-buru ke belakang, napasnya tercekat. Sejujurnya dari tadi dia sangat takut berdekatan dengan Junot yang tiba-tiba saja ingin berkenalan dengannya. Padahal mereka sebelumnya belum pernah bertemu. Lilian menjadi ingat nasihat neneknya saat di desa. "Jangan mudah percaya kepada orang asing yang baru kenal." Nasihat Nenek Rukmini itu, selalu terngiang-ngiang di pikirannya dan akan selalu diingat oleh Lilian sepanjang hidupnya. Bu Jayanti seolah-olah mengetahui ketakutan Lilian. Dia lalu menghampiri sang gadis dan menanyakan penyebab dirinya seperti itu. “Lilian, kamu kenapa? Kok wajahmu seperti orang ketakutan?” tanya sang ibu. Lilian pun menjelaskan jika pemuda yang sedang makan tadi mengajaknya berkenalan. "Oh … Nak Junot adalah pelanggan tetap warung Ibu. Biasanya dia nggak makan disini tapi dibungkus. Namun hari ini, tumben-tumbenan Nak Junot memilih makan di tempat. Dia pemuda yang baik, walaupun Nak Junot itu, anak orang kaya, akan tetapi dia tidak pernah menyombongkan dirinya, terbukti dia mau makan di warung lesehan ibu yang sederhana ini. Kamu gak perlu takut dengannya," seru Bu Jayanti. Lilian mendengarkan semua penjelasan Bu Jayanti. Gadis itu juga memberitahukan perihal ketakutannya ini, karena dia ingat nasihat neneknya, sebelum mereka memutuskan untuk merantau agar jangan mudah percaya kepada orang yang baru dikenal. Iya, Bu. Saya hanya mengingat pesan dari Nenek Rukmini. Jika aku dan Dahlia, jangan mudah percaya dengan orang asing,” ungkap Lilian. "Tapi, Ibu juga kan baru kenal sama kalian berdua. Tapi kok kalian bisa percaya sama Ibu?" ujar Bu Jayanti. "Sama Ibu kan berbeda, saat pertama saya bertemu Ibu, insting saya berkata jika Ibu adalah orang yang baik," seru Lilian."Aku menyelidikinya sendiri, Kak.""Apa? Kamu menyelidikinya sendiri?""Yap." jawab junot, singkat."Aku pikir Papa sudah jujur kepadamu." "Belum, Kak.""Sepertinya, kita harus membuat Papa buka suara kepada kita! Pokoknya, Papa harus jujur kepada kita." "Iya, Kak. Aku setuju dengan pendapatmu."Sementara di dapur, Lilian dan Dewi terlihat akrab."Jadi kamu masih kuliah?""I-ya, mbak.""Wah Junot dapat gadis muda rupanya."Lilian hanya tersenyum malu."Kamu sabar-sabar ya sama Junot. Walaupun anaknya keras kepala dan suka emosian. Akan tetapi dirinya memiliki hati yang lembut.""I-ya mbak.""Oh ya, Kamu sudah ketemu sama Mama?""Belum, mbak." "Belum ya? Nanti jika kamu ketemu sama Mama, kamu maklum ya bagaimana orang tua kepada anaknya.""Iya, Mbak." Entah kenapa, Dewi memiliki kekhawatiran jika Nyonya Belva tidak menyukai Lilian.Lalu ke empat orang dewasa itu pun memulai makan siangnya. Hampir seharian mereka berada di rumah itu, sekedar bercengkrama atau sekedar berbagi cerita.
"Pasti Lilian marah kepadaku, bagaimana caraku untuk merayunya?" Junot merutuki dirinya yang tidak bisa menahan hasratnya, saat di dalam bioskop tadi."Sayang, bagaimana kalau kita makan siang?" tanya Junot, hati-hati."Ok." jawab Lilian singkat.Lalu, Junot pun meraih tangan Lilian dan menggenggamnya dengan erat menuju ke dalam sebuah restoran terkenal di mall itu.Junot mengitari pandangannya. Mencari tempat yang cocok untuk mereka berdua."Sayang, kamu mau pesan apa?""Terserah saja, aku nggak pemilih makanan, kok." ketusnya, lagi."Baiklah, Sayang kita samain saja apa yang kita makan." seru Junot, lalu memanggil salah seorang waiter."Sayang, bolehkah aku memesan makanan pedas?" Mendengar perkataan Junot tersebut, Lilian dengan segera menatapnya dengan sangat tajam."He-he-he, aku hanya bercanda, Sayang!" ucap, Junot. Sementara sang waiter tersenyum melihat tingkah Junot yang sepertinya takut kepada kekasihnya itu.Keduanya pun memulai makan siang mereka berdua dalam diam. Setela
Setelah urusan di barbershop selesai. Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka menuju sebuah mall besar di daerah Jakarta Pusat."Sayang, yuk kita belanja untuk mu." tutur, Junot."Ih ... Mas! Bajuku masih banyak kok, nggak usah deh." sahut, Lilian."Sayang, tolong jangan membantahku kali ini, please ...." ujarnya, memelas.Lilian diam sebentar."Duh ngapain sih, Mas Junot mengajakku belanja? Mubazir nih. Tapi aku juga nggak enak menolak. Sepertinya Mas Junot sangat bahagia dengan kebersamaan kami.""Baiklah, Mas." "Nah gitu, baru pacarku!" Lalu mereka pun memulai belanja mereka siang itu. Ada banyak pakaian yang dibeli oleh Junot untuknya. Semuanya sudah dikirim ke alamat rumah Bu Jayanti.Dan ada beberapa yang Lilian bawa pulang ke apartemen Junot sebagai baju gantinya selama seminggu tinggal bersama Junot.Tanpa keduanya sadari, ada orang yang diam-diam memotret kebersamaan mereka. Padahal, Asisten Taufik mengetahui siapa orang itu.Orang itu ternyata suruhan Nyonya Belva. Untuk
"Asisten Taufik, apakah kalian menyembunyikan sesuatu dari saya?" tanya Lilian."Kenapa Nona berpikiran seperti itu?""Soalnya tadi juga Mas Junot berkata agar saya tidak meninggalkannya, memangnya ada apa sebenarnya?" selidik Lilian semakin curiga."Tidak ada apa-apa kok, Nona. Saya hanya berharap saja semoga Tuan Muda dan Nona bisa berbahagia selalu. Kalau begitu, saya permisi dulu," seru Asisten Taufik, segera berlalu dari tempat itu. Dia takut salah ngomong dan membuat semua menjadi kacau lagi.Junot selesai mandi, lalu berkata, "Yang datang siapa, Sayang?" Penampilan Junot sangat keren pagi ini, Lilian sedikit gugup karena melihat sang kekasih yang sangat gagah pagi ini."Asisten Taufik, Mas. Dia memberiku ini." Lilian pun menunjukkan sebuah paper bag yang ada di tangannya."Segeralah mandi, baru kita sarapan. Kamu temani aku untuk ke barbershop. Setelah itu kita jalan-jalan.""Iya, Mas.""Eh, tunggu dulu Sayang. Kamu ada kuliah nggak hari ini?""Kebetulan hari ini, aku nggak ad
"Iya, Sayang. Kamu bisa pegang kata-kataku ini." jawab Junot, tegas.Jadilah kedua sejoli yang baru jadian itu tidur seranjang malam itu.Lilian juga tidak lupa mengabari, kepada Bu Jayanti jika dirinya menginap di rumah temannya.Keduanya masuk ke dalam kamar. Junot memberi sebuah paper bag di tangan Lilian."Ini apa, Mas?""Ini baju ganti untukmu, mandilah.""Eh, iya Mas." Lalu Lilian pun segera meraih paper bag itu di tangan Junot dan segera masuk ke dalam toilet.Di dalam toilet, Lilian melihat penampilannya. Dia senyum-senyum sendiri di depan cermin karena baju tidur yang dipilih oleh Junot untuknya menutupi seluruh bagian tubuhnya.Dia pun keluar dari toilet, dan melihat jika Junot juga sudah berganti dengan baju tidur yang sama dengannya."Surprise!" ucap, Junot."Bagaimana penampilan kita, Sayang?""He-he-he, keren Mas.""Kamu suka, nggak?""Suka banget, Mas. Terima kasih ya, Mas.""Okay, Sayangku." jawab Junot, senang."Ih, Mas junot kok terkesan genit gitu, sih?" gumamnya, h
"Dikit saja dong, Lilian. Please ..." ujar Junot memelas."Maaf Mas, nggak boleh. Tolong kamu tuh, jangan keras kepala gitu, ya?" "Tapi bagaimana aku bisa berselera makan jika nggak ada sambelnya, Lilian.""Pokoknya, nggak boleh! Mas ikutin aturan dong, ya?"Junot diam, dia pastikan dirinya pasti tidak akan punya selera makan, karena tidak ada rasa pedas sedikit pun."Kok wajah kamu cemberut gitu, Mas?" tanyanya."Habis, aku rasa aku tidak berselera makan nih." ujarnya, tak bersemangat."Mas coba dulu masakanku," ucap Lilian, lalu mulai menyusun semua hasil masakannya di atas meja.Junot dari tadi hanya mengaduk-aduk nasi dan beberapa lauk di piringnya. Sementara Lilian yang kelaparan, tidak memperhatikan Junot sama sekali.Setelah piringnya kosong, barulah gadis itu menegakkan kepalanya.Dirinya pun kaget dengan apa yang dilakukan oleh Junot."Mas Junot ! Ya ampun Mas, kamu ngapain sih dari tadi? Bukannya makan!" kesalnya lalu menatap tajam ke arah pria itu. Sedangkan Junot yang me
Di dalam kamar,Lilian akhirnya terbangun. Dia terlihat mulai menggeliatkan tubuhnya lalu melihat sekelilingnya, mencoba mengingat kembali, dia sedang berada di mana."Tadi bukannya aku sedang berada di di kamar Mas junot? Aku kan tadi sedang menjaganya karena dia masih belum siuman. Tapi sekarang, kok jadi aku yang terbaring di atas ranjang?" serunya, bingung sendiri.Lilian lalu meraih ponselnya, dan melihat jika ada sebuah pesan dari nomor baru, dia lalu membuka pesan itu.Asisten Taufik : "Nona, ini saya Asisten Taufik, asisten Tuan Junot. Maaf jika saya lancang mengirim pesan kepada Anda. Akan tetapi sepertinya, hal ini sangat penting. Saya rasa Anda patut mengetahuinya. Ini mengenai kondisi Tuan Muda. Sudah beberapa bulan terakhir ini Tuan Junot menderita penyakit maag akut. Hal itu terjadi, karena Tuan Junot tidak teratur makan. Dokter sudah memperingatkannya namun Tuan Muda, tidak pernah mau mendengar perkataan saya maupun perkataan dokter Adi. Akan tetapi saya sangat yakin j
Lilian berjalan keluar dari kafe itu dengan langkah santai. Dirinya sedang menunggu taksi online yang tadi baru saja dia pesan.Junot yang juga baru selesai meeting melihat Lilian yang berada di depan sebuah kafe tepat di sebelah restoran tempat dirinya meeting.Junot yang ingin masuk ke dalam mobilnya dan mencoba untuk tidak mempedulikan Lilian, namun tiba-tiba dia mengurungkan niatnya. Karena Junot melihat ada sebuah motor gede yang telah siap-siap ingin menabrak wanita kesayangannya, itu.Namun dengan cepat, Junot berlari menuju ke tempat di mana gadis favorit sedang berdiri. Lalu pria itu pun berteriak,"Lilian, Awas!" Bersamaan dengan itu, Junot segera menghadang tubuh Lilian sehingga dia terlepas dari pemotor yang ingin menabraknya. Alhasil yang jatuh ke tanah dan terkena senggolan pemotor itu adalah Junot."Tuan Muda!" teriak, Asisten Taufik. Dia segera menelpon anak buahnya untuk mengejar pemotor tersebut.Asisten Taufik :"Segera kejar orang itu!"Anak buah :"Siap, Tuan."Se
"Hei! Kamu kok melamun terus, sih? Udah bosan belajarnya? Kalau memang iya, jangan dipaksain." tutur Doan, kepada Lilian. Saat ini keduanya sedang berada di sebuah kafe. Seperti biasa, disela-sela kesibukannya Doan membantu Lilian mengerjakan tugas-tugas kuliahnya."Enggak kok, Kak." lirihnya."Hei, kamu jangan bohong. Kakak tahu sifatmu! Biasanya kamu periang dan semangat gitu. Tapi sekarang kok berbeda?""Aku nggak apa-apa kok, Kak." ujarnya, menutupi kegalauan hatinya."Kamu sudah tonton video yang Kakak kirim kemarin?" selidik, Doan. Dia curiga perubahan sikap Lilian gara-gara video itu."Su ... sudah," jawabnya, singkat."Terus setelah kamu menonton video itu, makanya sikapmu berubah seperti ini, benar nggak tebakan, Kakak?""Aku tidak mau membahasnya, Kak." "Lil, kakak mau tanya sama kamu. Apakah kamu masih mencintai Junot?""Aku tidak mau membahasnya, Kak. Please ..." serunya, memelas."Baiklah." sahut, Doan.Namun Doan masih bisa merasakan kesedihan hati adik angkatnya itu.