GADIS DESA PENAKLUK HATI TUAN MUDA

GADIS DESA PENAKLUK HATI TUAN MUDA

last updateLast Updated : 2025-02-16
By:  Zemira FortunatusCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
96Chapters
889views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Bacaan dewasa 21 tahun ke atas. Kisah perjuangan dua orang gadis desa yang ingin merubah nasib mereka di kota besar. Namun dalam perjalanan menuju kesuksesan mereka dicintai secara ugal-ugalan oleh anak orang berada yang dapat dikategorikan sebagai konglomerat. Para tuan muda tersebut pun terobsesi untuk menaklukkan hati keduanya. Mungkinkah gadis-gadis itu tergoda akan kehadiran dua sosok pria ini? Ataukah mereka malah terjebak pada pesonanya? Bagaimana dengan misi awal dari kedua gadis desa yang ingin menjadi wanita sukses? Penasaran kelanjutannya? Yuk, silahkan dibaca! Plagiarisme melanggar undang-undang hak cipta nomor 28 tahun 2014.

View More

Chapter 1

BAB. 1 Nekat

Dahlia dan Lilian adalah dua orang gadis cantik asal Bogor yang tinggal bersama sang nenek. Mereka adalah anak korban perceraian dari kedua orangtuanya yang

menikah lagi dan telah memiliki pasangan masing-masing serta tinggal di kota lain.

Sehingga sejak kecil, mereka diasuh oleh nenek Rukmini di sebuah rumah yang sangat sederhana.

Dahlia berwatak keras, sembrono, dan sedikit tegas. Sedangkan Lilian berwatak lembut, pemalu, dan ramah. Saat ini, keduanya telah duduk di bangku SMA kelas tiga dan beberapa bulan lagi akan menamatkan pendidikan mereka di sana.

Usia sang nenek sudah sangat renta dan sering sakit-sakitan. Selama ini, Nenek Rukmini menghidupi kedua cucunya dengan berjualan keripik talas khas camilan daerah Bogor dengan cara berkeliling kampung. Dahlia dan Lilian juga membantu Nenek Rukmini dalam mengolah dan menjual keripik tersebut. Meskipun sudah tua, Nenek Rukmini selalu berusaha kuat dan sehat demi kedua cucunya tercinta.

Hari Senin yang cerah di sebuah SMA Negeri Bogor,

Hari ini adalah pengumuman kelulusan bagi Lilian dan Dahlia. Keduanya dinyatakan lulus dari sekolah dengan nilai yang memuaskan.

Di suatu siang di rumah mereka, Dahlia berkata kepada Lilian.

“Lilian, aku ingin ke Jakarta untuk mencari lowongan kerja di sana. Apakah kamu mau ikut denganku?” seru Lilian antusias.

“Nih, kamu baca dulu, deh.”

Dahlia pun menyodorkan sebuah kertas lowongan kerja yang tadi dibagikan oleh orang-orang di pinggir jalan.

Lilian lalu membaca selebaran itu dengan teliti. Seketika timbul keraguan dalam dirinya. Dia pun berkata,

“Dahlia, sepertinya informasi ini tidak lengkap. Aku takut kita nyasar. Apalagi Jakarta adalah kota besar,” seru Lilian cemas dengan keinginan saudaranya.

“Kamu ini! Penakut banget, deh!” ketus Lilian.

“Dahlia aku bukannya takut, hanya saja informasi tentang lowongan kerja itu tidak ada kejelasan sama sekali. Lagian Nenek juga belum tentu mengizinkan kita untuk pergi ke sana,” serunya khawatir.

“Soal izin dari Nenek, serahin sama aku. Biar aku yang membujuknya,” seru Lilian tegas.

“Ya ampun Dahlia. Kamu sangat nekat. Aku mikir-mikir dulu deh,” tukas Lilian.

“Yaelah, Lilian! Kamu mikirin apa lagi sih? Heran deh! Apakah kamu mau hidup kita seperti ini saja? Tidak ada perkembangan sama sekali! Apa kamu nggak pernah bermimpi ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih baik? Apakah kamu nggak mau membuktikan kepada orang-orang yang selalu menyepelekan kita, karena kita adalah anak dari korban perceraian dari kedua orang tua kita. Apakah kamu nggak mikir jika kita bisa meraih kesuksesan dari hasil jerih payah kita sendiri? Atau kamu mau Nenek terus saja dianggap remeh oleh orang lain?” tutur Dahlia dengan nada penuh kemarahan.

Seketika Lilian menjadi tersentuh dengan omongan Dahlia yang sesuai dengan kenyataan itu. Dia pun memilih diam dan mencoba berpikir dengan jernih.

“Berpikirlah yang jernih, Lilian. Aku berikan kamu waktu beberapa hari ke depan untuk berpikir. Jika kamu tetap nggak mau pergi ke Jakarta, aku akan nekat pergi sendiri,” seru Dahlia kemudian berlalu dari hadapan saudaranya.

Setelah Dahlia pergi, Lilian pun mulai merenungkan semua perkataan dari saudaranya tadi. Ada rasa sedih di hatinya jika harus meninggalkan Nenek Rukmini sendirian.

Pada suatu siang, sang nenek terbangun dari tidurnya.

“Dahlia, Lilian, kalian sedang membicarakan apa? Sepertinya kalian sedang berdebat.”

Lilian yang melihat neneknya terbangun segera berkata,

“Nenek sudah bangun?”

“Nenek baru saja bangun, tapi tadi nenek mendengar kalian berbicara dan suara Dahlia sedikit mengejutkan Nenek,” tutur Nenek Rukmini.

“Kami akan jelaskan semuanya kepada Nenek, Aku dan Dahlia. tapi tunggu dia pulang dulu dari pasar,” sahut Lilian.

“Oh begitu. Baiklah, Nenek akan menunggunya. Sekarang tolong kamu bantuin Nenek di dapur, kita akan menggoreng keripik untuk dijual besok,” ujar Nenek Rukmini.

“Nek, biar aku saja. Kan Nenek sudah ngajarin aku caranya. Nenek istirahat lagi di dalam kamar,” tukas Lilian

Akan tetapi Nenek Rukmini tidak membiarkan Lilian bekerja sendiri, dengan alasan badannya akan terasa sakit semua jika tidak ada pergerakan.

Sejenak Lilian merasa sedih. Dia menjadi ingat dan memikirkan keinginan Dahlia untuk mengadu nasib di Kota Jakarta. Di tempat tinggal mereka saat ini memang banyak yang pergi mencari pekerjaan di kota. Ada yang berhasil akan tetapi banyak juga yang menyerah dan kembali ke sini, karena tidak tahan dengan kehidupan di kota yang sangat pelik.

Pada malam hari Nenek Rukmini, Lilian dan Dahlia, sedang berkumpul di ruang tamu rumah mereka yang sangat sederhana.

Dahlia pun memulai pembicaraan dengan mengutarakan maksud mereka yang ingin merantau ke Kota Jakarta untuk memperbaiki nasib mereka. Dahlia agak terbata menjelaskan semuanya, takut Nenek Rukmini tidak setuju.

Namun, di luar dugaan, Nenek Rukmini malah setuju dengan ide Dahlia untuk pergi ke Jakarta. Lilian dan Dahlia sontak memeluk Nenek Rukmini, sambil mengucapkan terima kasih dan berjanji akan selalu memberi kabar kepada sang nenek selama mereka mengejar mimpi di kota.

“Dahlia, Lilian. Nenek memberi kalian izin untuk pergi ke Jakarta dan mendoakan semoga apa yang kalian cita-citakan dapat tercapai dengan baik dan sesuai harapan kalian,” ujar sang nenek sambil terus memeluk kedua cucunya. Ada rasa sedih yang menyelimuti hatinya. Akan akan tetapi Nenek Rukmini tidak mau egois. Dia harus merelakan cucu-cucunya untuk meraih mimpi-mimpi mereka.

“Kalau Nenek boleh tahu, kalian bekerja di mana nanti?” tanya sang nenek.

Dahlia tiba-tiba gugup lalu buru-buru menjawab,

“Kami akan bekerja di perusahaan garmen, Nek. Di sana juga telah disediakan tempat tinggal untuk karyawan, jadi nenek tidak perlu khawatir.”

Seketika Lilian kaget dengan perkataan Dahlia. Namun dia tidak dapat berbuat apa-apa karena saudaranya itu telah mengancamnya duluan.

Nenek Rukmini lalu melangkah masuk ke dalam kamar, kemudian Beliau keluar dan memberikan kepada cucunya sebuah buku tabungan masing-masing.

“Ini ada simpanan Nenek, untuk kalian berdua. Selama ini kalian telah membantu Nenek berjualan. Maka dari itu Nenek menyisihkan sebagian untuk ditabung. Kalian pergunakan uang ini dengan baik,” ucapnya.

“Nenek harapkan juga kalian bisa melanjutkan pendidikan kalian ke jenjang sarjana,” harap sang nenek.

Mendengar perkataan nenek Rukmini, keduanya sontak bersimpuh di hadapan sang nenek sambil menangis terisak-isak. Mereka sangat terharu atas apa yang telah nenek lakukan kepada mereka selama ini. Nenek Rukmini kembali menasihati kedua cucunya agar selama di kota, mereka dapat menjaga diri dan jangan mudah terjerumus dengan pergaulan bebas. Keduanya pun mengangguk mendengarkan semua nasihat dari sang nenek. Keduanya bertekad akan menjaga nama baik keluarga mereka terutama Nenek Rukmini, satu-satunya keluarga mereka yang ada di dunia ini.

Saat ini Nenek Rukmini tidur duluan di dalam kamar, sedangkan Dahlia dan Lilian masih terjaga.

“Dahlia, kok kamu bohong kepada nenek tentang tempat tinggal kita di Kota Jakarta?” tanya Lilian dengan khawatir.

“Hei, kecilkan suaramu. Nanti nenek mendengar!” ujar Dahlia tajam sambil menatap ke arah adiknya.

“Jika nenek tahu kita ke sana belum ada tempat tinggal, pasti nenek nggak bakalan izinin kita untuk pergi!” ujar Dahlia dengan setengah berbisik.

“Kamu tenang saja, kita punya ini,” Dahlia menunjukkan buku tabungan dan ATM di dalamnya kepada Lilian.

“Tapi kita tidak tahu bagaimana cara memakai kartu itu, Dahlia,” seru Lilian.

“Udah, kamu tenang saja. Kita bisa bertanya kepada orang-orang di kota bagaimana cara menggunakannya,” seru Dahlia lagi-lagi meyakinkan Lilian.

Namun jauh di lubuk hati Lilian, dia sedikit ragu akan keberangkatan mereka ke kota yang terkesan terburu-buru dan disertai dengan kebohongan dari Dahlia. Namun sebisa mungkin Lilian mencoba menepis rasa keraguannya dengan meyakinkan dirinya sendiri bahwa langkah yang mereka tempuh untuk mengadu nasib di kota adalah langkah yang tepat.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
ZekWar77
lanjut thor
2025-01-02 14:50:34
0
user avatar
agneslovely2014
Semangat updatenya Kk Othor ......
2024-12-28 16:52:37
1
96 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status