Share

Bab 7

Bianca berinisiatif untuk ikut membersihkan rumah. Sebuah vacum cleaner dia tenteng dan mulai menyedot debu di setiap inci ruangan itu. Walaupun pelayan yang lain memakai seragam sedangkan dia hanya memakai terusan selutut, tapi tidak menyurutkan semangatnya.

"Peduli amat yang punya rumah ini otaknya keruh kaya air comberan, aku tetap harus berpikiran waras," gumam Bianca sambil membungkuk dan terus menggerakkan alat penyedot itu ke sana sini.

Duk!

Ujung penyedot itu bertabrakan dengan ujung sepatu canvas putih. Bianca sontak menghentikan gerakannya, lalu tubuhnya dia tegakkan sempurna. Pandangannya mendarat pada senyuman manis yang tersungging di bibir Rey.

"Hai, rajin amat. Udah dikasih tugas tambahan sama Kak Danish?" celotehnya dengan wajah manis. Bahu Bianca mengendur.

"Aku kira si Tuan Mesum," ujar Bianca. Mendengar itu Rey tertawa renyah.

"Apa? Siapa Tuan Mesum? Kamu, lagi. Apa yang kamu tertawakan?!"

Sebuah pukulan pelan mendarat di kepala belakang Rey. Melihat siapa yang datang, Bianca memutar bola mata.

"Panjang umurnya, ni, orang," umpat Bianca lirih.

"Hei, kau masih berani mengumpat di depanku?"

Danish berdiri dengan pongah. Bianca tersenyum malas. Walaupun ingin Bianca akui jika lelaki itu terlihat sangat tampan dengan stelan blazer abu tua dan rambutnya diikat dengan rapi.

'Ya Tuhan, kenapa mahluk mesum ini begitu ganteng?' batinnya.

"Maaf, Tuan, saya hanya bercanda. Silakan lewat, saya mau meneruskan membersihkan rumah ini, agar orang-orang di sini berpikiran bersih," pamit Bianca  berjalan mundur sambil menarik alat penyedot debu.

"Hei, Bianca, tunggu sebentar!" panggil Rey. Bianca yang sudah hampir masuk ke ruang sebelah menghentikan langkahnya. Matanya menatap penuh tanya pada lelaki berkaos putih ditutupi blazer hitam itu.

"Hei, kau mau apa sama dia?" teriak Danish dengan kening berkerut. Rey hanya menjawab dengan lambaian tangan. Danish tampak berdecak sebal.

"Bianca, kamu mau jadi staff di kantorku? Dengan gaji yang kuberikan kau bisa melunasi hutang pada kakakku," ujar Rey. Mata Bianca terlihat berbinar bahagia.

"Benarkah? Ta-tapi ... aku hanya lulusan SMA. Pekerjaan apa yang bisa aku handle nantinya?" jawab Bianca ragu.

"Hei, rupanya kau sudah selangkah lebih maju, Rey! Tapi sorry, Bianca itu milikku. Jadi, kau harus mendapatkan izin dulu sebelum mempekerjakan dia. Dan sayangnya aku tidak mengizinkan itu!" ucap Danish sambil melangkah maju mendekati Bianca.

"Dan kau ... giatlah bekerja, karena kau harus membayar hutang itu lengkap dengan bunga yang bertambah setiap harinya," ucap Danish sambil menepuk pundak Bianca. Mendengar itu, mata Bianca  langsung melotot.

"Dasar lintah darat mesum tak berperikemanusiaan!" umpat Bianca lirih tapi sukses membuat Rey tertawa terpingkal. Sementara Danish tersenyum sinis dan berlalu ke garasi.

"Kau gadis pemberani, Bianca. Hanya kau yang berani menyebut kakakku seperti itu." Rey mendekat ke arah gadis berkuncir kuda itu.

"Tenang, aku akan mencari cara agar Kak Danish mengizinkanmu bekerja padaku." Rey tersenyum manis kemudian berlalu.

"Emh ... Rey!" panggil Bianca. Lelaki itu membalikkan badannya. Alisnya bertaut.

"Ya?"

"Apa kau tidak bisa meminjamkan aku uang sebanyak hutangku pada kakakmu?" tanya Bianca memelas. Rey tersenyum menggoda.

"Bisa saja, sih. Tapi ada syaratnya." Rey mengedipkan mata.

"Apa syaratnya?" Bianca tampak penasaran. Dia berharap lelaki di hadapannya ini bisa mengeluarkannya dari masalah pelik. Rey semakin mendekat.

"Asal kau mau menjadi milikku," bisik Rey di samping telinga Bianca. Gadis itu melotot dan mengangkat gagang penyedot debu itu tinggi-tinggi hingga sejajar dengan kepala Rey.

"Dasar! Kakak dan adik sama saja mesumnya. Sini aku bersihkan kotoran yang menempel di otakmu!" teriak Bianca. Rey terkikik dan berlari  menuju garasi.

Sepeninggal dua lelaki itu Bianca kembali melanjutkan pekerjaannya. Dia terlihat memaju mundurkan gagang penyedot debu itu sambil menggerutu kesal karena kelakuan kakak beradik itu. Semakin lama gerutuan itu menghilang, berganti nyayian indah dari bibir mungilnya.

Beres satu ruangan, Bianca hendak berpindah pada sebuah ruangan. Namun, seorang lelaki tua yang tampak duduk dengan tenang sambil menatap ke luar jendela menarik perhatiannya. Bianca mendekat dan menyapanya.

"Maaf, Tuan, saya mau membersihkan ruangan ini. Tapi ... jika saya mengganggu, saya bisa melakukannya lain kali," ucap Bianca seraya berbalik.

"Hei, tunggu. Kemarilah!" panggilnya seraya melambaikan tangan. Bianca kembali membalikkan badannya lalu membungkuk memberi hormat pada lelaki itu.

"Sini! Duduk di sini denganku," ucapnya sambil menepuk sebuah sofa kecil di sampingnya. Bianca mengangguk kemudian duduk di samping lelaki itu.

"Kamu pelayan di sini?" tanyanya dan menatap Bianca lekat. Gadis itu mengangguk.

Bianca menatap lelaki di sampingnya yang kembali menatap ke luar sambil menghela napas perlahan.

"Kamu ada di sini setiap hari 'kan? Apakah kamu bisa melihat anak-anakku bahagia?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya.

"Jadi, anda adalah ayahnya Tuan Danish dan Rey?" Bianca balik bertanya. Lelaki itu tersenyum lalu mengangguk pelan.

"Mungkin karena dosa-dosa yang telah aku perbuat hingga mereka makin menjauh dariku. Bahkan mereka tidak mau melihatku saat aku sakit." Bianca merasa serba salah untu menanggapinya. Mereka baru bertemu tapi lelaki itu dengan enteng mencurahkan keluh kesahnya.

"Ma-maaf Tuan. Mungkin Anda bisa mengatakannya pada mereka. Sepertinya Anda begitu merindukan kehadiran putra Anda. Tunggulah sampai mereka kembali dari bekerja, lalu kalian bisa makan malam bersama." Bianca coba menghibur. Namun, lelaki jangkung itu menggeleng pelan.

"Mereka, terutama Danish tidak mengharapkan kehadiranku.  Melihat kedatanganku saja mereka segera pergi," ucapnya lagi. Bianca bisa melihat kesedihan di wajah tua itu. Akan tetapi dia tidak mengetahui seluk-beluk permasalahan di antara ayah dan anak itu.

"Danish menjadi seperti itu ... dan Rey juga berubah," ujarnya lagi. Bianca kembali menatap lelaki di sampjngnya.

"Menjadi seperti itu, maksudnya?" Bianca dengan lancang bertanya. Sudah kepalang tanggung dia mengetahui tentang Danish juga Rey.

"Danish jadi suka main perempuan. Di usianya yang sekarang dia tidak mau menikah. Hanya berpindah dari satu perempuan ke perempuan lainnya. Sebagai orang beragama, aku takut dia terjerumus makin dalam." Lelaki itu menjeda dan membuang napas kasar.

Sebuah dering dari ponsel mengalihkan perhatian ĺelaki tua itu. Dia merogoh sakunya melihat layar ponsel itu sekilas lalu menempelkan di telinga kirinya.

"Ya? Ok, sebentar lagi aku ke situ."

Klik!

Lelaki itu mematikan ponselnya lalu bangkit.

"Terima kasih sudah mau mendengarkan aku. Aku menceritakan ini semua karena tadi saat ke sini, sekilas aku bisa melihat pandangan Danish padamu. Dia memperhatikanmu dari jauh. Aku pikir dia menyukaimu," ucapnya sambil mengelus puncak kepala Bianca. Mata gadis itu membulat tak percaya.

Beberapa langkah berjalan, lelaki itu membalikkan tubuhnya.

"Namaku Demian, sampai ketemu lain waktu," ucapnya . Seulas senyum tersungging di bibirnya. Bianca pun mengangguk hormat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status