Share

Bab 8

"Bianca, tolong pilah setiap sayuran yang baru saja kau beli. Cuci lalu kau masukan ke wadah-wadah seperti biasanya. Jangan lupa langsung masukan ke kulkas," pinta sang juru masak saat melihat kedatangan Bianca dari pasar moderen. Gadis itu tersenyum dan mengangguk.

Bianca segera duduk dan menaruh aneka sayuran itu di meja. Tangannya begitu cekatan memilah. Tak perlu waktu lama semuanya sudah selesai dipilah dan dicuci.

"Bianca, bisa minta tolong?" panggil Yuni. Bianca yang baru menutup kulkas langsung menoleh.

"Ya, Mbak?"

"Tolong masukan baju-baju Tuan Rey juga Tuan Danish ke lemari mereka. Baju-bajunya ada di ruang laundry. Tolong, ya, aku ada perlu dulu," jelas Yuni.

"Siap, Mbak!" jawab Bianca.

Yuni melenggang, meninggalkan Bianca yang tampak malas harus memasuki kamar sang tuan walaupun mereka belum kembali dari kantor.

Bianca mengambil setumpuk kaos dalam, celana dalam juga baju-baju yang biasa dipakai di rumah. Gadis itu menaruh ke dalam box agar lebih mudah membawanya.

"Ini sepertinya punya Rey, karena ukuran bajunya lebih kecil. Dan yang itu sepertinya punya si Tuan Mesum karena badannya jauh lebih besar," gumam Bianca berbicara pada diri sendiri.

Sejenak Bianca teringat akan ibunya. Dia yakin, jika sang ayah mengatakan suatu alasan agar sang ibu tidak khawatir. Mungkin mengatakan jika Bianca bekerja ke luar kota atau mungkin alasan lainnya. Gadis itu menghela napas dalam dan mengembuskannya perlahan.

Dia tidak menyangka jika Tyo akan bertindak keterlaluan dengan menjualnya pada Danish. Namun, setidaknya sekarang dia merasa jauh lebih aman karena tidak harus bertemu dengan orang yang selalu memerasnya itu. Akan tetapi, kerinduannya pada sang ibu begitu menyiksa.

"Tunggu Bianca, ya, Bu. Bianca akan segera menjemput Ibu dari sana," gumamnya lirih. Setitik air jatuh dari sudut matanya tepat mengenai lengannya yang berkulit putih. Bianca tersadar dan segera bangkit meraih dua buah boks berukuran sedang, menumpuknya dan dibawa dalam dekapannya.

Sebelum memasuki kamar Rey, tak lupa dia mengetuk dulu. Tak ada jawaban.

"Aku seperti orang bodoh, mengetuk pintu kamar yang tak berpenghuni. Mana ada jawaban," gumamnya lagi.

Dengan sikutnya, Bianca menekan gagang pintu agar terbuka.

Kriet!

Sepi. Tak ada siapa pun di sana. Bianca segera menaruh boks itu di meja. Mengambil tumpukannya dan segera menaruhnya ke dalam lemari.

"Beres! Tinggal punya si Tuan Mesum," ujar Bianca sambil menepuk-nepuk kedua tangannya seolah baju-baju itu berdebu.

Bianca meraih boks itu ke dalam dekapannya. Dia keluar dari kamar itu dan segera menuju kamar Danish. Dari jarak beberapa langkah terlihat jika pintu itu terbuka sedikit. Sepertinya Danish tidak menutup rapat saat berangkat tadi, pikir Bianca.  Dia segera meluncur tanpa pikir panjang.

Kriet!

Blam!

Pintu terbuka menunjukkan pemandangan yang membuat Bianca terpaku. Boks dalam genggamannya terjatuh ke lantai, mengeluarkan bunyi bedebum. Membuat dua insan yang sedang bergumul di atas ranjang terperanjat kaget.  

"Bianca?"

Danish tampak kaget dan meraih selimut untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Bianca membuang muka dan segera meninggalkan ruangan itu, juga pakaian yang berserakan di lantai.

Danish segera meraih baju dan memakainya. Dia berniat mengejar gadis yang tanpa sengaja melihat pergumulannya di tempat tidur.

"Danish, kau mau ke mana? Kita bahkan belum selesai!" ujar wanita cantik di atas ranjang. Danish menolehnya sekilas.

"Kita sudah memilih tempat yang salah, Barbara. Sudah kubilang, sebaiknya di hotel saja!" umpat Danis lalu beranjak pergi. Wanita yang dipanggil Barbara itu mendengkus karena kesal ditinggalkan di separuh perjalanan.

.

Bianca berdiri menghadap kolam ikan koi sambil mengatur napasnya yang tersengal. Debaran di dadanya berdetak kencang. Beberapa kali dia memejamkan mata dan mengembuskan napas untuk menghilangkan kekalutan pikirannya.

Sebuah pemandangan menjijikan yang tak sengaja dilihatnya. Dia menggeleng cepat. Berharap bayangan itu segera hilang dari kepalanya. Namun, bayangan kedua orang yang saling mencumbu dengan panas itu sepertinya enggan pergi dari otaknya. Malah makin tergambar jelas saat sang wanita menggelinjang bagai cacing kepanasan dengan desahan yang membuat Bianca makin jijik. Sentuhan, gigitan dan gerakan erotis yang ditunjukkan Danish, entah mengapa membuatnya sakit.

"Hei, kau di sini rupanya." Sebuah suara menyadarkan Bianca dari asyiknya melamun. Gadis itu tersentak kaget. Dia tidak menyangka sama sekali jika lelaki itu akan menyusulnya ke sana.

"Kenapa ke sini? Pergi sana! Bukannya kau sedang menikmati cumbuan pacarmu?" sindir Bianca. Lelaki itu tersenyum hambar. Dia semakin mendekati gadis bertubuh mungil itu.

"Hei, aku bisa mendengar nada cemburu dari kalimatmu!" ujar Danish. Bianca melengos.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status