Share

Bab 6

Setelah kepergian Rey, Bianca segera masuk. Matanya terbelalak saat melihat interior kamar itu. Sebuah kamar yang begitu girly. Bianca seperti ada di sebuah kamar dalam drama korea yang sering ditontonnya. Semua perabotan terbuat dati kayu yang dicat putih. Ranjang berukuran sedang dengan sprei dan bed cover berwarna pink lembut. Kasurnya tampak begitu empuk.

Sebuah pintu lagi ada dipojok. Saat Bianca membukanya, tampak kamar mandi dengan bathtub putih terdapat di sana.

Bianca memang sudah merasa tidak nyaman, karena belum mandi lagi sejak datang tadi pagi. Dia segera membuka pakaiannya dan berendam dalam air hangat.

Lima belas menit berlalu, Bianca bangkit dan meraih handuk yang sudah tersedia di sana. Dia keluar dari kamar mandi tepat saat pintu kamarnya pun terbuka. Dua pasang mata itu bertemu.

"Aaaaww!" Bianca refleks menjerit saat sadar siapa yang masuk. Dia ceroboh dengan tidak mengunci pintu kamar itu.

"Pergi kau! Dasar mesum!" teriak Bianca.

Danish tersenyum sinis. Sebuah paper bag dalam tentengan tangan kirinya dia lempar ke atas kasur.

"Ini baju buat kamu. Apakah kau akan pakai baju yang tadi seharian?"

Danish mendekat pada gadis itu. Bianca terlihat gugup dan memegangi ujung handuknya.

"Kau mau apa?" tanya Bianca gelagapan. Matanya melotot saat tangan besar dan berotot itu menjulur ke wajahnya.

Pergi atau kutendang lagi, kau!"

Teriakan Bianca terhenti seketika, saat jari besar itu mengelus ujung matanya.

"Kau mandi atau apa? Kotoran mata sebesar ini tak kau bersihkan," ucap Danish lalu mengelapkan tangannya pada handuk yang dipakai Bianca.

Gadis itu tampak gugup karena malu. Danish membalikan tubuhnya dan berlalu.

"Cepat pakai baju! Aku tunggu kamu di ruang makan!" titahnya lalu menutup pintu. Bianca menarik napas lega.

Dia membuka paper bag yang tergeletak di atas kasur.

Beberapa dress selutut dengan model sederhana tapi manis ada di sana. Sebuah dress warna biru langit menarik perhatiannya. Modelnya begitu cantik. Bianca mencobanya sambil menatap diri di cermin. Cantik. Baju itu begitu pas melekat di tubuhnya.

Sejenak Bianca berpikir, bagaimana seorang lelaki bisa memilih baju yang begitu pas untuk seorang wanita. 'Ah, bodo amat,' pikirnya lagi.

.

"Kak Danish," panggil Rey pada kakaknya yang duduk sambil menonton pertunjukan balap mobil di TV. Danish menoleh sekilas.

"Hmm," jawabnya. Rey mengempaskan tubuhnya di sofa tepat di samping sang kakak.

"Apa yang akan kau lakukan pada gadis itu selanjutnya? Usahamu sepertinya akan sulit. Dia bukan perempuan yang mudah kau taklukkan." Rey menatap pada kakaknya yang masih fokus menonton balapan.

"Jangan panggil aku Danish, jika tidak bisa menaklukan perempuan," jawabnya datar. Rey tertawa kecil.

"Sepertinya kau harus menikahinya dulu sebelum mengajaknya ke tempat tidur." Rey kembali melirik ke arah kakaknya. Danish tersenyum kecut.

"Tidak ada dalam kamusku untuk menikah muda. Aku masih bisa bersenang-senang dengan banyak wanita. Aku tidak mau terikat hanya pada satu wanita. Heh, membosankan!" umpatnya lirih.

"Wow ... wow ... kakakku memang tidak pernah berubah. Bagimana kalau dia untukku saja?" bisik Rey.

Suasana mendadak serius. Danish menekan tombol mute pada remote di genggamannya.

"Apa kau bilang?" Matanya menyipit. Tatapannya terlihat nyalang.

"Oww ... oww ... aku hanya bercanda, Kak." Rey terkekeh.

"Eheemm!" Sebuah dehaman membuyarkan kekakuan di antara kakak beradik itu. Mereka kompak menoleh ke sumber suara.

"Tuan Danish, bolehkah aku berbicara." Bianca berdiri dengan kikuk. Dua pasang mata menatapnya dengan kagum.

"Hei, Bianca. Kamu cantik sekali!" seru Rey. Danish meliriknya dengan tatapan tidak suka.

"Bicaralah dari sana. Aku tidak mau terkena tendanganmu lagi," ujar lelaki berusia tiga puluh itu. Bianca memutar bola matanya, jengah.

"Aku mengajukan diri untuk jadi pembantu saja di rumah ini. Tak peduli jika aku harus kerja seumur hidupku. Asalkan kau tidak memintaku yang tidak-tidak," ujar Bianca gugup. Danish menatapnya sinis.

"Terserah kau. Lakukan saja yang kamu mau!" jawabnya lalu bangkit menuju ruang makan. Bianca mengekorinya dari belakang.

"Kalau begitu, apakah saya harus pakai seragam seperti mbak-mbak yang membersihkan rumah ini?" tanya Bianca.

"Terserah!"

"Lalu pekerjaanku apa, nanti?"

"Terserah!"

"Lho, kok terserah, sih? Setidaknya kau sebutkan sebuah tugas untukku," rengek Bianca.

Tubuh Bianca menubruk Danish yang berhenti tiba-tiba. Lelaki bertinggi 185 senti itu menoleh ke belakang.

"Oke, mulai besok kau layani aku di tempat tidur!"

Mata Bianca melotot  mendengar ucapan Danish.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status