Sebelum berangkat ke toko, Kim membelokkan mobil ke restoran yang menyediakan sarapan pagi. Sesuai dengan instruksi majikannya sebelum sampai di kediaman Olivia tadi."Anda yakin toko gaun pengantin sudah buka jam segini, Pak?" tanya Kim saat baru beranjak dari kediaman Ronan."Sebelum menentukan gaun mana yang dia pakai, aku harus pastikan si pembuat onar itu makan pagi dengan benar. Atau dia hanya akan membuat malu saja nanti dengan tingkahnya!" Ronan menjawab tenang.Kim tersenyum tipis. Pikirannya mulai bermain-main sendiri. Sepertinya majikannya ingin membiasakan diri makan bersama calon istrinya. Atau mungkin juga sudah merasa tidak sabar untuk bertemu wanitanya. Bisa saja pria dengan gengsi yang besar itu tidak tidur semalaman dan ingin segera bertemu, hingga pagi-pagi seperti itu harus mencari alasan agar bisa bertemu dengan Olivia."Hentikan pikiran kotormu itu, Kim! Atau kubelah dua kepalamu dan memberikan isinya pada gadis itu. Kalian terlihat mirip akhir-akhir ini!" Kim m
Mobil kembali melaju ke jalanan. Suasana menjadi hening di dalam mobil. Ronan menyandarkan diri pada sandaran kursi penumpang melirik gadisnya yang menatap ke arah jendela.Ronan teringat saat ibu dan ayahnya memintanya datang untuk makan malam di rumah besar mereka. Saat itu Silvia baru beberapa hari diterima oleh keluarga itu. Ayahnya ingin Ronan juga bisa akrab dan menjadi kakak laki-laki yang baik terhadap adiknya."Kau suka makanannya, Sayang?" Martin yang biasanya tegas dan arogan, terlihat sangat lembut pada putrinya.Laura dan Ronan saling melirik, risih melihat pria tua itu terlalu berlebihan dalam memperlakukan anak kandungnya."Makanannya enak, Ayah. Aku bisa memakan semuanya tanpa harus takut memikirkan, apakah besok aku masih bisa makan atau tidak." Silvia mulai berakting sedih."Tahukah Ayah, aku bahkan tak pernah sarapan pagi selama ini. Aku selalu menghemat uangku agar bisa bertahan hidup. Jika sedang tidak bekerja, aku akan bangun tidur lebih lama agar tidak terasa la
Ronan langsung mengalihkan pandangan dari wanita yang baru saja dia lihat. Lalu menyapa ibunya tanpa mendekat. Pria itu seperti biasa selalu bersikap dingin pada siapa saja yang dia temui. Terlebih lagi orang yang dia benci."Aku harap Ibu tidak terlalu lama menunggu kami." Ronan berbicara dengan ibunya dengan mata menyipit.Pria itu butuh penjelasan, kenapa ada wanita lain selain Armaya yang mendampingi ibunya kali ini."Kita bertemu lagi, Ronan. Aku tidak tahu kalau kau juga akan menemui Bibi Laura di sini." Wanita berambut pendek dan berpenampilan serba elegan itu tersenyum ramah pada Ronan."Ronan hanya melirik sinis. Sama sekali tak menggubris sapaan dari lawan bicaranya.""Ronan yang memintaku datang, Cleo." Laura menyahut. Tahu bahwa Ronan enggan berbicara lagi pada wanita itu. "Kami akan memilih gaun pengantin untuk pernikahan Ronan." Laura menarik sudut bibirnya dengan lirikan yang tajam pada Cleo."Menikah?" Cleo menatap Laura dengan heran. Kemudian wanita itu berjalan pelan
Laura sampai mengernyit mendengar jawaban polos gadis itu. Bukannya memohon, bersikap baik atau menjilat, gadis itu hanya pasrah seolah penilaian wanita itu tidak ada artinya buat dia.Tentu saja Olivia bersikap tenang. Bagaimanapun cara orang-orang kaya itu bersikap dan memperlakukannya, sudah pasti memiliki maksud dan tujuan. Baik Ronan ataupun Laura, Olivia tak lagi peduli mereka memanfaatkannya untuk apa.Hanya enam bulan. Setelah itu dia akan bebas dan tak akan lagi berurusan dengan satu pun di antara mereka.*"Ibu sengaja membawa Cleo ke sini untuk membuatku berubah pikiran?" Ronan memberikan pertanyaan berupa sindiran saat Olivia pergi ke ruangan lain untuk mengganti pakaian."Kau menuduh Ibu?""Bukankah itu sudah lima tahun yang lalu? Lalu tiba-tiba saja kalian bertemu. Ibu ingin menunjukkan pada Olivia bahwa wanita seperti itu yang pantas menikah denganku?""Ronan, Ibu__""Ibu bisa meihat bagaimana cara Cleo memandang jijik pada Olivia!" Ronan tampak murka. "Kau mengintimid
"Kenapa anda tidak jadi menikahi wanita itu, Pak?" Olivia memberanikan diri bertanya saat mobil sedang melaju."Apa pedulimu?" Seperti biasa Ronan selalu bersikap dingin."Aku hanya bertanya." Olivia berucap pelan, lalu membuang pandangan ke arah jendela.Gadis itu menyadari, wanita yang tadi dilihatnya membuat pikiran pria di sampingnya jadi terganggu. Bahkan kini terlihat marah, meski Olivia tak membuat kesalahan."Karena wanita itu, kan?" Olivia kembali menoleh ke arah Ronan. "Anda menikahiku hanya untuk membalas dendam padanya, bukan? Wanita itu pasti wanita yang gagal anda dapatkan. Hingga anda memaksaku menikah hanya untuk membuatnya merasa cemburu. Bukankah begitu?" Olivia berusaha meyakinkan dirinya sendiri."Bicara apa kau?" "Seharusnya anda mencari gadis yang lebih dari wanita itu. Bukan aku."Ronan menoleh dan menatapnya dengan tatapan hendak membunuh."Jangan sok tahu. Diamlah, atau kerobek mulutmu itu!""Anda pikir wanita itu akan marah melihat anda menikahiku? Justru di
Pria itu menyipit, lalu mengambil benda tipis itu dari tangan Olivia."Pelan-pelan, Pak Steve." Olivia melirik nametag di dada kiri petugas itu. "Kau bisa saja merusaknya."Steve berdecak."Tunggu di sini!" Steve memberi perintah, lalu berjalan untuk menemui seorang wanita penjaga kasir."Tolong periksa ini, cantik!" Steve memberikan kartu itu pada wanita yang berdiri di balik meja dengan tatapan menggoda.Hanya butuh beberapa detik saja, wanita itu tercengang. Hanya dengan memegangnya saja kasir itu tahu milik siapa benda yang dia pegang.Dia meminta Steve mendekat dan membisikkan sesuatu.Mata Olivia berkeliling ke setiap sudut bangunan. Lalu berhenti saat Steve kembali dan memintanya untuk segera masuk.Olivia tersenyum puas, lalu berjalan mengikuti arahan Steve. Olivia digiring menuju sebuah ruangan. Hingga Olivia sadar ada sesuatu yang aneh yang dia rasakan.Dua orang petugas lagi datang dan ikut menggiringnya. Hingga akhirnya Olivia didorong paksa ke sebuah ruangan sempit."Kena
Suara dering ponsel terdengar dari saku jas milik Ronan. Pria itu langsung melirik arloji setelah melihat nomor telepon dari kantor yang memanggil."Aku belum terlambat, kan?" Ronan langsung bertanya karena dia masih memiliki waktu untuk memimpin rapat."Maafkan aku, Pak. Aku tidak bermaksud mengganggu anda. Tapi bukan itu yang ingin aku sampaikan," sahut suara wanita dari seberang sana."Jangan bertele-tele. Ada masalah apa?""Seseorang dari toko pakaian memberitahu bahwa mereka menangkap maling yang sudah mencuri kartu debit anda. Sekarang mereka sedang mengurungnya di gudang. Apa yang harus aku katakan pada mereka, Pak? Anda ingin menyerahkannya pada polisi?""Apa katamu? Mereka mengurungnya?" Tangan Ronan mengepal kuat. "Batalkan rapat hari ini!" Ronan langsung menutup sambungan telepon."Kim! Kembali ke toko!"Kim mengerti, lalu membanting stir untuk memutar arah. Dia mengerti, bahwa calon Nyonya mudanya sedang berada dalam masalah. Tak perlu lagi Ronan memberi perintah untuk m
Steve terbelalak. Lalu bersujud hingga tangannya menyentuh lantai."Maafkan aku, Tuan. Aku tidak tahu semua itu. Aku tidak tahu kalau gadis itu adalah tunangan anda. Ampuni aku, Tuan." Steve berteriak histeris, hingga kedua rekannya terkejut. Lalu ikut memohon dan memelas."Bawa aku pergi!" Olivia membuang pandangan, lalu memejamkan mata dengan air yang masih keluar dari sudut matanya."Urus mereka!" Ronan kembali menegaskan pada Kim tentang hukuman ke tiga orang itu. Lalu berjalan menuju pintu keluar.Di balik pintu, Ronan mengentikan langkah. Melihat Sally berdiri ketakutan dengan kaki yang gemetar."Kim!" Ronan berteriak dari luar sana. "Kirim wanita ini ke rumah pelacuran. Pastikan dia tidak bisa keluar dari sana sampai monopouse!"Sally menangis histeris. Berlutut dan memohon ampun. Dia tahu bahwa perintah dari keluarga Ellyas adalah mutlak dan tak akan bisa tersentuh oleh hukum. Dia bahkan berjalan dengan lututnya untuk memohon keringanan hukuman.Ronan tak lagi memedulikan. Dia