Niat hati ingin merajut asa dengan Vellza karena kebaikan hatinya. Sayang, semua rencananya gagal karena suami Vellza ternyata masih hidup. Tentu hal itu membuat Keanu marah besar. Jelas ia cemburu, semua asa yang ingin ia rajut harus pupus ketika Vellza kembali bersama Alfa.
"Kurang ajar! Kenapa dia justru masih hidup? Bukankah semua sudah jelas jika waktu itu dia meninggal!"Tampak jika Keanu marah besar. Tangannya mengepal, urat-urat di tangan terlihat menonjol. Bahkan hembusan nafasnya terdengar naik turun. Jika saja ada barang di hadapannya, sudah dipastikan akan hancur saat itu juga.Mendengar keributan dari kamar kakaknya, Melly bergegas naik. Gaya centil ciri khas pembawaan Melly tak pernah bisa membuat sang kakak marah dalam waktu lama. Maka dari itu, Melly berniat untuk langsung memberikan surprise padanya. Setidaknya sang kakak tidak lagi marah-marah.Tanpa mengetuk pintu, Melly langsung menerobos masuk. Melihat kakaknya berdiri mematunVellza tak menyangka jika Tuhan masih memberikan kesempatan kedua padanya. Alfa yang ia kira sudah meninggal kini tertidur pulas di samping tubuhnya. Tanpa pakaian dan hanya berlapiskan selimut tebal yang menutup tubuh polos mereka."Tuhan, aku mohon jangan kau ambil kebahagiaan ini lagi. Aku sangat mencintai Alfa," ucap Vellza lirih sambil menyentuh selimut miliknya.Vellza sangat takut jika harus berpisah kembali dengan Alfa. Pasalnya banyak orang yang ingin melengserkan posisinya sebagai pemegang saham terbesar di perusahaan Alfa. Sebelumnya Alfa memang telah membuat Vellza mempunyai kedudukan tinggi yang sama dengannya karena meminimalisir kejadian tak terduga. Buktinya, Alfa sempat kecelakaan dan dikabarkan meninggal. Hal itu tentu dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab untuk merebut perusahaan Alfa.Maka dari itu, dari saran dan bantuan Devon semua aset miliknya masih aman. Apalagi pewaris semua kekayaan Alfa sudah beralih atas nama Noah. Putra satu-satunya bersama Vellza
Vellza merasa hatinya berdebar kencang ketika ia melangkah ke dalam ruangan mewah yang dipenuhi dengan ornamen-ornamen mahal. Cahaya lampu kristal memantulkan kilauan yang mempesona di sekitarnya, menciptakan suasana yang begitu kontras dengan kehidupannya yang suram. Dia tahu, di sinilah takdirnya akan berubah, entah menjadi lebih baik atau semakin buruk.Tarikan nafasnya begitu kentara. Kakinya seketika sulit digerakan seperti paku bumi yang menghujam dalam sampai ke inti bumi, tatkala mendengar derap langkah seseorang yang mulai mendekat. Vellza tidak bisa mundur untuk saat ini, satu-satunya pilihan adalah tetap menemui lelaki yang sudah membelinya.Tanpa dia sadari ada sepasang mata yang sedari tadi menatapnya dalam-dalam. Hanya saja Vellza masih tenggelam dalam perasaan kalut. Kedua tangannya saling menangkup di depan dada, seraya berdoa agar Tuhan selalu menjaganya. Tiba-tiba terdengar suara lantang yang memanggil namanya hingga hampir saja membuatnya terjingkat.Devon menahan s
“Dasar gadis pemalas! Jam segini belum bangun!”Vellza begitu terkejut saat aliran air yang deras dan kuat menghantam tubuhnya dengan keras. Suaranya begitu jelas saat air menyerbu tubuhnya. Wajah Vellza tampak terkejut, mulutnya terbuka lebar seperti ikan yang kehabisan nafas. “Ampun, Bu … ampun!”Matanya masih terpejam, tapi ekspresinya penuh dengan kebingungan dan keheranan karena tidak mengharapkan hal tersebut sebagai hukuman dari ibu tirinya. Apalagi Vellza baru bangun tidur, ia masih dalam keadaan mengantuk dan belum sepenuhnya sadar. Tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang basah dan segera menyadari bahwa ada air yang mengenainya dan pelakunya adalah Anne, ibu tiri Vellza.“Ya, itulah hukuman yang pantas kau dapatkan karena bangun siang! Gadis kok bangun siang, mau jadi apa kamu!”Vellza masih menggigil karena hal itu, tapi ia tidak bisa berontak. Apalagi ia hanya sampah di keluarga mereka. Baginya salah atau benar semuanya tidak berarti.“Cepat bangun, calon suamimu sudah menu
Jika Alfa dan Devon sibuk membahas Vellza, nyonya muda itu justru kebingungan dengan tugas-tugasnya yang banyak. Pekerjaan yang didapat pun di luar keahliannya.“Ya, Tuhan, tidak bisakah dipermudah pekerjaanku ini? Aku pusing!”Vellza memekik tertahan. Tangannya memukul kepalanya berulang kali. Menelungkupkan wajah di antara puluhan berkas-berkas, nyatanya tak sedikitpun memberikan udara segar. Devon yang semula ingin turun ke bawah, merasa kasihan pada Vellza.Ia pun memutar balik arah dan langsung menghampiri bilik istri bosnya itu. Saat melihat Vellza uring-uringan dan kesal, Devon pun ingin menegurnya secara langsung. Seolah tak perduli jika Vellza kebingungan. Takut akan kemarahan Alfa dan hukuman yang akan didapatkannya.Sebelumnya ia berdehem agar Vellza mengangkat wajahnya. Deheman Devon berhasil membuat gadis itu mendongak. Bahkan hampir terjingkat manakala wajah Devon sangat dekat dengannya. Malu dan cemas bercampur aduk menjadi satu.“Halo, bisa saya bicara denganmu sebenta
“Kenapa lama sekali? Apa yang kamu lakukan di sana?”Alfa menatap tajam ke arah Devon. Tanpa mengucap sepatah kata pun, asisten serba bisanya itu langsung bergerak untuk menyusul Vellza. Langkah kaki yang lebar membawanya cepat sampai di ruang kerja Alfa.Belum sempat Vellza beranjak, ia mendengar langkah-langkah berat mendekat ke arah ruang kerja. Dalam kepanikan, Vellza menyembunyikan surat itu kembali di tempat semula dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.Devon, asisten pribadi Alfa, memasuki ruangan dengan ekspresi serius di wajahnya. "Nyonya Vellza, Tuan Alfa membutuhkanmu segera. Ada proyek penting yang harus kamu bantu selesaikan, kenapa lama sekali!” ucapnya dengan suara tegas.“I-iya, maaf.”Meski hatinya masih berdebar kencang, Vellza mengikuti Devon keluar dari ruangan. Di sisi lain, ia tidak bisa menahan rasa ingin tahu dan kebingungannya untuk mencari tahu rahasia tentang suaminya itu, tapi ia juga tetap berusaha bersikap profesional dalam bekerja."Kamu kerja atau tidur?
Alfa merasa cemburu dan kesal melihat kedekatan antara Vellza dan Devon. Pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran dan rasa tidak aman. Dia meremas pulpen miliknya dengan keras, mencerminkan ketegangan yang dirasakannya.Namun, di tengah kecemburuan dan kemarahan tersebut, Alfa mencoba untuk mengendalikan emosinya. Dia menyadari bahwa rasa cemburu tidak akan membantu memperbaiki hubungan mereka. Alfa perlu mengevaluasi perasaannya dan berbicara dengan Vellza secara jujur tentang apa yang dia rasakan.Alfa pun menghirup napas dalam-dalam, "Aku harus tenang. Aku perlu bicara dengan Vellza tentang perasaanku. Mungkin ada penjelasan yang bisa membantu kami memahami situasi ini."Alfa berusaha untuk meredakan emosinya dan menemukan cara yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya kepada Vellza. Alfa menekankan bahwa komunikasi yang jujur dan terbuka adalah kunci dalam mengatasi rasa cemburu dan memperbaiki hubungan mereka.Di sisi lain, Vellza merasa lega dan terbantu dengan bantuan Devon. Di
Setelah kepergian Anne, Alfa mulai menatap kamar Vellza. Hatinya merasa berkecamuk karena wanita yang menjadi istrinya tidak bisa bersikap tegas seperti dirinya. Tidak mau berpikiran aneh-aneh, Alfa langsung berinisiatif naik."Kenapa aku memiliki perasaan rumit?""Ada apa dengan hatiku?"Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku, tanpa sadar kedua kakinya menuntun ke kamar Vellza. Beberapa saat kemudian, Alfa terdiam tepat di depan kamar, "Vellza, bisa kita bicara sebentar?"Vellza yang sedang menunggu kabar dari Alfa segera bangkit dan berlari menuju pintu. Dengan cepat ia membuka pintu. "Iya, Alfa masuklah!"Bukannya menatap wajah tampan suami, Vellza justru menunduk sambil memundurkan langkahnya."Kenapa kamu terlihat ketakutan? Apakah wajahku semenakutkan itu? Sampai kau tidak berani menatapku?"Reflek Vellza menggeleng, "Tentu saja tidak. Masuklah!"Alfa tersenyum menyeringai, "Dengan senang hati."Akhirnya Vellza menatap wajah Alfa. Tat
Apa yang ditakutkan Alfa sepertinya akan menjadi kenyataan. Meski dari luar nenek dan Isabella tampak bisa menerima kehadiran Vellza, tapi instingnya berkata lain.“Kenapa Tuan terlihat murung? Apakah karena kedatangan nenek lampir itu?”“Ck, kau tau sekali jalan pikiranku,” ucap Alfa spontan.Dia bahkan sedang membenarkan posisi duduknya. “Sebenarnya ketakutan itu bukan untukku, tapi untuk wanita itu!” Ucap Alfa sambil menunjuk kamera yang mengarah tepat ke bilik tempat Vellza bekerja.Meski saat ini Vellza terlihat biasa saja, tapi ketakutan Alfa cukup beralasan. Pasalnya dulu saat mereka merekayasa kematian Isabella, Alfa benar-benar masuk dalam perangkap nenek. Dia bahkan hampir depresi karena cinta pertamanya itu dikabarkan meninggal. Akan tetapi, semua hanyalah kebohongan karena ternyata itu hanyalah bagian dari skenario Nenek Alfa agar dapat membantu mewujudkan keinginan Isabella agar bisa menjadi model profesional. Isabella tidak sepolos penampilannya. Di lua