Share

BAB 7 ALASAN

Author: Elraa Hafa06
last update Last Updated: 2020-11-12 07:20:45

"Anak kecil memang seperti itu. Mereka memperlihatkan ke-bandel-an hanya untuk diperhatikan, mereka tak suka diabaikan." Suara bariton itu mengejutkanku. Spontan aku menoleh ke belakang. 

"Anu ...." Aku mengeratkan pegangan pada tali tas. Dalam situasi seperti ini ada rasa canggung menyergap. 

Laki-laki itu menatapku seperti biasa, dingin dan menyeramkan, setidaknya itu pendapat pribadiku. Tatapan dingin itu membuat nyaliku menciut. Aku sudah bersiap dengan konsekuensi hukuman jika saja itu terjadi. 

Alis tebal itu tertaut, dia berjalan melewatiku mendekati bocah laki-laki itu.

"Perkenalkan Sean, umurnya 10 tahun, dia adik saya. Hari ini saya mau kamu menjaganya. Terserah, mungkin mau jalan-jalan atau bermain saya izinkan. Semuanya saya yang tanggung." Tangan kekar itu memegang bahu bocah laki-laki bernama Sean. Tak lama kulihat mengulas senyum pada si bocah.

Adik? Sebentar ... sebentar. Sebelumnya lelaki ini mengatakan aku akan menjadi babysitter anaknya. Lalu sekarang kenapa malah adiknya yang disuruh aku menjaga? 

Lalu selisih berapa tahun memangnya mereka. Kenapa aku berpikir bahwa Pak Malik adalah Om-nya si bocah? Aku berdehem kecil menutup mulut agar tak terdengar jika aku sedang menertawakannya. 

"Yey!"

Bocah itu berteriak girang. Diambilnya bola di tanganku dengan cekatan lalu mendekat pada Pak Malik. 

"Kamu pasti ngira saya Om-nya, 'kan?" Dia mendekat padaku. Aku mundur menghindarinya. Langkah kaki lelaki itu tertarik ke belakang karena si bocah menyeretnya.

"Bang, hari ini Sean mau ke Mall. Banyak game yang mau Sean mainin," ujar si bocah. Aku cuma menanggapinya dengan manggut-manggut. Yah, aku tau pasti kemauannya sulit diganggu gugat. Karena bagi anak kecil pada umumnya kesenangan itu nomor satu.

"Boleh, nanti Abang suruh Pak Slamet buat anterin kalian. Soal biaya ... saya percayakan kartu ATM platinum ini sama kamu, Nada." 

Pak Malik mendekat, dia menyodorkan kartu berwarna perak. Aku menerimanya walau masih kebingungan. Bagaimana cara menggunakan? Itu adalah salah satu pertanyaan paling membayangi kepalaku.

"Nggak, Abang harus ikut! Kali ini aja pliss. Udah lama kita enggak jalan bareng lagi," rayu si bocah pada lelaki itu dengan memohon. Matanya berbinar menggemaskan. 

Dan, aku baru sadar ternyata bocah laki-laki itu agak mirip dengan Pak Malik terutama di bagian hidung. Sama-sama mancung. Juga alis hitam dan tebal itu menambah kesan menawan pada dirinya meski pakaiannya amburadul sekalipun tetap tak mengurangi kesan tampan itu pada diri si bocah. 

Duh, aku jadi insecure dibuatnya. 

Rasanya aku hanyalah remahan rengginang jika berada didekat mereka.

"Enggak bisa, Sean. Abang banyak pekerjaaan," sahut Pak Malik. Tatapanku beralih pada si bocah. Dia merengut tak suka pada jawaban Kakak-nya. Bola yang ada di tangannya dibanting, dia beranjak menjauh dari teras berlari menuju Gazebo. 

Pak Malik mengedikkan bahu.

Aku berjalan mendekat pada Pak Malik. Dalam jarak kami dua langkah, aku berujar padanya, 

"Apa enggak sebaiknya Bapak ikut. Kasian Sean dia juga pengen punya waktu sama Kakaknya. Tolong dipikir lagi, Pak." Setelah selesai berbicara aku sedikit membungkuk padanya lalu berjalan melewatinya. 

Langkahku berhenti saat memasuki Gazebo. Sekilas, kulihat ukiran itu sungguh menakjubkan, sangat detail. 

Hah, aku lupa ternyata orang kaya memang senang menghabiskan uang untuk hal yang bahkan tidak terlalu penting seperti ini. Kalau saja aku punya banyak uang seperti mereka, rasanya ada banyak hal baik yang ingin kulakukan. 

Mungkin salah satunya cara, adalah dengan cara membeli tanah panti itu, agar tak ada lagi yang bisa semena-mena menyuruh mereka pindah, tanpa solusi dimana mereka selanjutnya harus tinggal.

Kalau sudah begini aku pasti kembali teringat Panti Asuhan tempat Ayah sering membawaku dulu waktu masih kecil. Mengenalkan banyak anak-anak dari panti untuk sekedar bercengkerama dengan mereka lalu diakhir pertemuan Ayah akan memberikan amplop yang entah apa isinya. Tapi, setelah sudah se-dewasa ini aku yakin ayah memberikan sedikit uang untuk membantu pengurusan panti. 

Bu Saudah-pengurus panti yang berusia 52 tahun itu mengatakan tak lama lagi bangunan itu akan segera digusur karena berdiri di tanah milik negara. Sebab, pemilik tanah bilang mereka akan membangun toko di atasnya untuk kepentingan perusahaan, mereka menyuruh pihak panti agar segera mengosongkan tanah. 

Bu Saudah bilang jika panti itu akan segera digusur dalam waktu dekat, mereka tak akan punya tempat tinggal untuk menampung anak-anak panti yang berjumlah sekitar kurang lebih 40 orang.

Sebenarnya bisa saja mereka tinggal di rumahku tapi sepertinya tidak akan muat menampung mereka yang sangat banyak. 

Maka dari itu Bu Saudah menolak tawaranku, tidak ingin merepotkan katanya. Aku sempat merasa bersalah karena tak bisa membantu mereka. Sejauh ini aku berharap ada malaikat baik hati yang mau dengan ikhlas membantu mereka.

"Sean, boleh Kakak masuk?" 

Bocah itu tak menjawab dan memilih membelakangiku. Sepertinya dia memang kesal dan meluapkannya pada orang sekitar. Lucu menurutku. Sebab, Alif pun juga seperti itu saat sekecil Sean. 

Berjalan 2 langkah, aku ikut duduk di sebelahnya dengan jarak satu meter. 

"Abang selalu enggak punya waktu main sama aku! Kenapa? Apa kerjaan memang penting banget sampe lupa sama keluarga?" 

Mataku membelalak. Kata-kata yang keluar dari mulutnya seakan menyihirku, terdengar tajam dan menusuk. Aku membeku. 

Aku rasa di usianya yang masih terbilang kecil dia sudah memiliki pemikiran yang sudah seperti orang dewasa. 

"Abang kerja buat Sean, buat masa depan Sean juga," ujarku berusaha menenangkannya. 

Sean berbalik menatapku. 

Bulir bening di sudut matanya segera dia sapu. Aku menggeleng lalu membawanya ke dalam dekapan. 

"Semuanya buat Sean. Jangan sedih lagi ya." Aku mengelus rambut bocah itu lembut. Sean terisak dalam dekapan. Bisa kurasakan airmatanya membasahi bajuku

Aku tertawa kecil menanggapinya.

"Anak kecil nggak boleh cengeng dong. Masa nggak malu sama Kakak?" 

Dia melepaskan pelukan. Kembali merengut dan memanyunkan bibir. Kedua tangannya disilangkan dan dia memalingkan wajah.

"Sean, Abang ikut," sahut suara bariton itu dari dekat, di belakangku. 

Aku sampai tidak sadar kalau lelaki itu sudah sedekat ini. Menggeser posisi agar berjauhan, rasanya  sekarang jantungku  berdegup gila. 

Didekati oleh lelaki dalam jarak sedekat itu secara tiba-tiba membuatku ingin mengumpat. Untungnya aku sadar dan mengurungkan niat itu. Karena bisa saja langsung dipecat setelah mengumpat. Itu bukanlah ide yang bagus.

Seolah tak terjadi apa-apa aku menatapnya kikuk. 

"Hari ini, Sean mau kemana dulu?"

Sean masih terlihat kesal, dengan menyilangkan tangan di depan dan dan membuang muka. 

Pak Malik tertawa kecil lalu bangkit dari duduknya. Dia mendekat pada Sean, mengacak gemas rambut itu.

"Ahh!" Sean protes dengan menepis tangan Pak Malik. 

"Kemana aja deh, Abang janji ikut. Tapi, janji jangan marah lagi ya, plis."

Pak Malik berjongkok untuk menyamakan tinggi mereka lalu mengulurkan jemari kelingkingnya pada Sean. 

Diluar dugaan, Sean malah memeluk erat Pak Malik. Lelaki itu membalas pelukan sang adik dan mengelus punggung kecil itu penuh kasih sayang.

Aku tersenyum  memperhatikan mereka berbaikan. Sejahat-jahatnya seorang kakak, di dalam hati kecil mereka juga menginginkan adiknya selalu bahagia dan senang. Melindungi mereka dan tidak ingin membuat adik mereka bersedih.

Sebagai seorang kakak aku juga melakukan hal yang sama untuk adikku. Menjaganya, memberi kebahagian, membantunya. Aku senang melakukan semua hal itu untuknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 51

    Setelah melewati berjam-jam perjalanan. Kini Malik tiba di depan halaman rumah sakit. Sebelumnya Kyla telah ia titipkan pada Rama. Awalnya gadis itu meminta ingin ikut, tapi Malik menolak karena tak ingin membuat Kyla kembali kambuh sakitnya. Sebab gadis itu baru saja sembuh. Langkah kakinya lebar-lebar saat memasuki pintu otomatis. Dalam kekalutan, hanya ada satu nama yang terus digaungkan di hatinya. Nama yang terus melekat kuat, hingga meski datang padanya adalah hal yang sungguh sulit, akan tetap dilewati Malik. Semuanya hanya demi satu nama ....... Nada. Tangannya menekan tombol lift. Diketuknya beberapa kali sepatu pada lantai keramik. Dipijatnya pangkal hidung demi meredakan pusing yang mendera. Malik mendongakkan wajah, nomor yang tertera di atas sana masih terlalu jauh untuk tiba ke lantai satu. Sialan. Tak ada waktu. Umpat Malik. Tanpa pikir panjang, ia berlari menuju tangga darurat. Lantai 4

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 50

    Hari ini setelah berbicara dengan dokter tentang kepulangan mereka ke Indonesia, Malik sudah menyiapkan segalanya agar bisa segera pulang ke tanah air. Ia meminta asistennya-Rama--untuk menyiapkan keperluan ini dan itu. Termasuk membayar seluruh biaya rumah sakit Kyla.Setelah drama yang cukup lama dan menguras emosi dengan Tante Anin dan Sarah yang berkeras menahannya untuk tetap tinggal di rumah sakit lebih lama, akhirnya dengan persetujuan dari Irish sendiri Malik bisa pulang tanpa harus lebih lama meladeni dua wanita menyebalkan itu. Sepertinya sekarang, Irish itu jauh lebih baik dibandingkan mereka berdua. Pikir Malik.Bandara.Kyla sudah bersiap dengan kursi rodanya. Gaun selutut yang dikenakan gadis itu terlihat feminin dengan warna peach dan putih corak bunga anggrek. Pita pink di rambut Kyla, menambah kesan imut pada gadis itu.Malik mendorong kursi roda Kyla. Melangkah pelan sambil sesekali mengecek jam tangan. Pukul 8 pagi. Itu berarti dua jam

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 49

    Malik duduk di sebelah ranjang Kyla. Mengumbar senyum saat gadis itu membuka mata, tangan mungil itu mengucek mata sembari duduk. "Abang?" "Hm?" Malik tak mengalihkan pandangannya dari buku milik Kyla. Tangannya sibuk meneruskan membaca hampir di bagian pertengahan. Setelah dilihat-lihat lagi. Kini Kyla malah terlihat malu. Pipinya semerah kepiting rebus. Ditarik kasar buku itu dari tangan Malik, lalu mendekap kuat-kuat seolah akan diambil lagi oleh lelaki itu. "Jangan dilihat, Bang!" "Loh ... kenapa?" "Semua rahasia Kyla ada di sini. Jadi, jangan dipegang dan baca titik!" "Kan, abang cuma mau lihat, Kyla." Malik mencoba membujuk. Mengulurkan tangan pada gadis itu. Sedangkan Kyla tetap tidak mau memberikan buku itu, lalu memasukkan buku tadi ke bawah bantalnya. Dengan wajah cemberut, sekilas dipandangnya ke arah Malik lalu tidur berbalik memunggungi lelaki itu.

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 48

    Malam hari "Tunggu saja, aku akan membuatmu kembali secepatnya ...." Tin. Suara klakson mobil membuat sosok dengan penutup kepala hoodie dengan masker hitam itu menggeser tempatnya dengan hati-hati lalu menunduk, bersembunyi di balik tembok agar tak terlihat. Untungnya ia sudah masuk ke dalam pagar secara diam-diam sejak tadi. Matanya masih sibuk memperhatikan bayangan seorang gadis dari balik gorden. Sudah cukup lama ia mengawasinya. Mendengar suara pagar yang terbuka, secepat kilat langkahnya berlari ke tempat rerumputan lebat. Dengan napas memburu dan kaki yang gemetaran. Dipilihnya untuk duduk sembari memerhatikan terlebih dahulu. Aman atau tidak. Dan benar saja, dari arah pagar matanya menangkap sosok seorang wanita dan seorang bocah. Mereka akan masuk ke dalam rumah itu. Matanya membulat tak percaya. Sepertinya ia mengenal mereka. *** Nada mondar-mandir di sisi ranja

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 47

    Malik mengetuk pintu di hadapannya. Ruangan dokter yang menangani Kyla selama di sini. Rencananya, pria itu ingin mengajak Kyla berjalan-jalan di luar, mungkin sekedar lihat-lihat suasana kota ini dan juga membeli hadiah untuk gadis itu. Untuk itu Malik menanyakan pada sang dokter untuk meminta izin pada dokter membawa Kyla berjalan-jalan keluar sebentar. Pintu diketuk tiga kali. Suara dari dalam menyahut, menyuruh Malik masuk. Diputarnya knop pintu, lalu wajah pria bertubuh gemuk dengan kacamata bertengger di hidungnya itu tersenyum ramah. "Pak Malik, senang melihatmu lagi!" Pria itu berujar dalam bahasa inggris, tangannya masih sibuk mengetik di laptop. Sedang senyumnya merekah sehingga membuat keriput di wajahnya terlihat. Malik menutup kembali pintu, berjalan mendekat ke meja kerja pria itu lalu menarik kursi untuk duduk. "Saya juga," balas Malik. Matanya memperhatika

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 46

    "Irish! Sudah hampir setengah jam kamu di dalam sana. Buka pintunya sekarang! Tak ada jawaban. Masih seperti setengah jam yang lalu, hening sekali seperti tidak ada aktivitas. "Irish, kuhitung sampai tiga. Kalau kamu tidak membukanya akan kudobrak sekarang juga!" Tetap saja, tak ada jawaban. Sarah menggigit bibir bawah, antara kesal dan khawatir. "Satu ... dua ... tiga ....!" Sarah menghantam tubuhnya pada toilet di hadapannya. Sekali, pintu masih masih terkunci, dua kali tetap saja terkunci. Lalu yang ketiga. Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan Irish yang sedang berdiri di sana. Tertunduk lesu dengan wajah yang muram. Rambut dan pakaiannya terlihat berantakan. Seperti kena embusan angin yang begitu kencang. Habis apa anak ini di dalam kamar mandi lama sekali? Ada yang tidak beres dengannya. Pikir Sarah. Sarah mendorong pintu agar lebih terbuka lebar. Adiknya kelihatan seperti mayat hidup. Wajahnya pucat, dan sa

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 45

    Malik sejak tadi bolak-balik di depan ruangan nomor 302 A. Wajahnya memperlihatkan kekhawatiran yang berlebihan. Sarah duduk di bangku yang tersedia. Sesekali menghela napas kasar karena kesal Malik dari tadi mondar-mandir di depannya. Sebenarnya ingin sekali diberitahunya pada pria itu untuk duduk tenang di bangku saja. Namun, melihat ekspresinya seperti tak ingin diganggu. Sarah memilih bungkam saja. Daripada nanti kena siraman rohani dari Malik. Pintu ruangan terbuka. Seorang dokter berperawakan gemuk dengan kacamata bertengger di hidung mancungnya mendekati mereka. "She's fine, but need to get rest. She just late eating and causing stomach problems. Maybe because she was too happy that you came earlier and forgot her meal time. Though normally, she always eats on time." "Dia baik-baik saja, hanya butuh istirahat. Dia hanya telat makan dan menyebabkan lambungnya bermasalah. Mungkin karena terlalu senang

  • GADIS PILIHAN CEO    BAB 44

    "Malik!" Teriakan itu spontan membuat si empunya nama menoleh. Kasak-kasuk orang berbicara terdengar samar-samar. Seorang wanita melambaikan tangan pada Malik. Malik bisa merasakan banyak pandangan terarah pada dirinya karena teriakan Sarah tadi cukup membuat perhatian teralihkan pada mereka. "Malik! Kau mau kemana hah? Tunggu sebentar. Aku mau bicara." Suara teriakan seorang wanita, Malik kenal dengan suara ini. Malik menghentikan langkah, membalikkan badan. Ia sudah menduga, wanita itu lagi. "Tak perlu menatap sedatar itu. Aku juga malas berurusan denganmu kalau saja bukan karena adikku. Ingat! Karena adikku!" "Saya tidak peduli." Malik berucap datar, meluruskan pandangan, lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Berusaha tak acuh pada wanita pengganggu di sebelahnya. Selama ini apa tidak cukup dia sering mengganggu hari-hari Malik? Sekarang kenapa har

  • GADIS PILIHAN CEO    Bab 43

    "Kak ... aku ingin tanya sesuatu. Apakah selama ini Malik dekat dengan perempuan lain?" Pertanyaan dari Irish begitu saja muncul saat Sarah ingin memasukkan kue ke dalam mulutnya. Sejak tadi, ia sangat tidak nyaman dengan bayang-bayang seorang perempuan yang sedang dekat dengan Malik. Tangan Sarah terhenti, sementara ia menarik kursi agar lebih dekat dengan ranjang gadis itu. Menatap lekat pada sepasang manik hazel milik Irish dan tak lama tersenyum. "Tentu saja tidak ...." Irish tersenyum getir, tahu bahwa sang kakak berbohong. Ia tahu hal itu dilakukan tidak lain untuk membuatnya agar tidak khawatir dan kembali jatuh sakit. Sarah mengelus rambut panjang adiknya. Walaupun wanita itu sangat kasar dan tegas, di depan Irish ia tidak lain adalah seorang kakak yang sangat penyayang dan perhatian. "Jangan khawatirkan lelaki itu. Kakak yakin kalian akan bersama. Kau tahu? Kami sudah menyiapkan pern

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status