“Tidaaaakk,” teriak seorang wanita muda yang baru saja di antar masuk ke kamar asrama tempatnya mengadu nasib di kota besar.
Wanita muda itu tidak menyangka kesuciannya akan terenggut oleh seorang pria tua asing yang tidak pernah ia temui sebelumnya, gadis itu mencoba meronta dan meminta tolong tetapi tak ada satupun yang menolongnya, padahal kamar asrama yang di sediakan oleh bos yang memberi dia kerja sangat berdekatan dengan kamar yang lain dan diluar masih cukup ramai.
“Percuma kamu berteriak sampai tenggorokan sakit juga tidak aka nada yang menolong, lebih baik kamu patuh dan melayaniku, aku suka barang baru yang masih segel seperti ini,” ucap seorang pria tua asing yang mendekap tubuh gadis itu.
“Tolong tuan jangan lakukan ini padaku, aku datang ke sini untuk mengadu nasib dan bekerja sebagai penyanyi dangdut saja, aku tidak ingin melayanimu,” ucap gadis itu yang menangis ketakutan.
Pria tua yang sudah di pengaruhi minuman beralkhol itu tidak bisa menahan napsunya, ia tidak menggubris apa yang di katakan oleh gadis desa yang malang itu, tanpa menghiraukan permohonan dari sang gadis yang menangis ketakutan, pria tua berbadan gemuk itu terus menyetubuhi gadis bernama Marni sampai puas.
“Gadis cantik kamu membuatku puas malam ini, apalagi kamu masih suci,” kata pria tua itu sambil tertawa keras saat selesai menikmati permainannya.
Marni hanya bisa menangis meratapi nasibnya kini, berniat mengikuti ajang audisi lomba di kota besar dan berpikir dia akan bisa menjadi super star dangdut sehingga bisa memperbaiki ekonomi keluarganya di desa membuat Marni nekat datang ke ibukota setelah mendapatkan tawaran dari seseorang yang mengaku sebagai seorang karyawan di rumah produksi setelah dia manggung di acara hajatan mantenan di desa tempat tinggalnya.
Pria tua itu mendatangi madam Gisel pemilik rumah bordil berkedok karaoke dengan wajah sumringah dan puas.
“Madam Gisel, aku puas dengan pelayanan malam ini, aku tambahkan uang lebih karena aku menikmati barang bagus mala mini,” segepok uang mendarat di atas meja madam Gisel.
“Terima kasih tuan pelangganku, sering-seringlah datang kesini,” ucap madam Gisel yang begitu senang menerima banyak uang.
Madam Gisel berjalan menuju asrama tempat tinggal Marni, gadis berparas ayu yang datang dari desa, pekerjaannya adalah seorang biduan desa, yang datang di bawa oleh Jodi seseorang yang di utusnya mencari gadis cantik untuk bekerja di rumah bordilnya.
Krieettt pintu kamar Marni terbuka perlahan, madam Gisel mendapati Marni sedang meringkuk di atas kasurnya karena bersedih, di liriknya sprei yang kotor karena noda bercak darah.
“Jadi ini yang membuat aku mendapatkan banyak uang malam ini, gadis ini tak hanya berparas cantik, tapi juga bersuara merdu, aku harus menahannya untuk bekerja disini,” gumam madam Gisel.
Madam Gisel mendekati Marni, ia duduk di sebelah gadis berparas ayu itu sambil mengelus rambutnya yang halus, ia mencoba menenangkan gadis yang baru saja melepas kesuciannya dengan pria paruh baya yang baru saja di kenalnya.
“Kamu tidak usah bersedih, tinggallah di sini dan dapatkan banyak uang,” ucap madam Gisel.
“Aku ingin pulang, aku tidak mau di sini lebih lama,” ucap Marni yang masih syok dengan kejadian yang barusan menimpanya.
Madam Gisel mengatakan jika dia pulang sekarang keluarganya di desa akan penuh pertanyaan, lebih baik tetap tinggal dan mendapatkan banyak uang, sebagai seorang penyanyi sekaligus bisa berkencan dengan pria kaya yang datang ke rumah bordil ini. Mereka menyukai gadis cantik bersuara merdu jika Marni bisa mengambil hati mereka pasti akan bisa mengirim banyak uang kepada ibunya yang ada di desa.
“Nak aku rasa kamu harus tetap tinggal di sini, kamu bisa bernyanyi sekaligus berkencan dengan pria kaya yang ada di sini, dengan begitu kamu bisa mengirim uang rutin kepada ibumu di desa, bukankah itu tujuanmu datang ke ibu kota?” ucap madam Gisel yang membujuk Marni.
“A-ku datang untuk menjadi penyanyi dangdut terkenal bukan untuk menjual tubuhku,” ucap Marni dengan lantang.
Suasana seperti ini sudah biasa di hadapai oleh madam Gisel, mudah sekali membujuk para gadis yang sudah masuk dalam rumah bordilnya, semua karena uang, madam Gisel menawarkan harga tinggi atau gaji pokok tinggi belum tips melayani tamu yang akan di dapatnya setiap bulan, jika masih ingin tinggal di rumah bordil ini, karena dia melihat peluang Marni yang akan menjadi primadona rumah bordil yang dia kelola ini.
“Marni, aku bisa memberimu upah yang tinggi sebagai penyanyi di karaoke dan kafeku ini, dan jika kamu mau melayani tamu vip tips besar akan kamu dapatkan, bukankah kamu mau mengubah nasibmu dalam segi ekonomi?” ucap madam Gisel mencoba membujuk Marni.
“Beri aku waktu semalam untuk berpikir, besok madam bisa mencariku lagi untuk meminta jawaban,” ucap Marni yang masih di penuhi penyesalan di hidupnya.
Madam Gisel menyetujui permintaan Marni, mungkin dia masih syok atas kejadian yang menimpanya malam ini, madam Gisel berjalan menjadi dari tempat tidur Marni, ia menutup pintu kamar Marni dengan pelan, senyuman kemenangan menghiasi wajahnya.
“Aku sudah menggeluti bisnis ini puluhan tahun, meyakinkan seorang gadis yang bisa membuat tempat ini bersinar lagi itu sangatlah mudah,” ucap madam Gisel dengan sangat bahagia.
Malam semakin larut dan terasa dingin sampai menusuk tulang, Marni yang masih belum beranjak dari posisinya selesai di buka segelnya oleh pria tua itu mulai merasakan kedinginan karena belum berpakaian, hanya selembar selimut sedari tadi, bahkan saat madam Gisel mengobrol dengannya Marni masih berselimutkan selimut yang ada di tempat tidurnya, ia masih merutuki kisah tragisnya saat pertama kali datang menginjakkan kaki di ibu kota.
“Dingin sekali malam ini, aku harus memakai baju hangat, ah kakiku sakit sekali,” Marni memegang pakal kakinya yang terasa sakit karena baru pertama kali melakukan hubungan itu.
Selesai mandi dan berganti baju, Marni duduk di depan meja riasnya di pandangi wajah ayu di depan cermin itu, dia berbicara dengan bayangannya yang ada di dalam cermin, “Kenapa kamu begitu bodoh Marni, bisa-bisanya tertipu oleh orang asing yang mengaku sebagai karyawan di sebuah rumah rekaman?”. Menyesalpun tidak ada gunanya, ibarat nasi sudah menjadi bubur menangis, marah dan mencaci maki orang yang menipunya tidak bisa mengembalikan kegadisannya yang telah ternoda.
Marni meluapkan kekesalannya di depan meja rias, berbicara dengan bayangan wajahnya sendiri sampai akhirya lelah dan tidur pulas sampai pagi hari.
“Astaga aku ketiduran di meja rias, sudah pagi ternyata, apa yang harus aku lakukan di pagi hari seperti ini, jika di desa aku selalu membantu ibu memasak di dapur,” gumam Marni.
Krieet! Pintu Kamar Marni terbuka perlahan. Ia penuh waspada melihat ke arah pintu dan memperhatikan siapa yang datang. Tubuhnya gemetaran ia takut dipagi hari ini akan ada seseorang yang sengaja datang minta dilayani.
"Gawat siapa yang datang membuka pintu? jangan-jangan pemilik rumah bordir ini memaksaku untuk melayani tamu, ya Tuhan aku harus bagaimana? Aku tidak mau lagi melayani tamu, aku harus sembunyi!" seru Marni dalam hatinya.
Belum sempat menemukan tempat untuk bersembunyi. Seseorang memanggil nama Marni sehingga membuatnya kaget. Marni belum berani menoleh karena masih trauma dengan kejadian semalam. Tubuhnya gemetaran karena ketakutan.
“Marni ini sarapan pagimu, aku sengaja datang sendiri ke sini mengantarnya biasanya ada petugas yang akan bertanya kamu mau makan apa pagi ini, oh iya bagaimana dengan apa yang aku tawarkan semalam?” ucap Madam Gisel yang datang sambil membawakan sarapan.Marni melihat seorang wanita berbadan gempal yang masuk ke dalam kamarnya, ia membawa sarapan khusus untuknya, Marni mengucek mata seakan tak percaya seorang bos yang di sapa madam itu mau melayaninya. Marni berusaha menyembunyikan ketakutan yang sempat melanda hatinya."Madam, aku baru saja bangun tidur, bolehkah aku cuci muka sebentar?" ucap Marni meminta ijin."Madam tunggu kamu disini ya," Madam Gisel duduk di ranjang Marni.Marni menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, ia mencuci wajahnya dengan gemericik air di wastafel, sesaat ia menyesali nasib buruknya yang tergiur iming-iming menjadi penyanyi ibu kota, seandainya dia tidak berangkat ke ibu kota pasti saat ini kesuciannya masi
“Hallo Marni, apakah tidurmu nyenyak semalam? Perkenalkan namaku adalah Tania!” seru seorang wanita cantik yang berada di depan pintu Marni.“Halo juga Tania salam kenal dariku. Tidurku nyenyak kok. Silahkan masuk,” ajak Marni.Marni mempersilahkan masuk tamunya. Mereka mengobrol santai di bangku yang berada di kamar Marni. Tania banyak bercerita bagaimana ia bisa masuk ke rumah bordil berkedok kafe dan karaoke keluarga ini. Semua karena keadaan dan susahnya mencari kerja ditambah lagi Tania tidak mempunyai ijasah seperti kebanyakan teman sebayanya.“Maafkan aku Marni jadi banyak bercerita seperti ini. Oh iya Marni mulai hari ini aku adalah temanmu,” ucap Tania.“Terima kasih sudah mau menjadi temanku dan juga mau bercerita panjang lebar mengenai pengalamanmu di sini,” balas Marni sambil tersenyum.Menurut Marni teman barunya itu adalah gadis periang, mudah bergaul juga ramah kepada pendatatang
Marni mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya. Ia menyapa seseorang yang jauh diseberang sana. Ternyata itu adalah sang ibu yang menelpon karena senang dikirimi sejumlah uang yang sangat besar dari Marni.“Marni ini ibu. Terima kasih ya ternyata uang yang kamu kirim banyak sekali. Ini bisa untuk ibu dan nenek hidup satu bulan,” ucap ibu Marni dari sambungan telepon.“Sama-sama ya bu. Tolong kalau bisa disimpan uangnya untuk memperbaiki rumah atau beli yang bermanfaat. Nanti kan kalau ada wartawan misalnya Marni sudah lolos audisi jadi penyanyi biar nggak malu-maluin,” pinta Marni.Ibu Marni menyanggupi apa yang dikatakan oleh Marni. Benar juga sudah saatnya untuk merenovasi rumah yang seperti kandang ayam itu. Karena waktu sudah mulai malam Marni meminta ijin kepada ibunya untuk mengakhiri panggilan telepon.“Ibu sudah waktunya Marni perfotm bernyanyi. Doakan Marni banyak saweran ya. Agar bulan depan bisa mengirim uang yan
Madam Gisel menjawab Tania melakukan perawatan tubuh seminggu dua kali. Tapi malam ini dia tidak melakukan hal itu karena tidak melayani tamu vip. Madam Gisel tidak mau menunda waktu lagi. Ia menggandeng Marni untuk segera melakukan perawatan di sebuah spa khusus untuk pegawainya.“Tidak ada waktu lagi untuk menjelaskan Marni. Ayo segera percantik dirimu!” seru Madam Gisel.“Tunggu Madam aku saja bangun tidur. Kepalaku jadi pusing jika madam memaksaku untuk segera bangun,” ucap Marni.Madam Gisel tidak mengindahkan permintaan Marni. Ia tetap menggandeng Marni menuju tempat spa. Pikiran madam Gisel adalah ketika sudah melakukan spa semua pusing itu akan hilang dan Marni akan menjadi fresh kembali.“Berikan aku terapis yang berkualitas untuk melayani Marni. Malam ini ada tamu vip yang ingin dilayani olehnya!” seru madam Gisel.“Mari silahkan masuk kamar nomor empat. Biar saya yang melayani nona
Madam Gisel menggelengkan kepalanya. Ia tidak butuh bantuan Marni maupun Tania. Madam Gisel langsung berpaling membuka pintu untuk meninggalkan mereka berdua yang sedang melakukan senam kebugaran."Tidak usah sayang-sayangku ini bukan urusan pekerjaan jadi kalian tidak usah membantu, teruskan saja latihan kebugaran kalian jangan lupa senam kegel ya bagus untuk aset berharga kalian," ucap madam Gisel sambil tertawa."Kalau begitu baiklah madam kami akan segera melanjutkan senam kebugaran kami," jawab Marni dan Tania.Madam Gisel sudah pergi menjauh dari kamar Marni. Ia duduk di sebuah gazebo menikmati semilir angin serta beberapa makanan di sebuah meja kecil disana.Ia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang raut wajahnya tampak berbinar bahagia mengubungi seseorang."Hallo madam, gadis yang aku bawa tidak kabur atau membuat masalah 'kan? Aku tidak punya uang untuk mengembalikan semua uangmu karena uang yang madam beri sudah aku habiskan
Jodi masih kesal karena tidak ada gadis bernama Marni itu. Apa sih keistimewaan dari ruangan yang ia tempati saat ini selain menikmati bir sambil mendenagrkan wanita cantik bernyanyi dan bisa memberikan saweran.Tak lama kemuadian mata Jodi terbelalak melihat pesona gadis yang begitu menggoda yang masuk ruangan dan naik diatas panggung untuk bernyanyi. Suasana biasa menjadi luar biasa. Gaya elegan sedikit centil memaki dress warna merah kebanggakannya belahan gaun yang memperlihatkan paha mulusnya ditambah suara yang khas dan merdu membuat Jodi tak berhenti memuji gadis yang menggoda itu."Apakah dia adalah Marni gadis yang aku bawa dari desa waktu itu. Sekarang dia sudah berubah penampilannya menjadi gadis ibu kota bak sosialita," gumam Jodi."Tuan muda, saya diutus nyonya besar untuk mengawasi anda. Takutnya anda membuat kegaduhan di ruangan ini," ucap seseorang yang berperawakan besar lengkap dengan baju serba hitamnya.Jodi menggertakkan giginya
Tania menghela nafasnya, waktu itu dia juga sama seperti Marni saat ada senior baik yang akan meninggalkan dunia gelap ini untuk menikah. Ia paham betul apa yang dirasakan Marni saat ini. Tania memeluk Marni meyakinkan semuanya akan baik-baik saja. Kelak Marni juga akan menemukan seorang pangeran tampan yang akan mengeluarkannya dari lembah hitam ini."Marni tenanglah. Aku memang akan pergi dari sini. Kau masih bisa bertemu denganku karena aku masih tinggal di kota ini," ucap Tania menghibur Marni."Tapi kenapa hatiku menjadi resah ketika mendengar kau akan keluar dari lembah hitam ini?" ucap Marni.Tania tersenyum karena Marni akan kehilangan sosok yang mampu membuatnya nyaman dan melindunginya sama seperti Tania waktu dulu."Suatu hari nanti akan ada giliranmu untuk meninggalkan tempat ini," ucap Tania."Tapi masih lama sekali Tania," jawab Marni."Sudah jangan memikirkan hal yang tidak-tidak karena hari ini kita gajian. Aku akan mengantar
Ibunya Marni meyakinkan tetangganya kalau memang anaknya bekerja sebagai penyanyi kafe saja tidak ada sampingannya. Sebenarnya maksud dari tetangganya itu apa sih. Kok curiga banget sama pekerjaan Marni."Maksud ibu-ibu ini apa sih. Anak saya memang pekerjaannya hanya seorang penyanyi kafe. Tidak ada yang lainnya, kalian ini bisa-bisanya berpikr yang macam-macam," ucap ibunya Marni."Ya jelas kami ini berpikir yang tidak-tidak. Jangan pikir kami ini bodoh kalau kirim uang banyak-banyak ke kampung seperti ini emangnya anakmu nggak butuh makan dan biaya hidup. Kamu enak di sini foya-foya. Kalau anakmu di sana mati kelaparan bagaimana?" tanya tetangga Marni ketus.Ibunya Marni meradang bisa-bisanya para tetangganya berucap seperti itu. Padahal waktu dia hidup susah dan hanya mengandalkan uang Marni manggung yang masih tak seberapa itu ia tak pernah mengatakan hal yang menyinggung tetangganya."Kamu kok berkata seperti itu sih bu. Anak-anak kalian yang bekerj