Share

Gejolak Hati

“Marni ini sarapan pagimu, aku sengaja datang sendiri ke sini mengantarnya biasanya ada petugas yang akan bertanya kamu mau makan apa pagi ini, oh iya bagaimana dengan apa yang aku tawarkan semalam?” ucap Madam Gisel yang datang sambil membawakan sarapan.

Marni melihat seorang wanita berbadan gempal yang masuk ke dalam kamarnya, ia membawa sarapan khusus untuknya, Marni mengucek mata seakan tak percaya seorang bos yang di sapa madam itu mau melayaninya. Marni berusaha menyembunyikan ketakutan yang sempat melanda hatinya.

"Madam, aku baru saja bangun tidur, bolehkah aku cuci muka sebentar?" ucap Marni meminta ijin.

"Madam tunggu kamu disini ya," Madam Gisel duduk di ranjang Marni.

Marni menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, ia mencuci wajahnya dengan gemericik air di wastafel, sesaat ia menyesali nasib buruknya yang tergiur iming-iming menjadi penyanyi ibu kota, seandainya dia tidak berangkat ke ibu kota pasti saat ini kesuciannya masih terjaga.

"Aku sudah kotor, siapa yang mau menikah denganku nanti," Marni menangis diiringi suara gemericik air sehingga tangisannya tersamarkan.

"Marni kenapa lama sekali di dalam sana, cepatlah keluar apa kamu pingsan di kamar mandi?" madam Gisel mengetuk pintu kamar mandi.

Tak lama kemudian Marni keluar kamar mandi dengan wajah basah, ia mengeringkan dengan handuknya lembur takut wajahnya lecet, ia duduk di samping madam Gisel di atas tanjang miliknya.

"Maaf aku terlalu lama di dalam kamar mandi madam Gisel," Marni memulai obrolan.

"Madam mengerti perasaanmu, pasti kamu syok dan tidak terima tapi, lambat laun akan merasa terbiasa," ucap madam Gisel sambil menyibak rambut poni yang menutupi wajah Marni.

Madam Gisel langsung ke inti obrolan, ia bertanya pada Marni apakah bersedia bekerja di rumah khusus wanita yang ia kelola ini, madam Gisel membicarakan realita jika kembali ke kampung tanpa membawa uang apakah nanti tidak akan menjadi beban keluarga, lagipula ibu dan nenek Marni di kampung bekerja jika ada pekerjaan jasa, seperti buruh cuci dan gosok baju milik tetangga, mereka semua mengandalkan uang untuk bertahan hidup dari Marni sebagai seorang biiduan yang penghasilan agak lumayan.

“Madam aku ingin pulang, aku tidak mau di sini lebih lama lagi,” ucap Marni dengan sedih.

“Jika kamu pulang sekarang, bagaimana nasib ibu dan nenekmu yang bekerja serabutan itu, mereka mengandalkanmu untuk kehidupan mereka,” ucap Madam Gisel.

“Ta-tapi madam Gisel aku hanya ingin bernyanyi saja, tidak mau melayani pria hidung belang,” ucap Marni sambil terbata.

Madam Gisel tersenyum, mungkin Marni belum terbiasa, saat ini Madam Gisel menuruti saja apa yang di inginkan Marni, toh lama-lama dia akan luluh juga, karena bagaimanapun Marni sudah tidak suci lagi sebagai seorang gadis, sebagai gantinya dia memberikan sejumlah uang yang cukup banyak hasil dari melayani pria hidung belang semalam, pria paruh baya itu memberi tips yang banyak kepada Wanita yang di panggil Madam itu.

“Baiklah Marni aku tahu kamu akan tetap tinggal karena keluargamu di rumah membutuhkan biaya hidup, kabari jika kamu menjadi seorang penyanyi di sebuah kafe dan mempunyai gaji pokok yang besar, ini uang kerja kerasmu semalam,” ucap madam Gisel memberikan sejumlah uang.

“Banyak sekali apakah ini untukku, aku bisa mengirim uang ini ke ibu dan nenek di kampung buat biaya hidup sebulan,” ucap Gadis desa itu yang memang belum pernah memegang uang begitu banyak.

Madam Gisel pamit untuk mengambil surat kerja sama yang sudah di buatnya semalam untuk marni, ia meminta Marni untuk sarapan lebih dulu dan mengijinkan keluar asrama untuk mengirim uang kepada keluarganya di kampung, madam Gisel keluar kamar Marni dengan penuh kegembiraan.

Hati Marni bergejolak, apakah dia harus menerima pekerjaan ini, bernyanyi sekaligus melayani pria-pria yang datang ke tempat karaoke ini, tapi madam Gisel benar jika dia pulang sekarang uangnya sudah habis dan banyak yang mencemoohnya karena mimpinya terlalu tinggi menjadi penyanyi dangdut terkenal di ibu kota.

Aku harus bagaimana, aku sudah kotor dan aku harus membiayai orang tuaku di desa,” gumam marni dalam hatinya yang bergejolak antara menerima pekerjaan ini atau tidak.

Krucukkk… perut Marni bergemuruh menandakan dia sangat lapar akhirnya dia meraih bungusan kotak nasi yang di bawakan madam Gisel yang berisi nasi, ayam lada hitam dan sayur sawi puih, juga segelas susu hangat di cangkir besar yang telah di siapkan di mejanya.

Dengan lahap Marni makan apa yang di sediakan untuknya, semalam memang dia belum makan sama sekali.

“Apa kamu sudah selesai makan Marni, ini adalah surat kerja sama kita, bacalah dahulu sebelum menandatanganinya,” ucap madam Gisel yang membawa secarik kertas untuk Marni.

“Aku sudah selesai makan madam Gisel, terima kasih makanannya enak, aku cuci tangan dahulu ya sebelum membaca surat kontrak,” ucap Marni yang masuk kamar mandi mencuci tangannya.

Marni membaca secarik kertas yang di berikan madam Gisel dan membacanya dengan seksama, matanya terbelalak dengan angka yang di nyatakan sebagai gajinya, nominal yang sangat banyak untuknya, hati Marni tak lagi memikirkan banyak hal dan langsung menandatangi surat perjanjian itu dan memberikan kembali kepada madam Gisel.

“Gaji saya banyak sekali madam Gisel, aku bisa mengirim rutin uang ke desa, dan masih bisa menabung,” ucap Marni dengan polosnya.

“Aku senang kamu setuju bekerja di sini Marni, kontrak kerja ini berlaku satu tahun, jika performamu bagus aku akan memperpanjang kontrakmu,” ucap madam Gisel.

Sesuai Janji Madam Gisel, ia memperbolehkan Marni untuk mengirim sejumlah uang kepada ibunya, untuk berjaga-jaga agar Marni tidak kabur bos karaoke itu mengutus dua orang untuk menemani Marni keluar asrama. Madam Gisel juga menjelaskan setiap hati ada orang yang akan membersihkan kamarnya, mengantar makanan sebanyak tiga kali sehari karena Marni adalah bintang di karaokenya, baru semalam madam Gisel sudah meraup keuntungan banyak karena banyak yang meyawer saat Marni bernyanyii.

“Terima kasih madam telah membantu Marni, tapi jika aku rindu ibu apakah aku bisa pulang?” ucap gadis polos itu.

“Boleh jatah pulangmu hanya dua bulan sekali, itu juga tak lebih dari satu minggu kamu cuti,” ucap madam Gisel.

Gejola dalam hati Marni antara menerima pekerjaan atau pulang ke desa sudah reda setelah madam Gisel memberinya sejumlah uang yang banyak, dia memang kecewa dengan dirinya sendiri namun keadaanya membuaatuhkan uang untuk menghidupi keluarga, akhirnya dia memutuskan untuk menerima tawaran pekerjaan yang mengharuskannya kehilangan kesucian sebagai gadis desa yang lugu.

“Semoga Tuhan memaafkankan aku yang sudah kotor ini, aku menerima pekerjaan ini karena membutuhkan uang untuk menghidupi ibu dan nenekku,” Marni berbicara pada dirinya sendiri.

Tok…Tok…Tok…

Disaat Marni merutuki dirinya yang sudah tidak suci lagi karena membutuhkan uang, suara ketukan pintu di kamarnya terdengar, siapa yang datang menemuinya sepagi ini, dia berjalan untuk membuka pintu karena penasaran siapa yang datang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status