Share

Mengirim Uang ke Desa

“Hallo Marni, apakah tidurmu nyenyak semalam? Perkenalkan namaku adalah Tania!” seru seorang wanita cantik yang berada  di depan pintu Marni.

“Halo juga Tania salam kenal dariku. Tidurku nyenyak kok. Silahkan masuk,” ajak Marni.

Marni mempersilahkan masuk tamunya. Mereka mengobrol santai di bangku yang berada di kamar Marni. Tania banyak bercerita bagaimana ia bisa masuk ke rumah bordil berkedok kafe dan karaoke keluarga ini. Semua karena keadaan dan susahnya mencari kerja ditambah lagi Tania tidak mempunyai ijasah seperti kebanyakan teman sebayanya.

“Maafkan aku Marni jadi banyak bercerita seperti ini. Oh iya Marni mulai hari ini aku adalah temanmu,” ucap Tania.

“Terima kasih sudah mau menjadi temanku dan juga mau bercerita panjang lebar mengenai pengalamanmu di sini,” balas Marni sambil tersenyum.

Menurut Marni teman barunya itu adalah gadis periang, mudah bergaul juga ramah kepada pendatatang baru seperti dirinya. Untung ada Tania jadi dia tak begitu memikirkan lagi keadaan yang membuatnya terpukul ini. Niat hati ingin mengubah hidupnya menjadi lebih baik tapi seseorang telah menipunya.

“Marni jangan sedih lagi. Ayo kita jalan-jalan keluar sebentar. Oh iya bukankah madam Gisel sudah memberimu uang, kamu sebaiknya mengirim ke desa dan memberi kabar kalau sudah mendapat kerja suapaya ibumu tidak mengkhawatirkanmu,” bujuk Tania.

“Kamu benar Tania. Tapi apa boleh aku keluar dari tempat ini untuk jalan-jalan. Apa nanti madam tidak akan marah?” tanya Marni.

Tania menggelengkan kepalanya. Justru Tania diberikan tugas untuk membawa Marni jalan-jalan agar tidak stres dan terus meratapi nasibnya. Dulu Tania juga seperti Marni seorang gadis yang polos terjebak keadaan yang mengenaskan seperti ini karena kondisi ekonomi orang tuanya. Bedanya Tania seminggu sekali pulang ke rumah untuk menjenguk orang tuanya.

“Tidak akan marah karena kau pergi jalan-jalan bersamaku,” jawab Tania.

“Apakah nanti tidak akan menyusahkanmu Tania, aku takut nanti kamu kena omel oleh Madam Gisel,” ucap Marni.

“Sudah tidak usah berpikir banyak. Lebih baik kamu sekarang ganti baju lalu aku akan mengajakmu untuk berkeliling kota,” ucap Tania dengan senyuman lebarnya.

Marni menuruti kata Tania. Selesai berganti baju Tania dan Marni meninggalkan asrama tempat bekerjanya untuk berkeliling ibu kota. Selama perjalanan naik angkutan umum. Marni terlihat terperangah melihat gedung-gedung tinggi yang menjulang dikota besar itu. Bangunan yang megah jalanan yang macet serta orang yang berlalu lalang membuatnya tidak mengedipkan matanya.

“Di kota banyak gedung tinggi ya Tania, di desa aku hanya melihat hamparan sawah yang hijau serta mendengar kicauan burung-burung,” ucap Marni sambil melihat ke jendela angkutan umum itu.

“Nanti kamu akan terbiasa Marni. Kalau aku sejak kecil tinggal di sini Marni tapi di daerah kumuhnya. Ibu kota juga ada daerah kumuhnya,” balas Tania sambil tersenyum.

Mereka tiba di pusat perbelanjaan dan berkeliling sampai kaki pegel. Kemudian mampir ke foodcord dan memesan makanan sambil bercengkrama. Tania meminta Marni untuk menelpon ibunya di desa serta mengatakan kalau di kota mendapatkan pekerjaan menjadi penyanyi kafe dengan bayaran yang besar.

“Marni sambil menunggu makanan tersaji kau boleh menelpon ibumu di desa,” pinta Tania.

“Aku bingung kalau ditanya kerja apa di ibu kota Tan, soalnya aku pamit untuk mengikuti audisi menjadi penyanyi,” ucap Marni kebingungan.

“Jawab saja kamu mendapatkan pekerjaan menjadi penyanyi kafe dengan bayaran yang lumayan. Atau jawab saja gajinya umr ibu kota jadi besar,” jawab Tania lagi.

Marni menagngguk lalu mengeluarkan ponselnya untuk menelpon ibunya di desa. Ia memberi kabar kalau di ibu kota mendapatkan pekerjaan seperti apa yang dinesehatkan oleh Tania. Ibunya merasa senang walaupun belum mengikuti audisi menjadi penyanyi yang bisa tampil di televisi setidaknya sudah mendapatkan pekerjaan dan bisa membantu keuangan ibunya.

“Marni apa kabar nak. Kok belum muncul di televisi?” tanya sang ibu.

“Ibu audisinya belum ada. Uang saku yang Marni bawa juga hanya sedikit jadi Marni mencari kerja dulu,” jawab Marni.

“Yah maafkan ibu yang tidak bisa memberi uang saku lebih ya Marni. Tapi sekarang sudah dapat kerjaannya?” tanya ibu Marni lagi.

“Sudah bu. Marni kerja di kafe sebagai penyanyi. Semalam dapat saweran banyak nanti Marni kirim ya uang buat ibu,” ucap Marni.

Mendengar akan dikirimi uang oleh Marni ibunya tertawa senang. Saweran dari orang kota mungkin lebih besar daripada saweran saat manggung di desa. Itu yang ada dipikiran ibu Marni tanpa memikirkan hal lain yang terjadi pada anaknya.

“Anak ibu mah suaranya merdu, wajahnya juga cantik semoga dapat suami orang kota yang kaya raya ya,” ucap ibu Marni.

“Amin bu. Semoga terkabul doa ibu, sudah dulu ya bu. Kalau sudah terkirim uangnya nanti Marni sms ke ibu,” balas Marni.

Marni menghela nafas kasar. Ia tak bisa berkata apa-apa lagi seandainya sang ibu tahu apa yang ia kerjakan di kota. Memang benar ia bernyanyi tapi sampingannya adalah melayani para hidung belang yang haus akan hangatnya daun muda seperti dirinya juga Tania.

“Sudah Marni jangan bersedih lagi. Yuk makan dulu setelah itu kita ke ATM untuk kirim uang ke ibumu,” ajak Tania.

“Baik Tania. Terima kasih ya sudah menghiburku dan mengajakku jalan-jalan hari ini,” balas Marni sambil mengambil makanannya.

Usai menikmati makanan yang tersaji di mejanya. Marni diantar Tania menuju mesin ATM untuk mengirim uang ke ibu Marni di desa. Marni juga mengirimkan sms kepada ibunya setelah berhasil mengirim sejumlah uang ke nomor rekening ibunya.

“Ibumu sudah membalas Marni?” tanya Tania.

“Sudah karena kami di desa hidup sederhana. Menerima uang dengan jumlah banyak tentu saja ibu menunggu sejak tadi, mungkin sekarang sedang belanja-belanja,” jawab Marni.

Tania mengatakan kalau wajar semua orang menyukai uang karena dengan adanya uang bisa mendapatkan segalanya. Membeli apa yang kita mau serta bisa membuat banyak orang mendekat menganggap saudara ketika seseorang mempunyai banyak uang.

“Marni ayo kita pulang. Kita sudah berada di luar sejak pagi tadi sekarang sudah sore. Nanti malam kita harus bernyanyi dan melayani sugar daddy yang menginginkan tubuh kita,” bisik Tania.

“Kalau bisa aku hanya ingin bernyanyi. Tidak mau melayani para lelaki buaya itu,” ucap Marni.

“Kalau tidak melayani mereka bagaimana kita bisa mendapatkan uang simpanan,” balas Tania sambil tertawa.

Marni tersenyum kecut. Percuma mempunyai banyak uang simpanan kalau dari hasil pekerjaan yang tidak halal. Tapi mau bagaimana lagi nasi sudah menjadi bubur. Jalani saja kehidupan yang sudah di tentukan yang maha kuasa ini.

“Tania terima kasih ya sudah mengajakku jalan-jalan hari ini. aku juga sudah menelpon ibu serta mengirimnya sejumlah uang,” ucap Marni ketika sampai di asrama.

“Sama-sama kita ‘kan teman, yuk mandi dulu dandan yang cantik untuk menghibur tamu nanti malam,” ajak Tania sambil berlari ke kamarnya.

Marni kembali ke kamarnya. Ia akan mandi dan bersiap melayani tamu seperti apa kata Tania tadi. Sebelum mengganti baju untuk bernyanyi Marni rebahan dikasurnya. Melepas lelah seharian jalan-jalan. Kring … Kring …

Ponsel Marni berbunyi menandakan ada seseorang yang menghubunginya.

“Siapa yang menghubungiku menjelang malam seperti ini?” gumam Marni.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status