“Satu juta lagi,” Lyan menadahkan tangannya dan merapatkan kakinya di perut Jonathan hingga pangkal kakinya penempel di paha Jonathan.
“Apa?” Jonathan berdiri dan menghempaskan kaki Lyan dengan kasar.
Lyan hampir terguling jatuh dari kasur, tapi kemudian Lyan bangkit lagi dengan menempelkan tubuhnya yang bugil pada tubuh Jonathan. “Dengar, lima ratus ribu untuk ini.” Lyan memegang tangan Jonathan lalu menempelkan tangannya pada pangkal pahanya. “Lima ratus ribu untuk itu,” Lyan menunjuk botol sisa hisapan Jonathan. “Dan lima ratus ribu lagi untuk kamar ini.”
“Ini pemerasan!” bentak Jonathan sambil mendorong tubuh Lyan menjauh darinya
“Ini adalah nilai yang harus kamu bayar s
Apa yang akan dilakukan Tuan Tan pada Wisnu jika dia melihat asistennya terkapar di samping bong? Lyan gelisah sendiri dalam kamar. Dia tak bisa meninggalkan kamarnya saat Tuan Tan pergi. Malam semakin larut, Lyan tak bisa mengetahui apa yang terjadi pada Tuan Tan dan Wisnu. Lyan memutuskan untuk tidur tanpa menghiraukan urusan mereka.Hingga hampir tengah malam tak ada kabar dari Tuan Tan dan Wisnu, Lyan juga tak berani keluar dari kamarnya. Bagaimana jika Tuan Tan marah dan meninggalkannya di sini? Semakin pusing lagi jika dia diharuskan membayar reservasi dan akomodasi dalam villa ini. Ah, Lyan gila memikirkannya.Di tengah malam, pintu kamar Lyan diketuk. “Siapa?” teriak Lyan dari dalam.“Aku, Wisnu,” balas Wisnu dari balik pintu.
“Apa maksudmu?” Marlina membulatkan mata. “Selagi pemilik kasur ini tidak tidur di sini, kita boleh kan menikmati kasur empuk ini!” Wisnu terlentang dengan kedua tangan menyangga kepalanya. Lyan memandang Wisnu penuh emosi, “tega sekali kamu!” umpat Lyan. “Ayolah, buang segala egomu. Mari kita nikmati malam ini,” rayu Wisnu. “Aku juga ingin menikmati barangmu itu setelah kita ehem-ehem.” Wisnu tertawa. “Kamu belum bayar, jadi tak ada yang gratis!” ucap Lyan ketus. “Kamu mau berapa?” tanya Wisnu dengan memamerkan isi dompetnya. “Kenapa kamu sangat perhitungan denganku? Kamu pikir apa tua bangka itu akan membayarmu tanpa campur tanganku?” “Apa mak
“Dia ngomong apa sih, Mbak?” tanya Lyan pada Susi.Mbak Susi mengangkat bahu lalu meninggalkan Lyan dan Chris.“Wajahmu sekarang cantik dan terawat, aku suka,” puji Chris.“Terima kasih. Tapi kurasa ada yang salah dengan kata-katamu tadi. Aku ingin kamu menarik kata-katamu dan meminta maaf padaku. Oh ya, aku juga tak ingin kamu mengulangi kata-kata kotormu itu,” tegas Lyan.“Sombong sekali. Coba lihat uang yang kubawa.” Chris memamerkan dompetnya.“Pergi dan bawa uangmu itu. Jessie akan marah jika kau berpaling darinya.” Lyan mengingatkan.Tiba-tiba Chris mendekat pada Lyan lalu menarik m
“Kamu gak lagi hamil kan?”Lyan menengadahkan kepala, “gak!”“Mbak Mar kenapa?” tanya Pak Udin, pembantu Tante Angel.“Gapapa,” Lyan membasuh wajahnya.“Tante Angel minta buatkan nasi goreng,” kata Pak Udin lagi.“Iya, nanti aku ke sana,” jawab Lyan.Lyan menyusul pak Udin menuju ke dapur di rumah Tante Angel. Di sana, Lyan mulai meracik bumbu. Ketika bumbu ditumis, Lyan kembali merasakan mual tapi tetap ditahan. Kepalanya semakin berat, tubuhnya melemah. Sebelum nasi gorengnya matang sempurna, Lyan mematikan kompor dan menyudahi kegiatan masaknya. Jelas ada yang tidak beres d
“Tunggu apalagi? Buka bajumu sekarang!” bentak Mitha.“Untuk apa?” Lyan berbalik tanya. Lyan mulai merasakan ada sesuatu yang tak beres dengan Mitha.“Kamu gak asyik.” Mitha duduk sambil memeluk lututnya. Lama terdiam dalam duduk, bahu Mitha naik turun, sepertinya dia sedang menangis.Lyan menyentuh bahu Mitha untuk menyodorkan segelas air mineral. Mitha meminum airnya sedikit lalu mengembalikan gelasnya lagi pada Lyan.“Jadi, kamu gak tertarik sama aku?” tanya Mitha galau.Lyan menjauh dari Mitha. “Saya perempuan, sukanya sama laki. Saya gak suka sama perempuan.”“Tapi aku
Lyan menutup wajahnya dengan lengan, "kenapa kamu menyerangku?" teriak Lyan."Kenapa kamu gak bilang kalau sedang hamil?" Suara Mitha tak kalah keras."Kamu gak nanya, buat apa aku bilang. Lebih baik aku pergi." Lyan membuka pintu lalu keluar.Baru saja Lyan keluar dan menutup pintu, dari dalam kamar Mitha berteriak dan melempar benda keras ke pintu. Lyan berhenti sejenak, memperhatikan apa yang terjadi dari depan pintu.Malam ini Lyan sudah bekerja keras bahkan merasakan pelecehan yang sungguh diluar akalnya dan juga kehilangan paket kecil milik Tante Angel. Tapi dia belum mendapatkan sepeserpun dari Mitha. Ingin kembali masuk ke kamar itu tapi sama saja masuk ke sarang harimau, kalau tidak masuk pastinya dia akan rugi sebab harus memba
Lyan tersentak dengan pengusiran dari Tante Angel. Mau kemana lagi dia tinggal? Kembali ke Jessie itu sangat tidak mungkin.Tanpa berpikir panjang lagi, Lyan membenahi barang-barangnya yang ada di kamar tirainya itu. Mbak Susi kini ikut menangis, dia tak tahu apa yang terjadi, yang jelas Tante Angel dan Lyan kini sedang dalam keadaan penuh emosi.“Tante, tolong jangan usir Marlina dari sini. Mau tinggal dimana lagi dia. Tolong, Tante.” Mbak Susi memohon pada Tante Angel.“Biarkan dia pergi sampai selesai melahirkan. Nanti kalau sudah melahirkan, dia boleh di sini lagi tanpa bayinya.” Tante Angel berkata lalu pergi meninggalkan area laundry.“Kata siapa aku hamil?” ucap Lyan setelah Tante Angel berlalu.
Dokter gadungan itu mengarahkan jarum suntik ke arah Lyan.“Tidak, aku gak mau,” jerit Lyan. Lyan turun dari bed partus lalu menyabet celana jeansnya dan mengenakannya lagi.Tante Angel duduk menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi seraya melipat kedua tangannya di dada, “yakin, kamu gak mau?”Lyan memanjangkan lehernya ketika mendengar apa yang baru dikatakan Tante Angel. Perlahan dia menurunkan celananya lagi. Kata-kata Tante Angel sungguh sangat menekan Lyan. Jika Lyan tak menurutinya, dimana dia akan tinggal selanjutnya.“Ayo naik!” perintah dokter itu dengan mengacungkan suntikanny