Share

Part 2

Ayo, minum!" Aku kembali meminta, setelah pasiennya pergi. Dia kini mengambil tempat di sebelahku, juga menyulut rokok.

"Pipimu bengkak. Kau dipukul?"

"Ya."

"Kenapa kau lakukan itu?"

"Apa? Memajang foto polosku?" Aku tergelak. "Kau melihatnya? Aku seksi, kan?"

"Gila!" Dia berdecih. 

"Yes, Fi. I am crazy. Aku benar-benar sudah gila tinggal di rumah itu."

"Kenapa? Kulihat mereka memperlakukanmu dengan baik."

"Oh, shit, Kahfi." Aku mendorong bahunya. "Kau juga tertipu rupanya."

Dia menggelengkan kepala, sembari membuang asap rokoknya.

"Apa lagi yang kau tunggu. Tutup kedaimu."

"Kau gila. Ini masih pagi. Kau mau minum apa? Jamu?"

"Oh, ya ampun, Fi. Ini sudah hampir jam dua belas. Kalau tak mau minum, kau bisa temani aku makan."

"Kau saja, makan siangku sudah datang." Dia bangkit penuh senyuman, menyusul seorang gadis berseragam SMA yang berjalan menuju ke arah kami. 

Sepertinya gadis berambut panjang itu baru saja pulang sekolah, melihat sandal yang kini sedang dipakainya. Sudah beberapa bulan ini, pria yang selalu menemaniku memacari gadis ingusan seperti itu. 

"Hai, Kak," sapanya, dengan ramah. Dan itu memuakkan. Aku benci berbasa-basi. Aku tak menyukainya. 

"Aku pulang saja!" ketusku, lalu bangkit dan keluar dari kedai itu. 

Ya, hanya kios biasa. Bukan barbershop, yang menjanjikan kenyamanan para pelanggannya.

"Makanlah dulu!" Dia menghentikan langkahku. Kulihat wajah kekasihnya merengut, dan aku suka itu. 

"Oke." Aku kembali ke posisi semula. 

"Kita makan bersama, Ara," ucapnya lembut, pada pujaan hatinya. Memuakkan. 

"Ibu menyuruh Ara cepat pulang, Bang."

"Oh, baiklah. Nanti malam Abang bawakan kembali kotak bekalnya."

Gadis itu mengangguk. Good. Nanti malam dia akan ke sana, dan tidak ada waktu minum bersamaku. 

"Kenapa tak memacari anak SD sekalian?" decihku. 

"Kau cemburu?"

"Oh, yang benar saja, Fi. Aku? Dengan gadis itu? Dia hanya anak ingusan."

"Dia sudah dewasa. Selalu rutin datang bulan."

"Sialan," umpatku, mendorong bahunya kembali. 

.

Aku membaringkan diri di ranjang. Menghapus satu persatu foto topless di instagramku yang sudah bercentang biru. 

Ya, aku seorang selebgram. Merambah ke youtube dengan subscriber hampir mendekati angka dua juta. Putri konglomerat, anggota dewan yang baru saja kupermalukan dengan fotoku yang sedang viral. 

Bukan tanpa sebab, karena aku memang membenci dan sengaja membuatnya marah. Memang benar-benar sialan si Erik. Berani mengancamku dengan menggunakan hacker, yang bisa saja langsung menerobos dan merusak semua isi akunku. 

Ah, aku bosan. Benar-benar Kahfi keterlaluan. Sejak memiliki pacar, dia jadi tak punya waktu untuk menemaniku. Banyak memang, pesan dari teman-teman sosialitaku. Tapi tidak dengan suasana buruk hatiku saat ini. 

Hanya Kahfi saja yang bisa kuajak bicara, tanpa perlu menjilat dan merayu untuk membenarkan semua kelakuanku. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus pergi. Malam ini dia harus bersamaku.

"Mau kemana, Key?" sapa wanita munafik itu, yang sedang bersantai dengan suami dan kedua anak kesayangannya. 

Oh, no. Kenapa aku harus melewati mereka. Keluarga yang begitu harmonis. Damn! Mereka bahkan tak menganggapku ada. Aku terus berjalan hingga keluar teras dan membanting pintu dengan sekuat tenaga. Kuharap setelah kutinggal, bangunan megah ini akan runtuh dan menimpa mereka semua. Aamiin.

Kulihat kios Kahfi sudah tutup. Padahal ini baru jam delapan malam. Dasar keparat. Dia bisa menutupnya lebih cepat demi gadis ingusan itu. Apa dia pikir bisa bebas dariku begitu saja, ha? 

Aku hanya tinggal menyeberangkan mobil saja, dan langsung sampai ke rumahnya. Namun lagi-lagi dia sudah pergi berkunjung ke rumah kekasihnya, yang terhitung masih tetangga. Pacar lima langkah rupanya. Oke. Mari kita lihat, apa yang bisa kau lakukan dengan anak ingusan seperti itu. 

"Fi!" Aku berteriak dari pagar kayu yang sudah hampir tumbang.

Aku terkekeh melihat dia yang shock melihat penampakanku. Ah, begitu rupanya gaya berpacaran mereka, hanya duduk dan mengobrol sembari mendengarkan suara jangkrik. Ya, aku bisa mendengar suara itu. 

"Sedang apa kau di sini?" Dia terlihat gusar, meninggalkan gadisnya menunggu di atas teras.

"Apa lagi? Ayo minum! Kau bisa ajak pacarmu. Biar aku yang bayar," sahutku santai. 

"Kau gila! Dia bahkan tak pernah keluar malam. Pulanglah!"

"Aku tak mau. Aku mau ikut masuk dan mengobrol. Makin ramai makin asik," pintaku. 

"Haish...." Dia mengusap kasar rambutnya. "Berhenti bersikap konyol, Key. Kau seperti anak-anak."

"Bukankah kau menyukai anak-anak? Kau sekarang lebih nyaman bersamanya."

"Karena dia kekasihku."

"Lalu aku bagaimana? Kau tahu aku sedang tak enak hati. Aku tak punya teman selain kau."

"Kalau begitu carilah pacar. Bila perlu menikah sekalian. Minta suamimu untuk membawamu pergi dari rumah itu, lalu berhenti menggangguku."

"Kau bilang aku pengganggu?"

Dia menarik napas kasar. "Bukan itu maksudku." Dia meralat ucapannya. 

"Kalau begitu, kau saja yang menikahiku. Bawa aku pergi dari rumah itu. Setuju?" Aku menyengir, sembari mengacungkan ibu jariku. 

"Oh, Tuhan. Apa sebelum ke sini kau minum alkohol?" tuduhnya.

"Aku baru saja ingin mengajakmu." Aku kembali tersenyum dengan melebarkan deretan gigi putih yang selalu ku bleaching. 

"Astaga, kau mabuk, Key. Pulang sana. Mana mobilmu?"  

"Di rumahmu."

"Oke! Pergilah sekarang. Ambil mobilmu, dan jangan mengganggu acaraku."

Acara? Dia mengadakan acara tanpa aku? Enak saja. Kau satu-satunya temanku. Kau milikku. Lalu kulihat gadis bernama Ara itu berjalan menyusul mendekati kami. Lalu dengan cepat aku menarik wajah Kahfi dan meraih bibir merah itu dengan mulutku. Lalu mengintip dari balik tubuhnya, menyaksikan gadis itu terpaku dan berhenti melangkah. 

Fix! Dia menyaksikannya. 

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Jems Istia
ceritanya menarik
goodnovel comment avatar
Rosse Ryu
keyra benerĀ² bikin runyam s kahfi aja
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
aduh kacau keyra..teman cowok yg lagi pacaran malah dicium bibir secara sengaja di depan pacarnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status