Share

GAIRAH ISTRI LIAR
GAIRAH ISTRI LIAR
Penulis: Manda Azzahra

Part 1

Plak! 

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi glowingku. Membuat rambut lurus berwarnaku sedikit tersibak. Aku tersenyum sinis, melihat laki-laki paruh baya bergaya necis yang kini berada di depanku, dengan wajah merah menahan amarah. 

Mataku berkeliling mengitari mereka yang berlagak baik dan ingin membelaku, namun tak mampu. Mata mereka berkaca-kaca, mencoba memberikan isyarat bahwa aku harus meminta maaf dan segera memperbaiki kesalahanku. Munafik betul makhluk-makhluk itu. 

Aku terus menantang, meski diam. Masih bergeming dengan sorot mata tajam, tanpa air mata. Aku lelah menangis sejak tujuh tahun yang lalu, di hadapan...nya.

"Bikin malu! Tidak punya harga diri. Kau senang ditonton semua orang? Kau sengaja mempermalukan Papa, ha? Dasar gadis liar. Bereskan masalahmu, atau angkat kaki dari rumah ini!"

Oh, good. Kenapa tak dari dulu kulakukan hal itu. Dengan begitu, aku punya alasan untuk pergi dari neraka ini. 

Aku berlalu, setelah kulihat pak tua itu pergi melangkah dan membanting pintu kamarnya. Aku berjalan pelan menapaki anak tangga yang terbuat dari marmer menuju lantai dua. Kamarku. 

Aku bersandar pada dinding ranjang sembari memeluk lutut. Melakukan yang tak bisa aku lakukan di hadapan mereka. Menangis. Hampir sesenggukan. 

Lalu derit langkah terdengar dari depan pintu. Sebuah ketukan menyapa, minta dibukakan. Aku bergeming. Sudah hafal betul siapa sesosok itu. 

"Key," panggilnya dari luar sana. Aku masih diam. 

"Key, bukalah! Biarkan Tante masuk."

Lalu kudengar lagi suara ketukan yang berulang-ulang, tanda ia belum menyerah.

"Pergi, kau!" Aku melempar kasar tas clutch, yang kubawa dari bawah tadi menghantam pintu.

Hening. Mungkin dia sudah kapok, dan memutuskan untuk pergi. Begitulah jika selalu ikut campur urusan orang. 

Aku bangkit dan berjalan memunguti benda mahal yang kubuang tadi. Mungkin ada sebagian barang yang berada di dalamnya rusak atau patah. Damn! Aku lupa kalau ponsel berhargaku juga belum kupindahkan.

"Buka pintunya!" Suara lain sedang berteriak sambil menggedor dengan begitu keras. 

Oh, shit. Ibu dan anak sama saja. Munafik dan sok perhatian. Menjijikkan. 

"Buka pintunya, Keyra. Kenapa kau berlaku tidak sopan pada Mama!" bentaknya lagi. 

Aku berjalan mendekat dan membuka pintu dengan kasar. 

"Suruh siapa Mamamu ikut campur semua urusanku. Belum cukup kalian menumpang tinggal dan mengambil semua milikku, ha?" Kutantang wajah itu dengan jarak yang hanya sejengkal. 

Kulihat dia terdiam dengan wajah yang masih tegang menahan emosi. Dengan sedikit kemerahan tentunya. Dia bergerak, mundur selangkah menghindari tatapanku. Aku tertawa sinis melihatnya.

"Mau apa kau kesini? Mengejekku? Kau merasa menang? Oke, ambil saja rumah ini. Aku tidak sudi lagi menempatinya."

"Hapus semua fotomu!"

"Bukan urusanmu. Apa kau melihatnya? Begitu seksi, bukan?" Aku tergelak, lalu melangkah masuk kembali ke kamar. Menghempas bokong seksiku di ranjang king size. 

"Mana ponselnya? Biar aku yang singkirkan." Dia mengikutiku masuk, dan kini berdiri tepat di depanku dengan menjulurkan telapak tangan. 

"Keluarlah! Kau tak berhak apa pun pada hidupku."

"Berikan saja! Papamu tidak akan main-main dengan ucapannya."

"Kenapa? Kau takut aku benar-benar pergi dari rumah ini?"

"Demi Tuhan, Keyra. Berikan saja ponsel itu!" Dia semakin tersulut emosi. 

Aku semakin tertantang dengan sikap itu. Aku kembali bangkit dan berdiri di hadapannya. Tentu saja harus sedikit mendongak, agar bisa mengimbangi tinggi tubuhnya.

"Why? Jangan bilang kau tidak ikut menikmati poseku di situ. Cukup menantang, bukan? Kau ingin yang lebih menggoda?" Aku mendekatkan wajahku sedikit lagi. "Aku bisa memberimu yang lebih dari itu. Kau suka?" Aku meniup telinganya, kemudian menjauh. 

"Dasar gadis liar!" umpatnya. Aku terkekeh. 

"Lalu kau pikir adik perempuanmu itu lebih baik dariku? Aku melihatnya memasuki hotel, bersama pria tua seumuran Papa," ucapku setengah berbisik. 

"Kau sudah kelewatan, Key. Hapus fotomu sekarang juga, atau temanku yang seorang hacker akan melakukannya."

"Ouch... kau mengancamku?"

"Aku tak punya cara lain. Kalau kau ingin mengirimkan foto polosmu padaku, silakan. Tapi jangan biarkan khalayak ramai menikmatinya. Aku tak suka."

Dia melangkah, dan berlalu meninggalkan kamarku dengan ancamannya, dan aku tahu dia tidak sedang bercanda. Damn! 

"Kau benar-benar brengsek, Erik." Kulempar kembali benda yang baru kupungut tadi. Kali ini hanya ke atas ranjang. 

***

Aku mengempaskan diri di kursi panjang terbuat dari bambu. Mengambil sebungkus rokok yang terletak begitu saja, lengkap dengan koreknya. Mengeluarkan isinya, lalu menyulut api, begitu batang nikotin itu terjepit di antara bibir seksiku. 

"Aku diusir," aduku, pada dia yang sedang memangkas rambut seseorang. 

"Itu salahmu!" jawabnya cuek. 

"Percuma mengadu. Kau memang tak pernah membelaku." Aku meniup asap ke udara.

"Siapa yang akan mendukung, jika tingkahmu masih seperti itu."

"Oke! Tutup kedaimu. Temani aku minum!"

Dia merapikan kain pembalut tubuh laki-laki yang baru saja dieksekusinya. Lalu menggerbaskannya agar berjatuhan semua rambut yang tadi menempel di sana. 

Kahfi. Dia satu-satunya makhluk di bumi ini yang masih mau berteman denganku, dengan segala tingkah liar dan sikap kasarku. Kami berteman sejak masih kanak-kanak. Dan dia masih setia hingga sekarang. 

Atau mungkin kebalikannya. Ya, kurasa akulah yang masih bertahan dengannya. Dengan sikap jujur dan ceplas-ceplos segala ucapannya. Ah, ya. Satu lagi. Dia bukan penjilat, yang bergaul denganku hanya demi materi. Dia bahkan tak ingin membeli rokok dengan uangku. 

Komen (11)
goodnovel comment avatar
Sinta Wahyuningsih
Bagus ceritanya………
goodnovel comment avatar
Elyana Boru Siburian
bagus cerita nya
goodnovel comment avatar
Agus Roma
tanpa perhatian dari orang tua yang sibuk kerja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status