"Aku kembali setelah mewujudkan mimpi ayahku. Tak ku sangka, aku melihatnya lagi ... sosok yang selalu bermain di pikiran ku dan selalu ingin kutemui. Sayangnya, dia hanya bisa kulihat dan tak bisa ku sentuh. Dia, istri ayahku. Bagaimana mungkin, telaga ini bisa kembali terisi oleh derasnya hasrat di antara kami?"
Hardin Willbowrn New York, 2021 * "Sudah cukup sesi perkenalannya, lebih baik kita makan sekarang." Dengan bibirnya yang tersenyum senang, Edward segera melerai tangan Hardin dan Meghan yang sedang berjabat tangan. Dia lantas merangkul bahu wanita cantik di sampingnya itu menuju ruang makan. Hardin mematung sesaat sampai akhirnya menyusul mereka. Sepasang matanya memandangi wanita yang tengah berjalan di hadapannya. Tubuh Meghan sangat indah bak sebuah jam pasir. Dia memiliki bokong yang besar dengan ingkar pinggangnya yang kecil. Sementara bongkahan besar di bagian depan tubuhnya selalu menyembul penuh dari sela pakaian yang terbuka. Ya, dia sudah pernah melihat semuanya dua tahun yang lalu. Benar, dua tahun yang lalu dirinya pernah mencumbui wanita itu di sebuah kamar hotel dimana teman kuliahnya Julio mengadakan sebuah di Polandia. Pesta itu Julio gelar untuk merayakan ulang tahun Hardin. Akhirnya ia datang ke pesta konyol yang diadakan oleh rekannya itu. Dia tak ingin membuat Julio kecewa. Namun sungguh tak disangkanya, baru saja dirinya tiba di pesta, Julio dan beberapa rekannya langsung memaksanya memasuki sebuah kamar. Kamar 365 di lantai tiga hotel, dia masih mengingatnya. Hardin sangat terkejut melihat seorang wanita yang sedang terlentang pasrah di tengah ranjang di kamar itu. Tubuh wanita itu hanya dibalut sehelai lingerie hitam transparan yang seksi. Sedangkan kedua tangannya diikat pada masing-masing tepi ranjang menggunakan borgol khusus. Pengaruh obat yang dicampurkan pada minuman mulai bereaksi. Menariknya untuk segera mendekati wanita itu. Julio dan yang lainnya hanya menonton saat Hardin membantai wanita itu di atas ranjang. Bahkan mereka merekamnya, entah untuk apa. Hardin dalam keadaan sadar sepenuhnya. Meski di bawah kendali obat, dia tahu betul malam itu dirinya telah merenggut kebanggaan dari seorang wanita suci. Namun ia akui, wanita itu sangat membuatnya bergetar di sepanjang permainan. Ah, sial! Dia segera memalingkan wajahnya mengingat betapa menggilanya dia pada malam itu. Setelah kembali dari Polandia, dia tak lagi mengetahui tentang wanita itu. Entah dari Julio sekali pun. Rekannya itu mengatakan, jika wanita itu sudah mereka beli untuk hadiah ulang tahunnya. Hardin pun tak mau ambil pusing. Namun sekarang apa yang terjadi? Wanita itu kini muncul di hadapannya, bahkan berada di sekitarnya. Mustahil! Hardin segera memalingkan wajahnya saat Meghan menatap. Wanita itu melempar senyum binal untuknya saat mereka sudah mulai menikmati hidangan di ruang makan. Apa maksudnya? Hardin tak ingin Meghan sampai mengingatnya dan kejadian malam itu. Namun, entah kenapa dirinya merasa sangat bergetar karena tatapan wanita di hadapannya itu. 'Kamu lumayan ...' Tiba-tiba saja suara itu terdengar kembali. Saat dimana dirinya dan Meghan menghabiskan malam bersama di Polandia. Oh, tidak! Sepertinya dia sudah tidak waras sekarang. Meghan bukan lagi wanita bayaran yang dulu dirinya dapatkan, melainkan ibu sambungnya saat ini. Hardin menggelengkan kepalanya tampak gusar tak jelas. "Hardin? Kau kelihatannya sangat gelisah. Apakah ada masalah?" tanya Edward seraya menunjuk pria muda di seberang meja makan dengan garpu di tangannya. Sejak tadi puteranya itu tampak bersikap aneh. Dia melihatnya. "Ah, tak ada. Maaf," balas Hardin dengan gelagat yang tampak canggung. Bibirnya tersenyum garing dan kembali sibuk dengan sendok dan garpunya. Meghan tersenyum tipis melihatnya. Ini sungguh gila! Pria ini sangat menawan hati. Sepasang matanya tak mau berpaling dari wajah tampan blasteran Jerman-Rusia itu. Kesempurnaan, tapi bukan itu yang mengalihkan dirinya. Justru bibir itu yang tampak seperti telaga kenikmatan. Ingin rasanya ia meneguk satu sensasi dari sana. Oh, tidak! Bagaimana mungkin? Pria Macho yang sedang dirinya pandangi itu menjadi anak tirinya. Tak masuk akal! Meghan menusuk steak yang sudah diiris. Dengan agak kasar dia memasukan potongan daging panggang itu ke dalam mulut. Dia mengunyahnya seraya memandangi Hardin. Nikmat sekali, pikirnya sudah hilang kendali. "Hardin, Daddy senang kamu sudah menyelesaikan studimu. Esok kamu harus ikut dengan Daddy ke kantor. Mulai besok kamu harus mengurus perusahaan," tukas Edwar seraya menatap pada Hardin, sementara tangan kanannya meraih tisue untuk menyeka bibirnya. Dia sudah selesai makan. "Baiklah," jawab Hardin singkat sambil sibuk dengan makanannya. Mungkin memang sudah saatnya ia menjadi pria yang bertanggung jawab. Setelah selama ini hidupnya hanya berhura-hura bersama para wanita dan para rekannya di Jerman. Kuliahnya selalu tertunda untuk hal-hal yang tidak penting. Edwar hanya mengangguk sembari tersenyum. Dia sangat bangga pada puteranya itu. Meski Hardin bukan darah dagingnya, namun baginya anak hasil perselingkuhan istrinya itu anaknya sendiri, putranya. Dia rela menutupi aib itu seumur hidup sampai istrinya meninggal. Dia berusaha menahan segala sakit di hatinya karena pengkhianatan sang istri. Saat istrinya-Deborah-datang padanya dalam keadaan hamil tua, Edward tetap menerimanya dengan tangan terbuka. Sebenarnya dia masih sangat mencintai Deborah. Namun, sebagai seorang pria dia merasa terhina atas perbuatan istrinya yang rendahan itu. Bagaimana tidak? Deborah telah berselingkuh dengan koleganya sendiri. Daniel Hernandez, ingin rasanya ia menghabisi pria itu. Namun dari beberapa perkelahian mereka, dirinya tak pernah bisa lebih unggul dari Daniel. Sampai akhirnya Edward memilih untuk mengalah, membiarkan Deborah membuang kain pernikahan mereka ke comberan. "Aku harus pergi, ada beberapa berkas yang harus aku urus di kantor. Istirahatlah," tukas Edward seraya mengecup pucuk kepala wanita di hadapannya. Keduanya sedang berdiri di samping mobil BMW hitam yang menepi di pelataran mansion. "Ini sudah malam, kenapa tidak besok saja?" Meghan hanya sedang berbasa-basi saja. Sebenarnya dia lebih merdeka jika pria tua itu tak berada di sampingnya. "Jangan cemas. Lagi pula sekarang sudah ada Hardin. Aku rasa dia bisa menjagamu juga. Aku pergi," balas Edward. Dia melepaskan genggaman tangan Meghan darinya seraya melempar senyum manis untuk sang istri. Meghan hanya mengangguk sembari tersenyum manis. Pergilah dan jangan kembali lagi, Tua bangka! Gumamnya dalam hati. Dia melambaikan tangannya pada Edward saat pria itu memasuki pintu mobilnya. Bagus! Enyahlah kemana pun! Bibir tipis itu kembali tersenyum sembari memandangi Mercedes hitam yang membawa Edward meninggalkan pelataran mansion. Tubuh indah bak jam pasir itu spontan berputar untuk kembali memasuki rumah. Namun, dia sangat terkejut mendapati Hardin yang sedang berdiri di hadapannya saat ini. Sepasang pupil kebiruan itu membulat penuh dengan mulutnya yang sedikit menganga. "Maaf. Boleh aku bicara denganmu?" tanya Hardin. Tak ada ekspresi apa pun di wajah tampan itu selain senyum misteriusnya dan tatapan yang terlihat dingin. "Hm, baik. Ayo!" Dengan jantungnya yang masih cenat-cenut tak karuan, Meghan segera melenggang melewati pria tinggi kekar di hadapannya itu. Bicara? Bicara apa? Dalam hati bertanya sendiri dengan ekor matanya yang berusaha menggapai bayangan Hardin yang berjalan di belakangnya. "Ya, bicaralah!" Meghan mempersilakan Hardin duduk pada sofa panjang di ruang santai. Sementara dia segera mendaratkan bokongnya di sana. "Aku ingin bicara di kamarku," tukas Hardin masih dengan ekspresi yang sulit diartikan oleh Meghan. Hanya tatapan yang menekan, namun sangat memesona. Apa? Meghan sangat terkejut mendengarnya. Bicara di kamar? Pikirannya mulai traveling tak karuan. Dia menelan ludah kasar seraya mengangkat sepasang netranya ke wajah Hardin. Jujur saja! Daripada menjadi anak tirinya, pria itu lebih cocok menjadi pasangan 'mainnya'. Oh, shit! Meghan segera memalingkan wajahnya guna menepis pikiran mesum itu. "Ayo ke kamarku sekarang." Meghan sangat tersentak mendengar ucapan Hardin. Dia segera bangkit dari sofa. Sepasang mata indahnya menatap penuh tanya pada pria berkemeja putih di hadapannya itu. Lengan kemejanya yang dilipat sampai ke siku, menampilkan otot-otot lengannya yang kekar. Juga gambar tato yang tak sempat ia amati. Meghan kembali menelan ludah kasar melihatnya. Terlebih cara pria itu membasahi bibirnya. Benar-benar sangat menggemaskan. "Kenapa masih diam? Ayo ikut aku sekarang!" Hardin tak memberikan kesempatan lagi pada Meghan untuk bertanya. Pria itu segera mencekal lengan wanita itu, lantas menyeret Meghan menuju kamarnya di lantai tiga. Terhuyung-huyung langkah kecil Meghan mengimbangi langkah panjang Hardin yang menyeretnya menaiki undakan anak tangga. Apa ini? Kenapa pria itu memperlakukan dirinya seperti seorang wanita yang telah dibelinya? Hardin menyeretnya tanpa mengindahkan jika dirinya adalah ibu tirinya. Sekarang entah apa yang akan pria itu lakukan padanya. Meghan mulai curiga."Pada akhirnya kami berdua tak dapat menghindari api itu. Kami terbakar bersama derasnya hasrat dan cinta yang tercipta dengan sendirinya. Tanpa kami sadari, jika ini sangat berbahaya. Dia, Meghan ... Aku rela hidup dan mati untuknya."Hardin Willbowrn New York, 2021*Deru napas Hardin menyeruak indera pendengaran Meghan saat bibir pria itu menelusuri tulang selangkanya dengan kecupan-kecupan. Meghan mengerang pelan saat Hardin meninggalkan beberapa tanda merah yang tercetak pada kulit putihnya. Permainan baru saja dimulai, namun tubuh dan jiwanya terasa sudah melayang sampai ke surga. Dia tak mau semua ini berakhir dengan cepat. Gairah kian memanas akan Hardin. Bibir pria itu tak mau berhenti melumat bibir ranum Meghan. Dia tahu ini salah. Wanita ini adalah ibu sambungnya, namun hawa nafsunya telah mengalahkan logika Hardin. Dia tak bisa menahan gejolak gairah liar ini. "Agh, Hardin ...," desah Meghan kala jari-jemari pria itu menelusup ke balik lingerie-nya dan mulai mencari
"Aku bisa melihat dari caranya menatap, ada api yang berkobar di sana. Aku takut terbakar karenanya, tapi aku penasaran seperti apa rasanya terbakar oleh gairahnya."Meghan Crafson Polandia, 2021"Selamat malam, Tuan." Suara itu membuat Hardin tersentak dari lamunannya. Lehernya segera memutar ke arah sumber suara sumbang tersebut. Tampak seorang pria jangkung kini berdiri di hadapannya. Tubuhnya kurus dengan warna kulitnya yang agak gelap, umurnya sekitar empat puluh tahun. Sepasang alis tebal Hardin hampir menyatu membalas tatapan pria itu padannya. Namun kewarasan yang sempat hilang daripadanya, membuat ia malas bertanya. "Maaaf, saya Andreas. Tadi Nyonya Meghan yang meminta saya untuk memperbaiki keran di kamar mandi Anda," ucap pria itu dengan ramah. Mengangguk pelan sekali, pandangan Hardin turun ke tas perkakas hitam yang Andreas bawa. Sepertinya dia memang tukang betulkan keran air, pikirnya tak ambil pusing. Dia lantas mengembalikan pandangannya lagi ke wajah pria itu
"Meski kacau saat aku melihatnya, serta merta kewarasan ini turut memudar. Namun aku tak bisa menghindar dari derasnya perasaan ini terhadapnya ... Meghan." Hardin Willbowrn Ney York, 2021 * Langkah panjang Hardin tiba di depan pintu kamarnya. Pria itu segera meraih handel perak mahoni di hadapannya itu dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya tetap menggenggam pergelangan tangan Meghan. Wanita itu mendongak pada pria tinggi di hadapannya. Apa, apa yang akan Hardin lakukan padanya? Dia sangat berdebar-debar dan tak bisa berpikir jernih saat ini. Apakah anak tirinya ini akan mengajaknya untuk bermain-main? Oh, shit! Kenapa pikiran konyol itu yang melintas di kepalanya? Hardin mendorong pintu mahoni di hadapannya. Dia menoleh sesaat pada wanita dengan dress selutut warna merah di samping. Bibirnya menyeringai pada Meghan sebelum menyeret wanita itu memasuki kamar. Meghan tak habis pikir. Apa yang diinginkan oleh Hardin? Setibanya di dalam kamar pria itu terus
"Aku kembali setelah mewujudkan mimpi ayahku. Tak ku sangka, aku melihatnya lagi ... sosok yang selalu bermain di pikiran ku dan selalu ingin kutemui. Sayangnya, dia hanya bisa kulihat dan tak bisa ku sentuh. Dia, istri ayahku. Bagaimana mungkin, telaga ini bisa kembali terisi oleh derasnya hasrat di antara kami?" Hardin Willbowrn New York, 2021 * "Sudah cukup sesi perkenalannya, lebih baik kita makan sekarang." Dengan bibirnya yang tersenyum senang, Edward segera melerai tangan Hardin dan Meghan yang sedang berjabat tangan. Dia lantas merangkul bahu wanita cantik di sampingnya itu menuju ruang makan. Hardin mematung sesaat sampai akhirnya menyusul mereka. Sepasang matanya memandangi wanita yang tengah berjalan di hadapannya. Tubuh Meghan sangat indah bak sebuah jam pasir. Dia memiliki bokong yang besar dengan ingkar pinggangnya yang kecil. Sementara bongkahan besar di bagian depan tubuhnya selalu menyembul penuh dari sela pakaian yang terbuka. Ya, dia sudah pern
"Aku berpetualang mencari sosok yang pernah membuatku begitu tenggelam dan bergetar dalam sebuah telaga hasrat yang panas. Siapa sangka, dia kini berdiri di hadapanku. Namun, dinding kaca diantara kami begitu tebal dan tinggi. Mampukah aku meraihnya?" Meghan Crafson Polandia, 2021 * Gemericik hujan masih mengguyur kota New York sejak sore tadi. Hawa dingin menyelimuti kota yang tak pernah tidur itu. Sebuah jam besar berdiri pada sudut ruangan dengan cat dinding bernuansa air laut Karibia. Jarumnya menunjuk tepat pada anggka dua. Benar, sudah pagi. Namun aktivitas panas masih berlangsung di dalam kamar VVIP dimana jam besar itu bertengger. Ia terpaksa harus menyaksikan pergumulan liar sepasang manusia di tengah ranjang. California Hotel, bangunan itu memiliki 100 lantai dan termasuk hotel bintang lima yang paling populer di kalangan kaum Jetset di Amerika. Hotel itu dulunya milik seorang pengusaha asal Jepang bernama Hisaki Shimada. Namun setelah usahanya bangrut, pria i