Tapi sepertinya Awan tidak mengubris perkataan Joe dan mulai bersiap menyerang kembali. Joe baru sadar ketika melihat ke arah mata Awan. Bajingan, ternyata ia sedang dalam keadaan tidak sadar, tatapannya nanar dan kosong. Jadi sedari tadi ia bertarung dalam keadaan tidak sadar ?, tapi melihat mata merah Awan membuat ia teringat mata yang sama dengan gurunya ketika masih muda dahulu. Entah ada hubungan apa pemuda ini dengan sang guru, dan itu membuat Joe jadi tidak ingin melanjutkan perkelahian mereka. "Lebih baik kamu selamatkan wanita yang ada dibelakangmu sebelum terlambat", hardik Joe kembali. Mendengar wanita disebut oleh Joe, membuat Awan langsung menghentikan serangannya. Sepertinya itu berhasil membuat kesadarannya pulih. Benar saja, ia melihat belakang ke arah Renata. Entah karena kondisi emosinya yang masih memuncak atau karena kondisi Renata yang acak - acakan seperti itu membuat ia berteriak dengan sangat kerasnya. "ARRRGGGHHHHHHH..." kemudian ia mendekat ke arah dinding
"Awan, bagaimana sekarang ? kita Cuma berdua", kata Radit pucat, kurasakan badannya agak gemetar karena cemas dengan lawannya. Shit, aku gak punya banyak waktu, belum lagi dua motor yang menghalangi kami sebelumnya juga datang dan berdiri tepat di belakang kami. Tanpa bicara aku langsung melesat menyerang dua security yang ada di depan kami. Kedua nya tampak terkejut dengan serangan mendadakku. Bughhhhhh Dengan sedikit membungkuk, aku menyerang cepat ulu hati security sebelah kiri. "Arrgghhh...", teriaknya kesakitan sambil membungkuk memegang perutnya. Security kedua mengeluarkan pentungannya hendak memukul dari arah samping, tapi karena aku sudah dalam posisi siap dan masih dalam posisi sedikit merunduk, memutar badan cepat dan melayangkan sebuah tendangan keras memutar dari arah bawah. Bummm.. Tendanganku tepat menghantam dagu security kedua. Diapun terlampar kepanel penghalang, Braakkkk.. Panel kayu tersebut patah, security yang kuhantam tersebut terlihat kejang – kejang geg
"Ini akibatnya bagi siapaun yang berani menyakiti orang kusayangi", kemudian dengan teriakan sambil mengeluarkan emosi di dada."aaaaaa..." kataku memberi sebuah uppercut tajam ke bagian kepalanya.Bughghhh... ia sampai terangkat dari lantai kemudian terhempas ke dinding, saat aku berniat mengakhirinya.Bruaaakkkkk..."arrgghhhh",Bunyi suara kesakitan dari belakangku dan suara kayu patah.Ternyata itu suara balok kayu yang dipukul kan oleh Radit ke kepalanya si Bopeng, rupanya ketika aku sedang menghajar temannya, si bopeng sudah bangun dan berniat menikamku dari belakang, untung Radit melihatnya dan mengambil balok kayu yang ada di dekatnya kemudian dengan sekuat tenaga memukul si Bopeng dari belakang.Si bopeng megelepar beberapa saat, kemudian pingsan tidak sadarkan diri."Thanks dit", ucapku mengacungkan jempol padanya.Radit mengacungkan jempolnya sambil menyeringai senang."ttollooooongg.." terdengar teriakan Ren dari lantai atas."Kita segera keatas Dit", sambil melangkah menda
Dengan sisa tenaganya ia meringsut mundur kebelakang. Darahnya membasahi lantai sepanjang ia meringsut. "Amm.. ammpun, gue hanya di perintah", katanya ketakutan. "Arggghhhhh", Teriaknya lagi begitu kakinya yang patah di injak oleh Awan. Dan blaammmmm Sebuah pukulan keras menghantam kepalanya dan membuat ia langsung pingsan seketika. Puas sampai di situ!, ternyata tidak. Awan langsung menghajar semua anak – anak geng motor yang masih bergerak dengan sadisnya sampai tidak ada satupun lagi yang bergerak. Ruangan itu seperti ruang penjagalan saja, darah berceceran dimana – mana. Tapi Awan seperti tidak puas, yang mash pingsan juga dihajarnya sampai mereka tersadar paksa dan dihajar lagi, ia tidak seperti Awan yang biasanya, karena yang menguasainya saat ini adalah emosi puncaknya, yang haus akan darah. "Bajingaann", teriak Bosky orang suruhan Joe ketika baru masuk kedalam ruangan. Ia memandang semua orang yang tergeletak diatas lantai dengan penuh luka, dan di depan matanya sendir
"Awaann tolongin Reenn...", teriak wanita tersebut lirih.Kenapa ia memanggil namaku ? apa ia mengenalku ? R-e-n. Hah! ia adalah Renata. Aku kan kesini mau menolongnya. Aku melangkah gontai kearah Ren tanpa memikirkan semua yang ada di sekitarku."Kenapa kaliam diam saja! Cepat Bunuh dia!" teriak Bagas pada anak buahnya.Bughhhh bughh bummmmPukulan silih berganti masuk ke tubuhku. Tapi!, lagi – lagi aku tidak merasakan sakit sama sekali."Tidaaakk Awaann, jangan! hentikaann", terdengar teriakan Ren penuh duka.Kenapa ia berteriak seperti itu ? kenapa Ren menangis ? apa karena orang – orang yang menyerangku ini ? bangsat, kalian berani membuat Ren menangis.BummmmAku melayangkan sebuah pukulan kuat pada orang yang menyerangku.Kaget dengan serangan balasanku secara tiba – tiba, membuat yang lainnya terpana. Namun dengan cepat aku melayangkan pukulan ke arah teman di sebelahnya.BughhhhhKepalanya sampai berputar kearah kiri karena tinju kananku.Bumm bummmAku menghajar dua teman lain
Aku melihat ke arah Renata, tampak wajahnya yang pias dan ketakutan melihat ke arahku, astaga apa yang telah kulakukan ?, pikirku cemas. Aku melihat kesekeliling ruangan, tampak Bowie dan lima orang lainnya terbaring di lantai dengan kondisi yang menggenaskan, darah berceceran dimana – mana. Apa ini semua aku yang melakukannya ?, sesalku. Aku merasa seperti dejavu, terakhir aku kehilangan kuasa diri begini saat menyelamatkan Annisa ketika akan di perkosa waktu itu. Tapi, dulu ada kakek yang datang tepat waktu, sehingga aku tidak sampai membunuh orang waktu itu. "ARRRGGGHHHHHHH...", teriakku coba mengambil alih kesadaran. Belum puas, aku melampiaskan seluruh emosi tersisa dengan pukulan kuat kearah dinding. Bruaakkkkkkk Dinding ruangan tersebut sampai berlubang. Aku merasa lega, perlahan aku bisa menguasai kembali kesadaranku sepenuhnya. Aku mendekati Ren, dia seperti ketakutan ketika aku mendekatinya. Perasaanku sangat hancur melihat kondisi Ren seperti itu, pakaiannya nyaris ter
POV Awan Aku berada di tengah – tengah kegelapan, rasanya lumayan lama aku terbaring di suatu tempat yang lumayan keras dan sedikit basah. "Dimana aku ?", kataku pelan sambil mengerjap – ngerjapkan mata melihat ke sekeliling. Aku berada di tengah – tengah hutan. Terdengar suara malam di seantero hutan. Mulai dari suara khas burung hantu, kumbang malam, bahkan dari kejauhan terdengar ada lolongan suara serigala melolong tinggi. Astaga, aku baru ingat. Ini adalah memory ketika aku akan menyelesaikan latihan yang diberikan oleh Angku. (Angku=kakek) saat usiaku baru menginjak 16 tahun. Dalam sejarah keluarga besarku, ketika seorang anak laki – laki genap berusia 18 tahun, maka ia wajib melewati sebuah ujian tapa dan tarung di hutan larangan. Namun entah kenapa saat usiaku baru 16 tahun, Angku memaksaku untuk menghadapi ujian ini. Angku berfirasat kalau usianya sudah tidak akan lama lagi, sehingga dia mengajarkan semua yang dia bisa. Sebenarnya sangat besar resikonya dalam menghadapi uji
POV Renata. Lama kupandangi wajah Awan. Tubuhnya penuh luka demi menyelamatkanku. Hari ini, tepat 4 hari sudah setelah kejadian naas itu, kejadian yang hampir merenggut kehormatanku. Masih lekat diingatanku, ketika Bowie dan komplotan nya menculikku dengan paksa saat berada di depan sekolah. Suatu hal yang tidak kuduga sama sekali, kalau Bowie bisa berbuat senekat itu. Akibat kenekatannya itu, hampir saja merenggut kehormatanku dan mencelakai orang yang sangat kusayangi. Saat menegangkan itu, aku hanya teringat akan satu nama, Awan!. Aku membayangkan sebuah hal buruk yang benar – benar akan membuatku malu seumur hidupku dan yang paling kutakutkan, kalau aku tidak akan sanggup lagi menatap wajah Awanku. Dan di saat genting – genting itu, aku hanya bisa berteriak di dalam hati, Awan, tolong selamatkan aku. Entah karena doaku atau memang takdir yang masih berpihak padaku, di saat – saat kritis tersebut. Awan benar – benar datang menyelamatkanku, di saat aku benar – benar putus asa denga