Dua serangan beruntunnya masuk telat ke hulu hati dan kepalaku, yang membuatku kehilangan keseimbangan. Tidak ingin menerima serangannya mentah-mentah kubalikkan sebuah tendangan dan disusul dengan sebuah tinju dari arah bawah. Namun dua seranganku lagi-lagi berhasil dihindarinya. Dengan langkah cepat aku meloncat mundur kebelakang beberapa langkah untuk menstabilkan kondisiku, kak Noura pun menahan langkahnya dan tidak terburu menyerangku seperti sebelumnya.Sepertinya dua seranganku barusan membuat ia jadi lebih hati-hati untuk menyerangku kembali."Awas kalau kau sampai kalah, akan kutelan jiwamu. Sehingga kau akan mati penasaran, dan tidak akan bisa terlahir kembali kedunia" kata suara yang menyeramkan itu lagi."kau cukup diam saja, dan lihat saja dari dalam sana" ejekku.Kudengar lirih suara cukup berat, mungkin makhluk yang bicara itu gusar karena kali ini tidak bisa menguasai tubuhku begitu saja seperti sebelumnya.Aku meloncat-loncat ringan sambil memutar ringan kepalaku dan m
POV AuthorSEBUAH GUDANG TERBAKAR AKIBAT PERTEMPURAN DUA KELOMPOK MAFIASebuah kebakaran hebat melanda sebuah gudang yang terletak di Jl. Xx kota Bandung. Diduga telah terjadi sebuah pertempuran hebat antar dua kelompok mafia besar yang ada di Negeri ini. Karena menurut informasi dari masyarakat setempat, semalam terjadi suara letusan senjata api serta suara ledakan yang diduga bom.Getaran akibat daya ledak tersebut dirasakan oleh masyarakat yang tinggal tidak jauh dari lokasi kejadian. Tapi sampai saat berita ini diturunkan, para awak media belum diijinkan untuk mendekat ke lokasi yang telah diberipolice line oleh aparat keamanan, jadi wartawan belum tahu berapakah korban jiwa yang jatuh dari kejadian ini.Awan saat itu sedang duduk di ruang tamu sambil menunggu Renata yang sedang dandan, rencananya mereka hari ini akan pergi ke Bandara untuk menjemput Pak Wijaya beserta Istri dan Ibunya Awan, Arini. Untuk mengisi waktu senggang sambil menunggu Renata selesai berdandan, Awan membaca
"Bapak sudah baca berita hari ini ?" tanyaku coba memancingnya, Pak Usman melirikku sejenak lalu menyeruput kopi di depannya."Baca," jawab Pak Usman singkat."Terus ?" tanyaku penasaran, karena sepertinya Pak Usman sangat tenang sekali mengetahui berita itu."Terus apanya Mas Awan ?" malah Pak Usman yang balik tanya padaku."Bapak gak bertindak gitu ?" tanyaku balik nanya, gregetan sendiri dengan pertanyaan tenangnya Pak Usman, seolah-olah yang terjadi bukan sesuatu yang penting untuk dibahas."Hehehe.." Pak Usman malah tersenyum melihatku gregetan."Pak Usman gak merasa terusik gitu ? Secara Bapak kan seorang.. hmnn," ucapku agak ragu menyebutkan julukan Pak Usman, bagaimanapun itu adalah hal yang sangat sensitif untuk disebutkan di tempat umum begini."Itulah pentingnya ketenangan Mas Awan. Dengan bersikap tenang, pikiran kita akan jernih dan lebih bisa mengambil keputusan secara tepat dan cepat," ucap Pak Usman berpetuah. Aku merasa dapat pelajaran secara tidak langsung oleh Pak Us
Sementara satu orang lainnya berjalan kesamping mobil sambil melihat isi dalam mobil.Aku hanya diam saja dan memperhatikan mereka semua dengan seksama sambil mempertimbangkan segala kemungkinan yang bisa terjadi. Kulihat Pak Usman sendiri juga adem ayam saja, sambil mengeluarkan rokok kreteknya dalam saku kemejanya. Santai kali Pak Usman, semakin aku penasaran melihat bagaimana kemampuan Pak Usman yang sesungguhnya."Wuih Bang Jack, ada dua lagi wanita cantik di dalam mobil," ucap orang yang berjalan ke samping tadi dengan tatapan yang berbinar mesum."Hehehe, pas berarti buat kita bertiga," ucap teman satunya dengan seringai mesumnya.Pak Usman terlihat santai sambil menghembuskan asap rokoknya."Kalian anggotanya Karta yah ?" tanya Pak Usman santai, namun membuat ketiganya seperti terbelalak kaget dengan pertanyaan Pak Usman. Entah siapa orang yang disebutkan Pak Usman, namun sepertinya orang itu adalah bosnya mereka."Pak Tua sialan, bagaimana kau bisa tahu ? Hah!" ucap orang yang
Pak Usman melangkah agak menjauh dari mobil."Kau akan mati sekarang Pak Tua, arrgghh," kata orang tersebut dengan suara berat. Apa ia kesurupan yah ?Wossshhh wosshhhGerakan orang tersebut sangat cepat dan lebih kuat dari sebelumnya.Paamm paammmKali ini orang tersebut terlihat seperti bisa mengimbangi kecepatan Pak Usman, beberapa kali serangannya masih bisa dihindari oleh Pak Usman, namun sekali dua kali serangannya berhasil membuat Pak Usman harus berkelit untuk menangkisnya. Itu saja membuat Pak Usman seperti terhuyung kebelakang karena saking kuatnya pukulan tersebut. Tidak mau menanti serang orang itu masuk, Pak Usman kali ini mengambil inisiatif untuk menyerang duluan.Bughhh Bughhh BughhhBeberapa pukulan Pak Usman berhasil masuk dengan telak ke tubuh lawannya."Hanya segitu kekuatan pukulanmu Pak Tua ?" ucapnya meeremahkan. Ternyata ia tidak sekedar sesumbar dengan kemampuannya, ia juga kebal terhadap pukulan cepat Pak Usman.Pak Usman tidak menjawab ocehan orang tersebut,
POV Author."Kenapa Mas Awan ? Kok malah diam ? Bicarakan saja kalau ada yang mengganjal dihati," ucap Pak Usman tenang. Karena beberapa saat Awan duduk masih diam tanpa bersuara."Bapak tahu saja."Awan menghela nafas sejenak, lalu melanjutkan kata-katanya."Siapa Karta yang Bapak ucapkan sore tadi saat bertarung ?" tanya Awan.Pak Usman tidak langsung menjawab pertanyaan Awan, ia menyeruput kopinya. Lalu sambil menghisap rokok kreteknya."Dia adalah Seven Devil pertama," ucap Pak Usman dengan tatapan yang menerawan jauh."Serius Pak ? Terus kenapa sekarang ia bisa berseberangan dengan Klan Atmaja ? bukankah itu artinya ia mengkhianati ketua Klan ? Bukankah seharusnya ia jadi pelindung ketua ? Menyerang markas Klan Atmaja, sama halnya ia menantang perang ?" kata Awan dengan berbagai pertanyaan. Dengan kecerdasannya ia bisa dengan cepat merangkai semua kejadian beberapa belakangan waktu ini."Hmmm dasar anak muda! Selalu saja tidak sabaran. Pertanyaannya satu-satu dulu, bingung Bapak y
Awan diam sejenak seperti kembali menyatukan keping puzzle dan ia menanyakan sebuah pertanyaan yang membuat Pak Usman harus jujur menjawabnya."Dari tadi Pak Usman selalu menyebut 'Ketua', tanpa sekalipun menyebut namanya. Siapa nama 'Ketua' yang sesungguhnya ?" tanya Awan.Pak Usman terdiam sejenak."Adli Fikri." jawab Pak Usman singkat, yang membuat Awan jadi berpaling melihat Pak Usman. Karena nama tersebut mempunyai arti khusus dalam hierarki keluarga Awan."Kenapa ? Mas Awan tentunya gak asing dengan nama itu kan ?" tanya Pak Usman santai.Gantian Awan yang termenung dengan pikiran yang bertanya-tanya tentang sosok yang diucapkan oleh Pak Usman."Bapak tahu nama belakang beliau punya hubungan khusus dengan silsilah keluarga Mas Awan. Detailnya bisa Mas Awan tanyakan pada Bu Arini." tambah Pak Usman."Mang Ibu tahu, Pak ?" tanya Awan lagi makin penasaran."Justru Ibu tahu lebih banyak dari saya," jawab Pak Usman tersenyum."Sudah larut, Bapak ijin istirahat dulu ya Mas. Lain kali k
"Uhukk uhukkk." Bu Arini terbatuk cukup keras."Astaga, batuk Ibu berdarah ?" kata Awan terlihat panik begitu melihat ada darah yang keluar dari mulut ibunya.Bu Arini tampak bernafas dengan agak berat."Mana obat Ibu ? Sudah jangan dipaksakan ceritanya kalau Ibu gak kuat ?" kata Awan terlihat sangat khawatir dengan kondisi ibunya yang wajahnya terlihat pucat saat itu."Haahh haahh.. Ibu gak apa-apa, Nak. Tolong ambilkan Ibu minum itu ?" kata ibunya.Setelah diberi minum Awan, Bu Arini terlihat lebih tenang dan coba mengatur nafasnya."Sebenarnya Ibu sakit apa ?" tanya Awan dengan mata berkaca-kaca."Ibu gak apa-apa Nak. Kamu perlu mendengar cerita ini. Karena apa yang akan Ibu ceritakan ini ada kaitannya dengan penyakit yang Ibu derita" lanjut Bu Arini sambil menyandarkan punggungnya ke atas tempat tidur."Tapi, Ibu jangan memaksakan diri yah! Kalau Ibu gak kuat, Ibu harus istirahat," kata Awan khawatir. Ia memijit-mijit kaki Ibunya agar rileks kembali. Bu Arini menatap anaknya dalam,