Ternyata tidak hanya dirinya, temannya juga merasakan hal yang sama. Menghajar Awan, serasa seperti memukuli gunung. Sangat keras, sampai-sampai tangan mereka serasa keram.
"Bodoh! Kalau tidak bisa dengan tangan, pakai besi yang kalian bawa itu." Teriak pemimpin kelompok preman ini marah.
Para preman segera beralih menggunakan pentungan besi dan kayu yang telah mereka siapkan sebelumnya.
Suara benturan besi dan kayu segera terdengar bergemuruh setelahnya.
Adapun Awan meringkuk di atas lantai yang dingin sembari menerima serangan bertubi-tubi. Ia merasa tubuhnya mulai kesakitan, karena banyaknya jumlah pukulan yang masuk ke tubuhnya.
"Bang, bagaimana dengan dokter cantik itu? Apa bos membutuhkan bantuan kita? Dia cantik banget, sayang aja kita gak ikut menikmatinya." Ujar pria yang berdiri di sebelah pemimpin kelompok preman ini.
Si pemimpin preman terkekeh dengan ekspresi penuh nafsu. Tentu saja, ia sudah melihat sosok dokter yang disebut oleh anak buahnya tersebut. Karena mereka sudah mengidentifikasi siapa saja target mereka, sebelum beraksi hari ini.
Seperti kata tangan kanannya itu, si bos tidak menampik kecantikan dokter Annisa. Jika saja, Henry tidak mewanti-wanti mereka untuk tidak menyentuhnya, si bos tidak akan melewatkan dokter secantik Annisa begitu saja. Melihatnya saja, sudah cukup membuat lelaki manapun jatuh cinta padanya.
Tidak heran, Henry sampai meminta mereka untuk mengenyahkan siapapun yang dapat menghalanginya untuk mendapatkan dokter cantik itu.
"Tentu saja! Biarkan saja 'orang' itu bersenang-senang dengan dokter cantik itu terlebih dahulu. Setelah menghabisi bocah ini, saatnya bagi kita untuk menculiknya. Uang dapat, wanita cantik juga dapat, hahaha."
Keduanya tertawa dengan pikiran mesum yang menerawang.
Tap.
Trang.
Awan yang mendengar keduanya memiliki rencana jahat terhadap Annisa, terbit amarahnya. Kemarahannya membuat rasa takutnya menghilang dan dalam satu gerakan, Awan berhasil menangkap pentungan besi pengroyoknya. Lalu merebut dan membuangnya jauh.
Preman yang pentungan besinya direbut Awan, terkejut. Tidak menyangka jika Awan akan bangkit dan berhasil melucuti senjatanya.
"Apa kalian bilang? Kalian mau mencelakai dokter Nisa?" Tanya Awan dengan napas mulai memburu.
Tanpa disadari orang-orang ini, pupil mata Awan ternyata telah berubah menjadi keemasan. Hanya saja, karena Awan menunduk, tidak ada seorangpun di antara mereka yang menyadari perubahannya.
"Hehehe, ternyata kamu masih bisa bersuara. Baguslah, kami tidak akan menutupinya darimu, nak. Bagaimanapun, kamu akan segera mati."
Ujar si bos preman terkekeh, lalu kembali menambahkan, "Setelah selesai denganmu, kami akan mengincar dokter cantik itu."
"Iya, betul bos. Sudah tidak sabar rasanya bisa menikmati dokter cantik itu. Aku ingin membuatnya menjerit-jerit ketika aku menggagahinya nanti, hahaha."
Semua preman disana tertawa dengan ide mesum tersebut.
Emosi Awan makin meningkat, "Kalian berani menyentuh dokter Nisa, aku akan membunuh kalian semua."
Suara Awan mulai serak dengan napas memburu.
Si bos preman sedikit terkejut melihat reaksi Awan. Ia tidak ingin membuang waktu lebih lama dan segera memerintahkan anak buahnya untuk segera menghabisi Awan.
Pria yang berdiri paling dekat dengan Awan langsung melayangkan tinjunya dan bermaksud menghantam wajah Awan.
Tap
Pria tersebut terkejut ketika tinju kanannya ditangkap sempurna oleh Awan. Belum hilang keterkejutannya, dengan Awan sedikit memutar tangannya, tangan kanan pria tersebut berputar dan berderak.
Krak.
Tidak lama, terdengar lolongan kesakitan si pria. Hanya sedetik, karena selanjutnya pukulan Awan berhasil mengirimnya terbang dan menghempaskannya ke salah satu sudut ruangan.
"Bangsat! Cari mati kau." Teriak pria lainnya.
Kali ini, suasana sudah jauh berubah. Tidak ada lagi Awan yang polos dan penakut seperti di awal tadi, begitu matanya berubah dan emosinya mengambil alih kendali tubuhnya.
Hanya dalam waktu singkat delapan orang berhasil dihempaskan terbang oleh Awan dan mereka semua berakhir dengan keadaan yang menggenaskan.
Satu setengah tahun kemudian. Tiga istri Awan, Annisa, Amanda dan Calista, tampak sedang cemas menunggu di luar kamar di rumah tuo, kampung halaman Awan. Di tengah mereka, tampak dua orang balita yang sedang digendong oleh Annisa dan Calista, sementara Amanda tampak sedang bermain dengan kedua balita berjenis kelamin perempuan tersebut dengan sesekali mencubit gemas pipi keduanya. Kalian mungkin bertanya-tanya, di mana Rhaysa alias Raine? Awan belum berhasil melamarnya hingga detik ini. Awan pernah mencoba melamar Raine setengah tahun yang lalu. Hanya saja, lamarannya langsung ditolak. Ratu Samudera memberikan syarat yang sangat berat jika Awan ingin melamar putrinya, yaitu Awan harus berada di level Divine atau dewa terlebih dahulu. Hasilnya, Awan telah berjuang keras di selama berada di tanah dewa untuk terus meningkatkan kemampuannya. Meski begitu, sepertinya ia masih harus bersabar untuk bisa melamar Raine. Kembali ke ruang tamu, rumah tua Awan. Tidak sama seperti Amanda yang t
Rombongan Cakar Hitam mencibir ucapan Awan yang dinilai terlalu berani dan tidak bercermin, siapa lawan yang akan ia hadapi. Sementara, Datuk Cakar Putih dan bangsa harimau Bukit Larangan lebih mencemaskan nasib Awan. Mereka masih mengira. jika Awan hanya mengandalkan kekuatan warisan Gumara. Itu semua tidak akan cukup untuk menghadapi Cakar Hitam. "Uda!" Andini menarik ujung baju belakang Awan dan terang-terangan menunjukkan kekhawatirannya. Namun, Awan hanya tersenyum cuek dan memintanya untuk tidak perlu khawatir. Entah karena kalimat yang diucapkan Awan padanya atau cara penyampaian dan ketenangan yang ditunjukkan oleh Awan, membuat Andini merasa jauh lebih tenang dan merasa bisa mempercayai Awan. Roaaar! Cakar Hitam melompat ke depan dan tibat-tiba saja, ia sudah berubah wujud menjadi harimau besar dengan belang hitam di sekujur tubuhnya. Untuk bisa mengalahkan Awan, Cakar Hitam sudah bertekad untuk mengerahkan seluruh kekuatan dan berubah menjadi wujud terbaiknya. Cakar H
Wajah Taring Hitam seketika memerah panas melihat sikap Andini yang dengan terang-terangan menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan seorang pria asing seperti Awan. Ia telah mengagumi Andini sejak lama, bagaimana ia bisa menerima, wanita yang disukainya bermesraan dengan pria lain tepat di depan hidungnya? Tidak peduli, apa pria itu dicintai Andini atau tidak. Bagi Taring Hitam, hanya dialah yang pantas menjadi pasangan Andini. Dia tidak habis pikir dengan sikap bodoh Andini, bagaimana ia bisa memilih seorang pria yang bukan apa-apa jika dibanding dirinya? Dia kuat dengan seluruh tubuh dipenuhi oleh otot-otot baja. Selain itu, dia adalah seorang pangeran dengan masa depan cerah. Bersamanya, Andini pasti akan jauh lebih bahagia. Bangsa harimau rata-rata memiliki tubuh yang besar dan berotot. Sehingga melihat tubuh Awan yang biasa, membuat Taring Hitam menilainya sebagai sosok yang sangat lemah. Dengan tatapan penuh kecemburuan dan kebencian, Taring Hitam akhirnya tidak bisa lagi menaha
Tatapan Cakar Hitam menjadi dingin dan tidak lagi menunjukkan keramahan pura-puranya, "Cakar Putih, apa kamu tahu konsekuensi dari pilihanmu hari ini?" Sambil menekan rasa gugup dalam hatinya, Datuk Cakar Putih berusaha tersenyum tenang dan berkata, "Keputusan kami bersifat final dan anda bisa kembali." "Kamu?" Kilat kemarahan terbesit di mata Cakar Hitam dan tiba-tiba saja ia sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri. Wus! Terlalu cepat! Datuk Cakar Putih terkesiap. Meski ia sudah menduga reaksi akhir dari Cakar Hitam. Namun, gerakannya terlalu cepat untuk bisa ia ikuti dan detik berikutnya, Cakar Hitam sudah muncul tepat di depan Datuk Cakar Putih dan melayangkan sebuah serangan yang tidak bisa ditahannya. Braaak. Datuk Cakar Putih tidak bisa menahan pukulan itu sepenuhnya dan membuatnya terbang membelah barisan pasukan di belakangnya. "Datuk Cakar Putih?" Pekik orang-orang tertahan dan terkejut melihat keberanian Cakar Hitam yang telah menyerang tetua mereka tepan dih
Suasana di alam bangsa harimau tampak tegang dan semua penjaga perbatasan memasang wajah serius dan penuh waspada.Awan sengaja menyamarkan penampilannya dan mengeluarkan aura harimau yang ada di dalam tubuhnya dan membuat ia berhasil membaur dengan para penduduk bangsa harimau tanpa ketahuan. Setelah kedatangannya terakhir kali ke tempat itu, Awan memiliki memori yang sangat tajam tentang semua sudut tempat ini, yang memungkinkannya bisa berpindah kemanapun yang ia inginkan.Tidak lama setelah kedatangan Awan, rombongan Taring Hitam juga datang bersama ayah, para tetua dan juga puluhan prajurit terbaik bangsanya.Taring Hitam tampak tidak main-main dengan ancamannya. Hal itu, membuat gelisah bangsa harimau yang tinggal di Bukit Larangan.Para petinggi yang dipimpin oleh Datuk Cakar Putih tampak serius membahas masalah ini di aula tetua."Datuk, kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkan apa yang mereka mau. Bagaimanapun, raja sedang tidak ada di sini dan kita semua berkewajiban me
Seminggu yang lalu, ada sekolompok orang asing yang datang ke Kampung Tuo. Anehnya, mereka melewati batas Kampung Tuo begitu saja dan ternyata, tujuan mereka adalah kampung mistis yang ada di Bukit Larangan, tempat di mana bangsa harimau tinggal. Kelompok ini dipimpin oleh seorang pemuda bernama Taring Hitam, putra dari raja harimau Cakar Hitam yang berasal dari gunung Medan. Tujuan mereka datang, karena Taring Hitam yang sudah cukup usia untuk menikah, menginginkan Andini sebagai istrinya. Meski mereka tahu bahwa Andini adalah pasangan yang disiapkan untuk raja. Hanya saja, bangsa harimau dari gunung Medan ini tahunya bahwa raja Gumara telah lama tiada dan tidak memiliki pewaris sama sekali. Hal itu, coba dimanfaatkan oleh Taring Hitam untuk mendapatkan Andini. Taring Hitam yang terpesona dengan kecantikan Andini, ketika berkunjung ke bukit Larangan beberapa tahun lalu, berniat menjadikan Andini sebagai miliknya dan begitu ia mencapai usia layak menikah, Taring Hitam langsung me
Fikri dan Purnama yang semula berdebat, bahkan sampai berhenti dan tercengang mendengar wanita pujaan mereka dilamar oleh pria lain, tepat di depan mereka. Bagaimana mungkin mereka menerimanya?Jika pria lainnya, mungkin akan diam. Namun, mereka tidak mungkin bisa membiarkan ada lelaki lain merebut wanita yang mereka idamkan dari tangan mereka."Hei, bung! Apa maksudmu melamar dokter Nisa siang hari bolong begini?""Apa kamu tahu, siapa dokter Annisa? Sepuluh kamu, tidak bisa dibandingkan dengan seorang dokter Nisa.""Lebih baik kamu pergi dari sini! Atau kami akan memanggil satpam untuk mengusirmu."Ujar Fikri dan Purnama yang kali ini bisa kompak. Melihat reaksi keduanya, Awan cukup terkejut dan selanjutnya justru terkekeh geli. Ia melihat keduanya tidak ubahnya seperti badut yang sedang membuat pertunjukan.Awan melirik Annisa sekilas untuk menanyakan siapa mereka dan tampak balasan wajah jengah Anisa dan ketidakberdayaannya. Annisa membisikan identitas keduanya ke telinga Awan.
Rumah sakit umum ASA.Meski terletak di lokasi terpencil karena berada di bawah kampung Tuo dan lokasi yang jauh dari kabupaten, ditambah akses jalan ke sana yang tidak selebar jalan kabupaten. Kenyataannya, rumah sakit ini memiliki fasilitas medis yang sangat lengkap dan tidak kalah dengan rumah sakit yang berstandar internasional sekalipun. Sebuah alasan yang membuat rumah sakit ini banyak dihuni oleh tenaga medis terampil dan membuat reputasinya cepat terkenal hingga ke berbagai daerah di ranah Minang. Ditambah, kepala rumah sakit dan sekaligus menjadi dokter spesialis bedah di sana merupakan seorang wanita berparas cantik dan terkenal dengan keramahannya, Dr. Annisa Azzahra, Sp.B.Meski terkenal dengan keramahannya, sebagai penanggung jawab rumah sakit, Dokter Nisa menerapkan standar tinggi bagi tenaga medis yang bekerja di rumah sakitnya. Semua itu tentu saja sepadan dengan gaji tinggi yang mereka terima selama bekerja di sana. Banyak yang memuji dan banyak juga pihak yang mera
Setelah sekian lama, Awan kembali melihat tangis mama angkatnya tersebut. Namun kali ini, bukan tangisan yang membuatnya kehilangan kembali akal sehatnya. Itu adalah tangis kerinduan dan juga kebahagiaan. Tangis kerinduan seorang ibu yang telah lama tidak berjumpa dengan anaknya. Awan membiarkan Lina menumpahkan segala tangisannya dalam pelukan Amanda seraya memberi kode pada Amanda dan syukurnya, Amanda cukup peka dengan keadaan tersebut. Ada sekitar sepuluh menit lamanya, Lina menumpahkan tangis kebahagiaannya dalam pelukan Amanda. Sampai, Lina tersadar kembali dan mengurai pelukan mereka. "Maaf ya, nak. Tante terlalu sentimentil, kamu terlalu mirip dengan..." "Tidak apa-apa, ma." Sebelum Lina menyelesaikan kalimatnya, Amanda sudah lebih dulu menyelanya. Ia sekarang mengerti alasan Awan membawanya kemari dan Amanda sama sekali tidak keberatan untuk menggantikan posisi Renata untuk sesaat dan memberi kebahagiaan untuk ibunya Renata. Selama arwah Renata masih bersamanya dahulu,