Share

GODAAN HARTA WARISAN
GODAAN HARTA WARISAN
Author: Anna Janitra

BAB 1 BUJUK RAYU

"Sudahlah Pak, suruh saja Kang Tarjo buat rumah di bagian yang jauh sana! Tanah milik Bapak yang berada di belakang rumahnya Lek Pahing, ngapain juga di dekat sini. Bikin rusuh, orangnya saja pemalas, miskin gitu," bujuk Yu Surti.

Pak Sugi yang sedari tadi berpikir akan memberikan bagian tanah kepada anak lelakinya itu, terdiam sesaat karena bujuk rayu dari anak perempuannya yang selalu saja bicara dan tidak mau diam. Mak Siti istri Pak Sugi hanya menghela nafas berat mendengar celoteh putrinya dengan sesekali melirik ke arah suaminya.

Pak Sugi menikahi Mak Sitii dan mempunyai delapan anak, Kang Tarjo adalah anak nomer tiga dan masih mempunyai adik lelaki satu yang telah sukses menurut orang desa karena menjadi aparat negara. Anak lelaki bungsu mereka yang selalu dibanggakan bekerja sebagai mandor bangunan di kota besar.

Kang Tarjo masih mempunyai tiga orang Kakak, yang sudah berkeluarga dan mempunyai rumah sendiri. Tidak seperti anak-anak perempuan Pak Sugi lainnya, meski Yu Sumi juga anak perempuan tetapi banyak diam tidak terlalu ikut campur urusan orang tua.

Sedang dua Kakak Kang Tarjo, sama halnya dengannya. Diam, tidak banyak bicara. Entah, kenapa anak-anak perempuan Pak Sugi seolah seperti lelaki yang ingin berkuasa atas segalanya.

"Lagian dia kan tidak pernah membantu Bapak kerja dari saat muda Pak, kasih saja bagian yang jauh sana!" bujuknya lagi dengan mengelus lengan lelaki yang sudah sepuh tapi masih terlihat bugar itu.

"Atau … kasih yang di pinggir sungai saja, Pak, hihihihi …" imbuh Yu Sarni dengan tawa cekikikan.

"Kamu bisa diam tidak Surti, Sarni ... bagaimanapun juga Tarjo itu Kakak kandung kalian. Seharusnya kalian hargai dia sedikit saja, dan … keputusan Bapak tidak bisa diganggu gugat. Tarjo akan mendirikan rumah di samping rumahku. Yang dekat jalan raya, karena bagaimanapun dia adalah anak lelaki. Tidak boleh kalah sama kalian anak perempuan!" bentak Pak Sugi yang membuat kedua putrinya tidak berkutik setelah keputusan diambil oleh dan Bapak.

Baik itu Yu Surti dan Yu Sarni, anak perempuan Pak Sugi yang sejak pertama mendengar kalau Kang Tarjo ada niat ingin memisahkan diri dari orang tuanya, dan membangun rumah mereka sendiri. Memberi masukan kepada sang Bapak agar di jauhkan saja jarak antara mereka, sebab malu. Begitu kadang pikiran yang terlintas di benaknya.

Gegas mereka membubarkan diri setelah Pak Sugi beranjak keluar dan memanggil Kang Tarjo untuk mengukur tanah yang akan menjadi bagiannya dan ditempati. Dengan cekatan Kang Tarjo mengukurnya dengan didampingi istrinya Yu Mini.

Di dalam hati mereka bersyukur, setelah sekian lama dijadikan seperti seorang pembantu di rumah mertuanya oleh adik-adik iparnya, akhirnya akan memiliki istana meski hanya berdinding bambu. Keluarga kecil mereka akan mendapatkan kenyamanan dalam hidup tanpa gangguan dari mereka yang julidnya melebihi netizen plus enam dua.

"Alhamdulillah Pak, akhirnya cita-cita kita terkabul. Doa kita diijabah olehNya. Besok Emak akan pergi ke rumah Bapak, minta bantuan untuk bisa ikut mendirikan rumah sederhana kita," ucapnya pada sang suami.

"Iya, nanti … sapinya di jual saja Mak, buat tambah-tambah, ya …" ucap Kang Tarjo sama Yu Mini.

Mengangguk Yu Mini menjawab suaminya yang sambil berkeliling di atas tanah yang akan didirikan rumahnya kelak. Memutari sambil sesekali tersenyum dan menengadah ke atas, mengucapkan syukur yang tiada terkira.

"Sudah dapat rumah belum, Jo?" tanya Pak Sugi.

"Sudah Pak, rumahnya Kang Joko. Kemarin saya sudah kesana dan minta ijin padanya. Untuk harga kita sudah musyawarahkan kok, tinggal cari hari yang baik untuk mencabut rumahnya nanti." Kang Tarjo menjawab pertanyaan Bapaknya dengan semangat menggebu.

____

Flashback on.

"Itu Pak, rumah tengah jual saja sama Tarjo. Kasihan, harus kumpul terus sama mertua dan ipar-ipar yang kurang baik. Biar mandiri dan punya rumah sendiri. Apa kamu nggak kasihan sama adikmu itu?" kata Yu Kesi pada sang suami yang sedang mengelinting rokok dari kulit jagung.

"Iya, nanti kalau kesini tak kasih tahu padanya untuk membeli rumah itu. Daripada beli ke orang lain," jawabnya dengan masih menyiapkan rokok kesukaannya.

"Assalamualaikum, Kang … apa kabarnya?" sapa Kang Tarjo yang datang ke rumah Kang Joko.

"Wa'alaikumsalam, masuk Jo," jawab Kang Joko dan Yu Kesi serempak.

"Maksud saya ke sini hendak membeli rumah yang Kang Joko tawarkan kala itu, apa masih berlaku, Kang?" tanya Kang Tarjo dengan sedikit bergetar.

"Masih, tadi barusan Mbak Yu mu bilang seperti itu," jawab Kang Joko dengan senyum sedikit dan menoleh ke arah istrinya.

Setelah berbincang panjang lebar, akhirnya keputusan diambil bersama. Rumah Kang Joko dibeli Kang Tarjo dengan harga yang sedikit miring, sebab tidak tega melihat adiknya yang belum punya rumah. Semoga dengan keputusan ini mereka bisa bahagia tanpa harus mendengarkan gunjingan dari adik-adik iparnya.

Flashback off.

_____

"Ya sudah, kamu segera ke rumah Mbah Kasno untuk tanya hari baiknya. Biar segera kita bangun rumah kamu!" perintah Pak Sugi kepada anaknya.

Rumah di bangun dengan cara gotong royong bersama tetangga kanan kiri juga saudara. Beramai-ramai masih menjaga kekeluargaan dan erat dalam tali persaudaraan antar tetangga. Akhirnya rumah Kang Tarjo berdiri dengan gagah meski hanya berdindingkan bambu.

Setiap hari, Kang Tarjo beserta istri membuat dinding bambu dengan telaten. Bambu milik Pak Sugi Bapaknya sendiri tanpa harus lagi membeli. Jika sudah selesai, maka akan dipasang pada sisi kanan dan kiri rumah yang telah di bangun.

Semilir angin yang masuk saat malam tidak membuat mereka kedinginan, karena telah ditempeli koran bekas supaya tidak terlalu banyak angin yang masuk. Pintu pun masih terbuat dari bambu, terasa nyaman dan bersyukur meski sederhana yang penting bahagia.

Listrik masih ikut dengan Pak Sugi, meski jika subuh tiba akan dicabut colokannya dan berganti dengan temaramnya lentera yang terbuat dari minyak tanah dengan botol minuman bekas yang terbuat dari gelas kaca.

"Alhamdulillah, semoga kelak bisa punya token listrik sendiri ya Pak. Di mulai dari yang kecil-kecil dulu karena rezeki kita juga nggak banyak. Yang penting, punya rumah sendiri. Itupun sudah amat sangat bahagia," ucap Yu Mini suatu sore tatkala sedang duduk santai di teras rumahnya.

"Amin," serempak Kang Tarjo dan Reni mengucapkannya.

Raut bahagia terpancar dari wajah mereka, meski masih minim penataan cahaya. Televisi juga belum ada, namun tetap saja mereka bersyukur telah mempunyai sebuah istana.

"Mak, apa iya jika aku mau belajar saat subuh harus pakai lampu minyak?" tanya Reni, putri semata wayang Kang Tarjo dan Yu Mini.

"Tidak apa nduk, yang penting kamu dan juga adikmu bisa belajar dan sukses kelak," jawab sang ibu dengan mengelus lembut rambut Reni yang panjang.

"Kenapa Lek Surti dan Lek Sarni tidak suka sama kita ya Mak?"

"Hust!" Telunjuk Yu Mini menutup mulut putrinya dengan menggelengkan kepala pelan.

Yu Mini pun berlalu ke dapur untuk menyiapkan makan malam yang hampir tiba, suara adzan dari Musholla membangkitkan mereka untuk mengambil air wudhu dan menunaikan kewajiban kepada sang pencipta.

"Lain kali tidak boleh bicara seperti itu ya nduk, nggak baik." Nasehat Yu Mini kepada putrinya.

"Iya Mak."

❤️❤️❤️❤️❤️

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status