Beranda / Romansa / Gadis 50 Juta Sang Presdir / Bab 3. Menginaplah di Villa Milikku

Share

Bab 3. Menginaplah di Villa Milikku

Penulis: Desti Angraeni
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-04 18:36:04

Amira hanya terpaku seiring menatap bingung serta takut ke arah dalam mobil yang terlihat sangat mewah, kemudian berkata saat hampir menangis, “Tapi aku bukan gadis seperti itu ..., aku tidak pernah berniat menemui pria seperti Anda.”

Mendengar kalimat Amira membuat Erzhan tersenyum kecut, kemudian bersikap datar. “Masuk saja atau mungkin kamu lebih suka menghabiskan malam ini dengan banyak pria, hm?” Seringainya tidak terbaca. Mendengar kalimatnya membuat Amira semakin bergidik, tetapi masuk ke dalam mobil pun bukan pilihan.

Namun, saat ini Amira tidak mengetahui jalan pulang, terlebih dirinya tidak ingin terus tinggal di tempat seperti ini. Maka, keputusannya diambil. Gadis ini melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam mobil milik Erzhan. Pria ini hanya bersikap datar saat seorang gadis cantik duduk di sisinya, gadis yang notabene adalah barang dagangan madam. Sebenarnya, ini pertama kalinya dia menapaki tempat haram ini. Erzhan sedang mencari kesanangan di tengah-tengah depresi yang dialaminya.

Erzhan Anggara adalah pewaris tunggal AB Gruf, dirinya dituntut sempurna oleh sang ayah yang memiliki sumber kekayaan dalam banyak bidang yang salah satunya perdagangan. AB Gruf memiliki sebuah brand dagang yang kini menjadi tanggung jawab Erzhan.

Namun, tidak semudah itu pria berusia dua puluh tujuh tahun ini merintis karier, banyak sekali tantangan dan krikil berserakan dalam perjalanannya, hingga kemarin dirinya mengalami penurunan saham perusahaan sebanyak 60% hal itu membuatnya tersedak desakan sang ayah-Cakrawala.

Erzhan merasa frustrasi, tetapi tidak memiliki sandaran sama sekali saat Cakawala mendesaknya lagi dan lagi. Hal ini memang wajar karena ayahnya membangun kesuksesan dari nol, tetapi semudah membalik telapak tangan putranya menghancurkan prestasi yang didapat dengan susah payah.

Maka, pria ini pikir meniduri seorang wanita muda nan masih suci bisa menjadi pelampiasan sementara, tetapi tidak disangka jika kini dirinya dihadapkan pada gadis belia, daun muda yang baru saja melihat warna gelap dunia.

Mobil berhenti di sebuah halaman rumah, rumahnya tidak besar, tetapi masih bisa dihuni oleh empat atau lima orang. “Ini rumahku, malam ini menginap saja. Besok aku akan mengantarmu.” Dingin Erzhan seiring melepas seat belt.

“Tapi ... bagaimana mama aku?” Sebenarnya Amira sedang mencoba memohon supaya pria di sisinya berbaik hati mengantarnya ke keluarganya dibandingkan membawanya kesini.

Tatapan Erzhan semakin dingin. “Sudah aku bilang tadi, mamamu tidak akan mencari. Malam ini kamu dijual pada pria hidung belang! Apa sampai sini kamu masih belum paham?”

“Ta-tapi mana mungkin mama melakukannya ....” Amira tidak ingin asumsinya tentang ibu terkontaminasi oleh kalimat pria yang tidak dikenalinya.

Erzhan mulai tersenyum nakal, wajahnya mendekat perlahan ke arah Amira. “Kenyataannya memang seperti itu, Sayang ...,” Punggungnya kembali diluruskan, “tapi kamu tenang saja, aku tidak akan menyentuhmu walaupun uang lima puluh juta sirna begitu saja!” Dengusan ditambahkan. Pria ini keluar dari mobil saat tubuh Amira masih bergetar ketakutan, bahkan kedua bola mata si gadis ikut bergetar seiring mengikuti arah langkah Erzhan hingga membukakan pintu mobil untuknya. “Keluar dari mobilku.” Dinginnya bagaikan kutub.

Seal belt dilepaskan bersama keraguan hingga akhirnya Amira menapaki halaman yang tidak begitu luas. “I-ini ... tempat apa?” Gadis ini terlalu takut jika dirinya harus memasuki tempat sejenis dengan yang pernah dipijaknya tadi bersama sang ibu.

Suara halus pintu mobil ditutup baru saja ikut mengisi keheningan malam. “Ini vila, tempatku mendinginkan kepala. Seharusnya aku tidak pernah membawa siapapun kesini karena ini tempat privasi. Kamu yang pertama, jadi jangan sia-siakan kebaikanku!” Sikap dinginnya masih bertahan. Punggung lebarnya beralik, menjauh perlahan, langkahnya sangat gagah.

Amira masih terpaku, dirinya memang baru saja membuka mata pada dunia, tapi yang dilihatnya adalah sisi kelam dunia ini. Kedua matanya sudah memanas hendak menangis saat kalimat Erzhan terngiang-ngiang jika ibunya sendiri menjualnya. “Apa salah Ami, Ma ...,” desah lirihnya.

Saat ini pintu utama sudah dibuka oleh Erzhan. “Sampai kapan kau akan berdiri di situ? Apa kamu tidak mau masuk? Kalau begitu aku akan membiarkanmu tidur di luar.” Pria ini sedikit berteriak walau nada suaranya tetap santai.

Segera, langkah kaki Amira menariknya masuk ke dalam bangunan yang katanya adalah vila. Tidak banyak yang bisa dilihatnya di sini, bahkan furniture di ruang tamu hanya alakadarnya walau tetap estetik. Amira menyebarkan tatapannya bersama perasaan cemas. Apa benar ini tempat yang tepat untuk dipijaknya? Isi kepalanya seolah berdengung.

Erzhan memimpin langkah supaya Amira mengikutinya naik ke lantai dua, kemudian membukakan pintu salah satu kamar. “Masuklah, aku akan membawakan baju.” Suaranya masih selalu terdengar dingin bahkan lirikannya seolah tidak berniat menatap Amira. Pria ini masuk ke dalam kamar sebelah, tidak lama dirinya kembali, masuk ke dalam kamar yang menaungi Amira. Sebuah kemeja disodorkan, “Aku hanya punya ini. Pakai saja!” Amira berdiri mematung menatap pakaian berwarna navi itu.

“Itu ..., pakaian pria.”

“Aku memang pria, kan!” Tatapan Erzhan seolah menyimpan amarah.

“Maaf ....” Amira segera meraih lembut pakaian dalam telapak tangan Erzhan. Gadis ini tampak seperti gadis penurut pada umumnya hingga membuat Erzhan berpikir ulang untuk memperlakukannya sebagaimana wanita matang. Dirinya mulai memperhalus kalimat serta menambahkan sedikit kehangatan dalam ekspresinya.

“Tidurlah, kunci pintunya dari dalam. Kamu harus memastikan tidak boleh ada yang menyentuh tubuhmu, termasuk aku.” Erzhan berhasil membuat kehangatan walau hanya setipis lembaran tissue, tetapi hal itu cukup membuat Amira merasa lebih tenang. Jadi, kini Amira berbaring di dalam ruangan kamar yang sangat asing.

“Ma, tidak mungkin kan mama jual Amira? Pasti pria itu salahpaham, apa sekarang mama mencari Ami? Maaf ..., Ami tidak bisa menghubungi, Ami terlalu takut meminjam handphone dari pria itu ....” Saat ini pemikiran positif masih terbentuk dalam hati serta pikiran si gadis karena bagaimanapun juga Fatma adalah sosok wanita yang sudah tiga belas tahun bersamanya, membesarkannya, mendidiknya walau Fatma tidak pernah bersikap hangat padanya.

Beberapa jam berlalu, tepatnya tengah malam perut Amira bergejolak meminta jatah. Kedua kelopak matanya terbuka begitu saja, pun kedua lengannya refleks menekan perut. “Kenapa harus lapar sih ..., tapi wajar saja, aku belum makan dari siang,” keluhannya. Semakin lama ditahan, justru perutnya semakin bergemuruh hingga membuatnya harus mencari sumber energi.

Perlahan, derap langkah diambilnya. Tujuan Amira hanya dapur, maka langkah kaki indahnya menyusuri anak tangga karena kemungkinan besar dapur selalu berada di lantai bawah. Semua ruangan yang dilewatinya hanya disinari oleh lampu-lampu kecil saja. “Oops!” Hampir saja sebuah vas bunga menjadi bahan kegaduhan jika saja kedua tangannya tidak cekatan.

Cukup sulit menilai ruangan dalam keadaan remang-remang, tetapi akhirnya ruangan tempat penyimpanan makanan ditemukan. Senyuman Amira melebar begitu saja, kulkas dibuka, tetapi hanya makanan instan yang didapatnya. Sebuah mie sudah di dalam genggaman. “Aku harus memasak ini, tapi aku takut akan membangunkan pria itu ...,” keluhannya.

“Hm!” Dehaman Erzhan terdengar lagi di depan punggung Amira. Sekujur tubuh gadis ini segera membeku hingga akhirnya tubuhnya dibalik lembut oleh tuan rumah. Tatapan mereka saling bertumpuk, tetapi tatapan pria ini cukup liar, kedua mata nakalnya menjelajah pada bibir dan bagian dada Amira. Wajah Erzhan menelusup perlahan pada leher bagian kiri si gadis, dirinya berbisik, “Apa kamu tidak mendengar, kalau kamu harus mengunci pintu kamar rapat-rapat, tapi yang kamu lakukan keluar dari kamar?” Embusan napasnya terasa panas saat memenjarakan tubuh Amira menggunakan kedua lengan berotot padatnya.

Bersambung ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis 50 Juta Sang Presdir   Bab 144

    Beberapa hari berlalu, Tasya masih tinggal bersama Cakrawala tetapi dia juga rajin menemui ibunya hingga komunikasi tidak pernah terputus. Hari ini gadis cantik yang semakin bersinar meluncurkan sebuah album, album pertamanya yang akhirnya dapat dinikmati oleh banyak orang. Senyuman merekah hingga menambah aura cantik di wajah Tasya. “Selamat.” Erlangga mengulurkan tangannya seiring memberikan senyuman teduh. Saat ini Tasya tidak memiliki alasan menolak Erlangga karena mereka sedang berada di antara para staf. “Terimakasih.” Dengan berat hati tangannya menjabat tangan kanan Erlangga. “Setelah ini jadwal kamu akan semakin padat. Apa kamu siap?” Masih teduh Erlangga. Raut wajahnya ini adalah raut wajah yang biasa digunakannya saat memiliki hubungan spesial dengan Tasya. “Ya. Saya juga akan berusaha.” Senyuman kecil Tasya yang dibentuk dengan terpaksa. Erlangga melepaskan jabatan tangannya dengan Tasya, tetapi rupanya pria itu meninggalkan secarik kerta yang sengaja diberikannya pad

  • Gadis 50 Juta Sang Presdir   Bab 143

    Maria menemui Amira dengan fashionnya yang anggun dan ayu. “Ami sudah siap dari tadi ..., maaf ya jadi menunggu Mama,” kekeh hangatnya.“Tidak kok, Ami baru turun.” Pun, Amira menunjukan senyuman hangat untuk mertuanya. Jadi, keduanya segera menuju kediaman sanak saudara terdekat yaitu yang hanya berjarak sekitar sepuluh rumah, tetapi Maria memilih menggunakan mobil hingga menantunya dibuat sangat tabu.‘Kalau Ami sih saat menemui teman satu daerah tinggal jalan saja. Kehidupan keluarga Erzhan emang beda sekali sama Ami.’ Udara ditiup dari mulutnya.“Nanti Ami bisa kumpul sama keponakannya Erzhan, ada kok yang usianya hampir sejajar sama Ami,” tutur lembut Maria.“Iya, Ma. Tapi yang mana ya? Saat pernikahan Ami melihat keponakan Erzhan cukup banyak.”Maria terkekeh kegelian dengan singkat. “Mama tahu kok Ami pasti bingung. Memang iya, keponakan Erzhan ada banyak, makannya Mama mengajak Ami ke rumah sanak saudara agar Ami mengenal keluarga kami perlahan.”“Iya, Ma.” Senyuman bahagia Am

  • Gadis 50 Juta Sang Presdir   Bab 142

    Amira kembali ke kediaman mertuanya. Maria segera menyambut hangat nan lembut, “Kamu dari mana saja, Sayang ....” Belaian ditambahkan selayaknya seorang ibu yang merindukan anaknya.“Ami barusaja bertemu Tasya, Ma.” Senyuman santun nan hangat Amira. Namun, ternyata kalimatnya ini membuat perubahan ekspresi pada wajah Maria.“Kenapa harus menemui Tasya, memangnya adik kamu tidak sibuk?” Senyuman hangat Maria berkurang banyak.“Sibuk sih, cuma Tasya menyempatkan waktu untuk menemui Ami,” kekeh hangat Amira tanpa mengatakan pembahasan mereka.Maria mendesah kecil, kemudian berkata lembut walau isi kalimatnya sensitif, “Kalian memang adik dan kakak, tapi kalian berbeda ibu. Maaf ya, bukan maksud Mama membatasi hubungan kalian apalagi ingin memutus hubungan kalian, tapi lebih baik jaga jarak sedikit ....”Amira tersenyum kecil. “Mama Fatma memang pernah jahat sama Ami, tapi Tasya tidak begitu kok Ma, Tasya anak yang baik, Tasya juga sering membela Ami.” Kalimat ini diungkapkan dengan maksu

  • Gadis 50 Juta Sang Presdir   Bab 141

    Hari ini Tasya mengunjungi Amira untuk menceritakan perintah Fatma kemarin. "Kak, mama menyuruh Tasya tinggal bersama papa selama beberapa hari. Mama bilang tunggu kabar dari papa karena papa harus meminta izin pada mamanya Erzhan.""Kamu mau?" tanya Amira untuk mencari tahu isi hati Tasya."Tasya tidak mau ..., Tasya tidak mau tinggal sama mama tiri!" tegasnya walaupun selama ini posisi Amira adalah posisi yang tidak diinginkannya sekarang."Iya sih, lagian kisah hidup kamu beda sama kisah hidup Kakak. Mungkin Kakak masih baik-baik saja karena kisah hidup Kakak masih terbilang lumrah, maka mama bisa menerimanya, sedangkan kamu ...." Amira tidak lantas melanjutkan karena asal-usul kelahiran Tasya bukan untuk dibahas secara panjang lebar. Namun, Tasya tidak keberatan dengan kalimat yang dilontarkan Amira. "Tasya mengerti, Kak. Itu juga yang Tasya pikirkan.""Lebih baik tidak usah sih. Kakak takut mamanya Erzhan memperlakukan kamu tidak baik," ceplos Amira yang sudah merasakan bagaiman

  • Gadis 50 Juta Sang Presdir   Bab 140

    Amira baru saja menemukan Maria saat mencari mertuanya di dapur. “Ami sudah memakainya, tapi sepertinya Mama lebih cocok,” kekehnya saat merendah.“Kamu juga cocok memakainya, kamu sangat cantik,” pujian tulus Maria. Kemudian mengajak menantunya ke ruang keluarga, tempat Cakrawala bersantai.Saat ini senyuman Cakrawala segera mengarah pada Maria. “Mama dari mana saja? Papa menunggu Mama sejak tadi.” Ini bukan hanya senyuman pormalitas karena berkat Amira akhirnya Cakrawala menemukan kembali masalalu indahnya dengan Maria.“Mama di dapur membantu bibi,” jawab lembut Maria yang juga bukan sekedar pormalitas karena dirinya merasa puas saat hati dan pikiran suaminya kembali padanya.Saat ini Amira mengerti situasi karena dirinya juga sudah memiliki pasangan. “Eu-Ami mau menemani Erzhan, kasihan Erzhan sedang bekerja sendiri di kamar, mungkin Erzhan butuh air apapun itu,” pamitnya menggunakan alasan untuk memberikan waktu berdua pada Cakrawala dan Maria yang tampak kembali harmonis.“Iya,

  • Gadis 50 Juta Sang Presdir   Bab 139

    Fatma berjalan cepat meninggalkan gedung entertaint karena terlalu cemas air matanya akan menetes. Tanpa diketahui oleh Erzhan dan Tasya jika wanita ini mendengar semua percakapan mereka walaupun tanpa sengaja. Niatnya adalah mengunjungi Tasya untuk memastikan putrinya tetap aman, tetapi pendengarannya harus disuguhi oleh hal di luar dugaan yang berhasil menyayat hatinya. “Jadi selama ini Tasya mengetahui hal-hal yang aku sembunyikan.” Suaranya terkecik karena rasa sakit, dadanya dipegangi kemudian dengan cepat mengunci diri di dalam rumah.“Sengaja mama menyembunyikannya karena belum saatnya kamu tahu, Sayang ...,” lirih Fatma yang terjatuh ke atas lantai. Cakrawala dihubungi, Fatma menyimpan nomor AB Gruf bukan nomor pria itu. “Saya ingin bicara dengan tuan Cakrawala, sambungkan telepon pada tuan Cakrawala,” ucapnya tidak berbasa-basi.“Maaf Nyonya, saat ini tuan Cakrawala sedang tidak dapat diganggu.”“Saya istrinya. Sambungkan saja!” tegas Fatma yang menambahkan wibawa dalam suara

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status