Christian POVAku duduk di kursi kerjaku sambil memandang pemandangan ibukota yang jalanannya seolah tak pernah sepi. Kesibukan bahkan membuat mereka jarang berada di rumah. Sama sepertiku sebelum menikah dengan Hana. Semuanya begitu membosankan dan aku tidak pernah betah tinggal di rumah besar keluargaku ataupun sendirian di dalam apartemen milikku. Sepi, monoton, membosankan dan hanya aku isi dengan pekerjaan dan berkencan sesekali. Kekasih? Aku tidak punya dan tidak tertarik. Mereka akan meminta banyak waktuku dan aku belum menemukan wanita yang membuatku rela meninggalkan pekerjaanku hanya untuk menngobrol dengannya.Aku memang cukup mapan. Perusahaan, aset dan harta milik mendiang kedua orang tuaku yang mereka wariskan kepadaku sebagai satu- satunya anak kandung mereka. Tentu Max tidak terhitung karena dia adalah anak papa bersama tante Brenda, yang tidak lain adalah sekertarisnya sendiri. Dengan kata lain, papa dan tante Brenda mengkhianati mama. Tapi jujur, tanpa kehadiran tant
“Sayang, kamu dimana?” tanya Christian pada Hana sambil membuka laptop milikku. Kami sedang dalam perjalanan menuju lokasi pembangunan.“Aku udah di jalan, sayang. Mau ke kantor teman yang aku ceritain. Doain aku diterima ya…”“Maaf ya, aku nggak bisa anterin. Tadi di kantor lagi banyak tamu. Aku nggak sempat pulang.” “Nggak apa- apa. Kamu udah makan?”“Belum, sayang… Nanti aja. Tanggung.” “Aku juga belum… Tadi aku takut telat jadinya buru- buru,” jawab Hana terdengar sendu.“Kok gitu sih… Ya udah… Kalau misalnya nanti waktunya dapat, aku jemput kamu makan siang ya… Semoga kamu bisa lowong,”“Gimana sih, sayang… Masa iya aku hari pertama kerja, belum tentu keterima juga, aku langsung ijin makan siang di jam yang udah lewat makan siang. Lagian aku tadi beli onigiri kok di supermarket,” jelas Hana.“Mana kenyang sih makan gituan… Ya udah, nanti aku lihat kalau misalnya sempat, aku semperin kamu.”“Jauh, Chris…”Tok TokChristian langsung menoleh pada arah datangnya suara yang langsung
Dengan riasan tipis di wajah, Hana berjalan menuju restoran hotel tempat pertemuan pertamanya dengan sang calon sugar daddy.Sejujurnya, Hana ragu akan keputusannya ini, tapi dia terpaksa dan terdesak oleh keadaan. Namun, temannya meyakinkan Hana bahwa menjadi Sugar Baby dari seorang pria asing tentu lebih mudah karena mereka tidak selalu ada di negara ini.Jadi, mereka tak akan minta dilayani meski semua kebutuhannya tentu tetap terpenuhi selama mereka masih tetap berhubungan jarak jauh. “Hana?” sapa seorang pria tampan, “Apa kabar? Kamu sendirian?” Hana sontak tersentak kala mendadak bertemu dengan mantan kekasihnya.“Iya. Aku ada janji sama teman,” jawab Hana setelah berhasil menguasai diri.Tidak mungkin ia mengatakan jika ia sedang menunggu Sugar Daddy yang akan menyewanya pada sang mantan kekasih, kan?“Ekhem..." deham Adam tiba-tiba, “Han, kamu tahu kalau pertunangan itu bukan keinginan aku. Kamu tahu kalau aku terpaksa dan—-““Kamu nggak terpaksa kan saat menghamili dia? Ud
“Maaf, saya lama…” ucap Hana sambil kembali duduk di kursinya semula. Sayangnya, di saat yang sama, sebuah pesan masuk ke ponsel Hana.[Jangan pulang dulu ya… Ada yang mau aku omongin. Nanti aku ke situ lagi.]Hana sontak membaca pesan dari Adam. Entah bagaimana, pria itu bisa mengetahui nomornya?!Namun tak lama, Hana kembali meletakkan ponselnya tanpa ada niat untuk membuka pesan tersebut.Hanya saja, Hana mendapati Christian meliriknya dengan tatapan tidak suka.“Oke… First of all, saya mau kamu makan dulu. Saya nggak tahu kamu suka makan apa jadi saya belum pesan apapun untuk kamu. Kamu mau pesan apa?” ujar Christian yang kemudian didatangi oleh seorang pelayan.“Ng… Saya nggak tahu mau makan apa saat ini. Ng… Mungkin sama seperti kamu aja.” jawab Hana yang merasa sangat salah tingkah setiap kali mereka bertemu pandang.“Oke… Two Roasted Duck with Lentil Salad.” ucap Christian pada pria muda tersebut.“Masih ada lagi tambahannya, pak?”“Tidak ada. Terima kasih.” jawab Christian de
“Siapa? Yang tadi? Oh… Itu… Itu mantan pacar saya. Kami sudah putus beberapa bulan lalu. Dan dia sudah mau menikah,” jawab Hana memutuskan jujur.“Berapa bulan yang lalu?” tanya Christian lagi saat berhenti tepat di depan sebuah pintu kayu besar tersebut.“Enam atau delapan bulan yang lalu.”“Kamu masih suka sama dia?”“Apa? Ya nggak lah… Nggak…” jawab Hana denga kikuk. Pertanyaan- pertanyaan dari Christian memang sangat pribadi dan bahkan terdengar memaksa.“Bagus… Ayo masuk!” ucap Christian dengan tegas.Jadi, di sinilah Hana. Di kamar suite yang ditempati Christian.Tak hentinya, Hana dibuat kagum dengan kemewahan kamar itu. Di sisi lain, sang pemilik nampak sibuk di meja kerjanya dan nampak sedang mengetikkan sesuatu pada laptop kecil miliknya.“Halo, Dit!” sapa Hana pada Dita yang meneleponnya.“Loe di mana? Masih sama Mr. Smith?” tanya Dita.“Masih. Kenapa?”“Loe baik- baik aja kan? Loe nggak malu- maluin kan?”“Aman… Paling nggak, gue nggak mecahin apapun malam ini. Belum…” j
Tok Tok Tok!Dengan terburu-buru, Dita mengetuk pintu kamar kost sahabatnya tersebut setelah tahu jika Hana sudah ada di dalam kamarnya.“Rihana… Buka cepetan….” desak Dita dengan penasaran.“Iya, bentar…” jawab Hana sambil berjalan ke arah pintu yang pegangannya sedang Dita mainkan.“Apaan sih buru- buru banget?” tanya Hana.“Yaelah pake nanya… Gimana gimana? Si Smith jadi kan sama loe?” “Menurut loe?”“Ya jadi dong… Orang loe udah nggak ada kabarnya lagi tadi. Trus dia bilang apa aja? Dia ngasih loe duit jajan berapa? Kalian udah gituan?”“Otak loe tuh ya, Dit… Emang paling susah diajak lurus. Ya loe ngasih tahu gue kek pertimbangan apa gitu supaya nggak usah jadi ani- ani kayak gini,” jawab Hana yang kemudian berbaring di atas tempat tidurnya dan diikuti oleh Dita yang juga berbaring di sampingnya dan langsung memeluknya dengan manja.“Ya gue juga pengen ngomong gitu sama kayak loe dulu nasehatin gue. Tapi kita punya pilihan apa coba? Kita udah nyoba nyari di jalan lurus, tapi kok
“Masuk!” ucapnya yang membuat Hana dengan cepat berjalan ke arah kursi penumpang dan langsung duduk dengan manis.“Kamu mau kuliah?” tanya Christian.“Nggak kuliah. Aku mau ngurus skripsi. Masih ada yang mau direvisi dan sekalian balikin buku ini ke perpus. Kamu ngapain disini?” tanya Hana.“Aku kebetulan lewat. Dan lihat kamu.”“Oh… Kamu mau ke kantor?”“Iya. Kamu lama disini?”“Nggak tahu juga sih… Aku juga mau ketemu dosen pembimbing dulu.” jawab Hana.“Sore ini kita ke Bali. Aku ada urusan bisnis.”“Kita? Aku ikut?”“Iya, kamu ikut. Itu kan tujuan hubungan kita.”“Iya juga sih… Tapi kamu kok bisa tahu aku kuliah disini?”“Tentu aku harus tahu tentang kamu. Kamu tahu kan isi perjanjian kita hanya berlaku untuk kamu ?Tapi aku juga hanya sebatas tahu aja dan tidak boleh ikut campur.” ucap Christian.“Iya, aku tahu. Kamu kenapa? Seperti kelihatan nggak sehat.”“Iya… Aku agak pusing sejak pagi tadi.” jawab Christian memijat pangkal tulang hidung mancungnya.“Kenapa nggak istirahat aja?
"Tapi, dia bukan suami gue,” ucap Hana kembali. Kali ini, dengan sendu.“Ya emang sih… Tapi kan mereka yang ngebayar kita untuk ngasih pelayanan. Mereka nggak ngabisin duit untuk dapet yang burik kan? Lagian, diantara banyaknya cewek di luar sana yang gue yakin bahkan rela ngangkang dengan gratis buat Daddy loe, tapi dia malah lebih milih buat ngontrak loe itu pasti mengharap loe ngasih something better lah.”“Iya…”“Nah… Sekarang loe daripada habisin waktu untuk ngobrol hao hao ama gue, mending loe ke salon. Top to toe deh. Dan inget, waxing! Bilang aja Brazillian.”“Itu apaan?”“Ya ampun, tolong deh mak… Udah, pokoknya loe ke salon yang ada di mall loe, yang di lantai 4, loe bilang aja loe mau creambath, mau luluran, sama Brazillian Wax. Atau nanti loe telepon gue, biar gue yang ngomong sama mbaknya. Loe nggak usah facial ya.”“Terserah loe deh. Nanti kalau udah di salon gue telepon lagi.” ujar Hana sambil mengganti sepatu hak tinggi yang dipakainya dengan sepatu keds yang lebih nya