Share

Cuma Bawa Badan

Author: Airin Ahmad
last update Last Updated: 2023-01-30 00:43:36

Orang bijak pernah berkata, ‘Terkadang tempat teraman justru berada di pusat badai’, dan itulah yang dilakukan bocah ini sekarang.

“Masuk!” Tergesa aku turun dan membuka pintu mobil sambil memandang liar sekitar, berharap tak ada seorang pun menjadi saksi peristiwa ganjil yang terjadi. Katanya dipulangkan, nyatanya dibawa serta. Senyum dikulum tercetak jelas pada wajahnya yang ranum, ketika menyandarkan kepalanya di jok mobil.

Sementara pendar-pendar rasa tersemai di rongga dada. ‘Pramono, dia masih bocah,’ sebuah suara bergema dalam batok kepala, menjagaku tetap waras.

Rinai hujan mendaraskan lantunan zikir, memenuhi tingkap-tingkap langit hingga ke Sidratul Muntaha, ketika kendaraan melaju pelan membelah aspal jalanan. Mang Sugi melempar senyum penuh arti melalui kaca spion di atas dasboard, disusul dendang lawas tembang penyesalan yang mengalun dari speaker mobil. Sempurna!

Kau datang padaku saatku luka

Luka dengan sejuta kecewa

Yang hempaskan tubuh remukkan dada

Namun lembut belaiamu balutlan luka

Kau kecup bibirku saat ku muak

Muak dengan sesatnya asmara

Yang membuatku muntah lepaskan dendam

Namun hangat bibirmu redakan duka

Maafkanlah aku

Acuhkan dirimu

Waktu pertama kali tersenyum padaku

Maafkanlah aku

Jejali dirimu dengan segala kisah sumpah serapahku

Sesaat kebekuan melingkup dan tak ada satu pun yang berinisiatif membuka suara, hingga lagu itu berhenti dengan sendirinya.

“Kau nekat sekali, Delia.”

“Maaf ... saya tak tahu lagi harus ke mana lagi, Tuan.” Mata kejora itu mengerjap penuh penyesalan.

“Di mana alamatmu?”

“Tuan, tolong ... jangan kembalikan saya.”

“Bukan untuk memulangkanmu, Delia. Aku harus membayar tarifmu, minimal sampai seminggu atau sebulan ke depan, atau ... sampai hartaku habis.”

“Maafkan saya.”

“Kau banyak sekali punya stok kata maaf.”

Ia menunduk dan memainkan jarinya di atas pangkuan.

“Ng ... telepon aja, Tuan.”

“Kau punya hape?”

“Tidak. Maksud saya, telepon ke hape mami, saya hapal nomornya.”

“Berapa?” Aku merogoh ponsel yang sejak meeting tadi pagi disetel dalam mode diam.

Ia menyebut dua belas digit nomor yang segera kuketik dan memencet nada panggil. Tak perlu menunggu lama ketika terdengar suara dari seberang, genit dan menggoda.

“Mami Irene speaking, ada yang bisa dibantu?”

“Aku mau memperpanjang sewa Delia untuk sebulan ke depan.”

“Aih ... mamamia! Layanan memuaskan, Om?” Ia terkikik menjijikkan.

“Sebutkan!”

“Semalam satu juta ya, Om. Tinggal dikali aja tuh.”

“Dua puluh lima juta sebulan, deal!” Aku bersungut.

Andai dekat, ingin rasanya meremas wajah perempuan sundal itu. Meski nyatanya kubunuh sekalipun, tak akan melenyapkan praktek prostitusi yang sudah mengiringi kehidupan manusia sejak berabad-abad lamanya. Merudapaksa perempuan lemah yang berakal setengah dengan iming-iming rupiah, atau menguasai mereka karena ketidakberdayaan.

“Aduuh, pake nawar segala, deh, ah. Pelayanan nggak pake karting, ya, kan?”

“Deal atau batal?”

“Ya amplop, jangan ngambekan gitu dong, Darling. Oke oke.”

“WA no rekening!” Kututup percakapan memuakkan itu dengan kegeramam tertahan. Menunggu notifikasi masuk, membuka aplikasi i-banking, dan menyelesaikan transaksi. Untung ia germo kelas teri sehingga tak harus menguras rekening.

“Terima kasih banyak, Tuan." Kelegaan tersirat dari suaranya.

“Kau yakin aku tak akan melakukan hal buruk padamu, Delia?”

“Kalau memang mau, bukankah sudah Tuan lakukan sejak tadi malam? Paling tidak, sebulan ini ibu aman, meski saya mungkin belum bisa bertemu.” Suaranya parau menahan kerinduan.

Delia kembali menyenderkan kepalanya sambil terpejam, badai kesedihan yang tercetak jelas sejak awal perjumpaan memudar, seiring selarik senyum yang menghiasi bibirnya.

Kunikmati sebentuk tabah dan perjuangan kerasnya itu lewat sudut mata. Rindu dan kesepian menikam yang meraja lima belas tahun belakangan dan seperti tak berujung, mulai berganti musim-musim harap akan sesuatu yang lebih hangat dan berwarna.

Masa depan mungkin tak akan baik-baik saja, Delia, karena begitulah lakon kehidupan, kadang mesti dihajar pahitnya kenyataan. Namun akan ada asa demi asa yang wajib disemai demi menyulut energi menjemput impian esok hari. Senyummu telah mengoyak janji setia pada cinta yang telah bersemayam di tempat peristirahatan.

Maafkan aku, Gayatri. Barangkali hadirnya bisa membunuh sepiku, menggantikan posisi Aurora, penghilang dahaga pelipur lara, setelah hanya berbungkus-bungkus racun tembakau yang menjadi karib paling setia disepanjang perjalanan menapaki hari yang memuakkan.

Laju mobil terguncang menghajar ceruk jalanan, ketika kepala Delia jatuh dan bersender di pundak. Ada rasa haru yang lindap di relung kalbu. Menimbulkan bongkahan-bongkahan rasa yang sulit dilukiskan.

Tragedi semalam sukses membuat mata sulit terpicing, hingga kantuk tak mampu ditahannya.

Kendaraan kembali oleng menghindari sepeda motor yang melaju kencang, sehingga Delia terjaga dan menyadari posisinya.

“Eh, Tuan. Maafkan saya.”

“Tak apa. Tidurlah.”

Tanpa sungkan, dia kembali meletakkan kepalanya di pundakku. Delia, jangan kaubuat aku jatuh cinta dengan cara yang salah.

Kepalaku berdenyar, seiring berkurangnya enam puluh persen pasokan oksigen yang disuplai darah ke otak untuk berpikir realistis, dialirkan lewat perintah spontan demi sesuatu yang lain dan berdenyut. Jaga kewarasanmu, Pramono! Jangan melukis di atas air, ombak hanya akan memporak porandakan mimpimu!

Sesungguhnya godaan setan itu lemah, rayuannya kasat mata, sehingga manusia berakal pasti tahu mana yang benar dan mana yang salah. Sementara, laki-laki lemah terhadap godaan wanita. Konyolnya, justru fitnah itu sekarang memohon diselamatkan dan minta ikut pulang.

Kugaruk rambut yang tidak gatal dan melempar pandangan menatap hujan yang menderas, mengalirkan kesejukan yang semakin membuat syahdu suasana.

***

Ratusan mobil berbanjar-banjar, berjubel di antara larik-larik tol yang sudah dilebarkan, berebut, berdesakan mencari jalan pulang. Awan telah selesai menunaikan tugas mengumpulkan titik-titik air, bahu membahu bersama angin, mencurahkan hujan ke permukaan bumi. Semesta benderang, digantikan matahari terik yang mengundang fatamorgana serupa anai-anai pada padang-padang tandus dan gurun.

“Selamat siang, Pak Pram.” Satpam pos jaga memberi salam sambil membukakan gerbang komplek perumahan.

“Siang, Jang. Lanjut ya!”

“Siap, Pak.” Senyum tulus orang-orang kelas bawah, menunjukkan keramahan yang mulai ditinggalkan manusia-manusia modern dan menamai diri insan beradab.

Delia menggeliat, mengerjap-ngerjap dan membuka penuh kelopak matanya.

“Sampai di mana kita, Tuan?”

“Rumah.”

“Tuan tinggal di sini? Waah!”

Gadis kecil itu tak mampu menyembunyikan ketakjuban atas apa yang terekam pancainderanya, kejoranya tak berkedip memandang rumah-rumah besar dan tinggi yang berbaris rapi beraneka bentuk dan rupa, ketika mobil yang dikendarai Mang Sugi melingkar melewati taman, dan berhenti di sebuah gerbang besi tinggi bercat hitam pekat.

“Turun!”

Sejenak terlukis ragu saat ia menjejakkan kaki di lantai carport samping rumah. Mak Yayah tergopoh membukakan pintu dan melongo melihat siapa yang datang.

“Delia, Mak.” Ia meraih tangan Mak Yayah dan diciumnya dengan penuh takzim.

“Ya, ampun! Meni cantik pisan si eneng. Tinggal di mana? Ketemu sama Bapak di mana?”

“Tadi nemu di jalan, Mak. Lumayan buat jaga rumah.” timpalku sekenanya. Delia bengong sesaat, kemudian tersenyum, manis sekali.

“Hayu atuh masuk. Mana sini, emak bawakan barang-barangnya.”

Delia terdiam sesaat sebelum menjawab, “Saya cuma bawa badan doang, Mak.”

“Oh ... kirain mau menginap.” Mak Yayah melanjutkan ucapannya.

Delia menatapku memohon jawaban.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Kecil Di Kamar Hotel   Taaruf

    ‘Welcome to the jungle’ adalah kalimat sakti yang sering diucapkan seorang teman ketika kita mengakhiri masa lajang. Pernikahan merupakan separuh dien, keseluruhannya dicatat sebagai ibadah. Hanya yang kuat yang mampu bertahan.Berat? Pasti. Setiap ibadah banyak cobaan. Sebentar lagi, aku harus melepaskan gadis kecil itu ke pelaminan, sementara aku sendiri nyaris tak pernah memberikan bekal pendidikan perkawinan padanya.Bagaimana akan mengajarinya sementara ilmu dan pengalamanku nyaris tak punya. Pernikahan yang hanya seumur jagung dan aku pun gagal menjadi suami yang baik.Umum dalam sebuah pernikahan, hal-hal kecil bisa menjadi pemantik pertengkaran besar. Handuk yang ditaruh sembarangan di atas tempat tidur misalnya, bisa menjadi penyebab perang Batarayudha. Ada Setan Dasim yang selalu menggoda dan berbisik, meniup-niup api perselisihan dan membenci pasangan. Prestasi terbaik mereka adalah jika mampu menceraikan sebuah pernikahan. Mungkin, nasehat penting itu perlu kusampaikan nan

  • Gadis Kecil Di Kamar Hotel   Trauma Capitis

    Manusia hanya berencana, tetapi Tuhan jua yang menentukan akhir kejadian, karena tidak ada kebetulan dalam takdir.Niat hati menangkap Zainal, apa lacur, diri justru berujung tergeletak di kamar perawatan rumah sakit setempat. Kepalaku masih sangat pusing, tiga buah jahitan menghias pelipis kiri.“Kondisi bapak sudah stabil, tanda vital normal, tidak ada perdarahan telinga, hidung, mual maupun muntah. Tapi, kami harus melakukan observasi selama dua puluh empat jam, sambil menunggu hasil rontgen kepala dan CT scan keluar. Karena ada indikasi pusing dan hematoma perio orbital akibat benturan. Apalagi bapak sempat pingsan hampir dua jam,” terang petugas tadi pagi.“Apa itu hematoma?” “Memar yang mengakibatkan bercak perdarahan di sekitar mata.” Ia menerangkan sambil memberikan cermin. Mata kiriku ternyata merah dan pandangan memang sedikit kabur. Kuraih hape di meja kabinat hendak mengabari gadis kecilku ketika terdengar bunyi panggilan dan nama Kejora terpampang di sana. Mungkinkah in

  • Gadis Kecil Di Kamar Hotel   Pertemuan

    Lagi, lagi dan lagi. Tidak ada kebetulan dalam hidup. Sekilas kulihat sesuatu melayang cepat, mengarah ke kepala, dan tidak sempat menghindar.Prook!!Serangan tak terduga sungguh di luar perkiraanku, batu sebesar genggaman tangan menghantam tanpa ampun. Nyeri luar biasa menyebar ke seluruh kepala lalu gelap … gelap … gelap. Kemudian, tubuh seperti ditarik keluar dan terasa ringan. Badanku terlihat tersungkur dekat parit dengan darah mengalir di pelipis. Meringkuk tak berdaya.Kenapa aku berpisah dengan jasad? Matikah ini? Sejenak, panik melanda. Orang-orang makin ramai berkerumun dan saling berteriak. Gaduuh! Allah! Allah! Allah! Jangan sekarang, Pramono belum siap mati. Apa yang akan kubawa jika kembali dalam keadaan seperti ini? Dadaku sesak dan ngilu.Mondar mandir aku berjalan sambil berteriak minta tolong, tapi suaraku bagai di telan keributan yang terjadi. Tak ada seorang pun yang menghiraukan, selengking apapun teriak yang kubisa lakukan. Kuraih pundak salah satu mereka, beru

  • Gadis Kecil Di Kamar Hotel   Titik Terang

    Jodoh sejatinya adalah rahasia Sang Pemilik Kehidupan.Betapapun besarnya rasa ingin, akhirnya semua tunduk kepada takdir yang sudah tertulis di Lauh Mahfudz sebelum semesta diciptakan.Kususut kembali genangan di sudut mata yang tak hendak diajak kompromi, seiring belati yang menikam jantung. Nyeri.Terlalu banyak sudah jejak parut di hati semenjak ditinggalkan orang-orang terkasih. Aku tak sanggup kehilangan sekali lagi. Bapak, yang kata ibu meninggal jatuh dari gedung tinggi tempatnya mengais rezeki, membangun istana kokoh untuk orang-orang berduit--sebagai kuli bangunan--tentu saja, disusul ibu dengan alasan yang sama, menjemput takdir demi menghidupiku. Lalu Gayatri dan Aurora, menemui maut untuk satu alasan, pembuktian cinta pada laki-laki yang berjanji membahagiakannya. Aku.Mungkin, pasrah adalah jalan terbaik atas apa pun takdir yang tertulis. Tapi, tak akan ada kata maaf pada diriku sendiri jikalau cinta dan rasa ingin memiliki Delia menjadi penyebab ia menemui Malaikat Maut

  • Gadis Kecil Di Kamar Hotel   Ikhlas Itu Berat

    Waktu mungkin bisa menghapus rasa sakit, tapi tidak kenangan. Ia akan abadi. Meski tersimpan di alam bawah sadar, suatu ketika akan muncul ke permukaan jika ada pemantik. Tiga hari setelah kejadian itu, semua kembali normal. Tapi tidak dengan hati, meski aku berkaca dan sadar diri. Kartika beberapa kali berkunjung dan tak putus berucap terima kasih. Menitipkan beberapa rupiah untuk bekal Delia. Tak seberapa memang, tapi kesungguhan terlihat jelas di sana.“Meski kita seumuran, Tuan. Saya rela kalau anda jadi menantu saya.”Aku tersenyum masam mendengarnya.“Delia pantas mendapatkan yang lebih baik. Ia punya teman yang sedang mendekatinya,” elakku.“Saya ibunya, Tuan. Saya tahu seperti apa Delia. Saya tahu yang dia rasakan.” Ia tersenyum.“Aku tak ingin memanfaatkan kesempatan, Kartika. Orang bilang itu modus.”Ia menatapku dan kembali tersenyum. ***Delia berdiri di hadapanku dengan dua amplop berwarna hijau di tangannya.“Undangan wisuda, Tuan.” Ia tersenyum. Matanya berkaca-kac

  • Gadis Kecil Di Kamar Hotel   Cinta Masa Lalu

    Cinta wanita diuji ketika prianya tidak memiliki apa-apa, sementara cinta pria diuji justru ketika memiliki segalanya. Aku pernah membaca itu di suatu tempat. Entah di mana. Ketika aku sibuk menerka-nerka dan penasaran dengan jawaban gadis itu, “Mak! Sarung yang di belakang pintu kemarin mana?!” teriak Mang Sugi membuyarkan semuanya.Aku bergegas melangkah ke kamar mandi. Sialan!“Dicuci! Udah apek, seminggu lebih dipakai wae,” jawab Mak Yayah terdengar kesal.Rasa penasaranku menguap di udara.***Matahari senja merangkak ke peraduan, meninggalkan bias jingga di ufuk barat. Aku tercenung menikmati setiap asa yang berkelindan di sanubari. Rindu yang tak beranjak.Aku masih termangu di belakang setir, di bundaran tempat banyak kantor beroperasi. Berharap ada notifikasi orderan penumpang. Kantorku, dulu ada di jajaran gedung menjulang itu. Semakin hari, persaingan semakin ketat. Pemutusan hubungan kerja terjadi di mana-mana. Orang tak punya pilihan selain banting stir. Alih profesi d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status