Share

Bab 3

Author: Pena_yuni
last update Last Updated: 2021-11-30 13:38:45

GADIS KECIL DI PELAMINANKU 3

Senyumku seketika memudar kala mendengar ucapan dari gadis kecil itu. 

'Ayah? Dia memanggil suamiku Ayah?'

Anak yang tingginya sepinggang itu mengusap matanya. Dia menangis dengan terus memeluk pinggang Mas Daffa.

Wajah Mas Daffa memucat, dia menggelengkan kepala dengan menatapku nanar. Namun, dia tidak melepaskan anak yang kini masih memeluknya.

"Ayah, kenapa tidak pernah pulang ke rumah?" Gadis kecil itu kembali berucap. Wajahnya mendongak, melihat sendu pada orang yang dia sebut ayah.

Seketika persendianku terasa lemas, aku tidak bisa lagi menopang tubuhku. Aku terduduk di kursi pelaminan.

Wanita yang tadi bersama anak itu berjalan melewatiku dan berdiri di depan suamiku.

"Maaf, Mas. Aku sudah lancang ke sini. Tadinya, aku tidak ingin masuk, tapi ... Tasya memaksa ingin masuk dan bertemu Ayahnya."

Seperti ada panah yang menancap hatiku, bukan hanya anak kecil itu yang mengakui Mas Daffa sebagai ayahnya, tapi, wanita itu pun berkata seakan suamiku memang ayah dari gadis kecil itu.

"Mas." Aku ingin bertanya, tapi suaraku seakan tertelan oleh rasa sakitku.

Mas Daffa mengusap surai hitam milik anak itu. Dia berlutut mensejajarkan tingginya dengan gadis yang mengusap mata bulatnya.

Mas Daffa menciumi wajah kecil itu dengan penuh kasih. Dia juga menarik anak bernama Tasya ke dalam pelukannya. 

"Tasya, kenapa ke sini, Nak?" tanya Mas Daffa dengan lembutnya.

"Tasya rindu Ayah, kenapa Ayah di sini sama Tante itu?" tunjuk Tasya padaku.

Kini, pelaminanku menjadi tontonan tamu undangan. Rasanya aku ingin berteriak dan bertanya tentang siapa mereka, tapi sungguh aku tidak punya kekuatan untuk itu. Aku hanya mampu terduduk dengan meremas gaun pengantin yang aku kenakan.

"Mas, si–siapa mereka, Mas?" Akhirnya, aku bisa mengeluarkan pertanyaan itu juga, meskipun dengan terbata.

"Tasya, Tasya pulang dulu sama Bunda, ya? Nanti, Ayah juga akan pulang menemui Tasya."

Mas Daffa tidak memperdulikanku, dia malah memilih menjawab ucapan Tasya.

'Bunda? Dia memanggil wanita itu dengan kata 'Bunda'? Apa jangan-jangan mereka ... dan Tasya adalah?'

Melihat aku yang hanya diam tanpa melakukan apa-apa, Papa datang dan bertanya pada suamiku.

"Daffa, siapa mereka. Dan kenapa anak itu memanggilmu ayah?" 

Mas Daffa menelan ludah, wajah merahnya dia usap dengan tangan kanan. Sedangkan tangan kirinya dia gunakan untuk memeluk tubuh Tasya.

"Dia, d–dia, anakku, Pa."

Duarrr!

Bagaikan petir yang menyambar tubuhku, ucapan Mas Daffa menghancurkan kebahagiaanku. Hatiku sudah tidak berbentuk lagi setelah mendengar kalimat yang Mas Daffa ucapkan.

Aku tidak sanggup melihat drama ini. Dengan sisa tenaga yang masih ada, aku berlari meninggalkan pelaminanku. Dengan terseok-seok aku terus berlari tanpa memperdulikan siapa yang berjalan di belakangku.

Sakit hatiku melihat dan mendengar kenyataan yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Mas Daffa, dia telah berkhianat. Dia telah memiliki istri bahkan anak di belakangku. 

Aku masuk ke dalam kamar yang seharusnya menjadi kamar pengantin kami. Aku menumpahkan tangisku dengan duduk di lantai. 

'Kapan, kapan mereka menjalin hubungan hingga bisa menghasilkan seorang anak?' Hatiku bertanya-tanya.  

Nyatanya tangis ini pun tidak membuat sakit hatiku mereda. Aku merusak semua hiasan yang menghiasi kamar ini.

Apa arti sebuah simbol hati yang terukir indah di atas ranjang. Jika hatiku pun sudah tidak utuh lagi.

Aku mengacak-acak kasur yang sudah ditaburi dengan kelopak bunga mawar merah. Aku benci keindahan ini. 

"Aaakkhh!" 

Aku melemparkan botol parfum ke arah cermin hingga kaca pecah dan berantakan. 

Kulemparkan semua barang-barang yang bertengger di meja rias. Aku pun menghapus riasan di wajahku dengan kasar.

'Kenapa dia harus datang di pernikahanku? Kenapa dia tidak datang sebelum ini terjadi? Kenapa harus sekarang?' Aku bergumam dalam sela isak tangis. 

"Kenapa? Kenapa?!" Aku berteriak sekencang mungkin melepaskan kesakitanku. Namun, bukannya menghilang, tapi malah semakin sakit kurasakan.

Ceklek ....

Pintu kamar terbuka. Surya, supir keluargaku masuk dan melihatku dengan iba.

"Lancang! Mau apa kamu masuk ke sini, hah?!" Aku yang tidak suka dengan kehadirannya, melemparkan bantal yang sudah teronggok di lantai.

Tidak puas dengan hanya melemparkan bantal ke wajahnya, aku pun berdiri dan memukul serta mencakar wajah Surya.

Kekesalanku kepada Mas Daffa, aku lampiaskan pada Surya. Aku memaki, aku memukul, aku menendang, tapi dia tetap diam. Dia membiarkan aku melepaskan amarahku.

Lelah menangis dan mengamuk membuat tubuhku lemas. Aku menjatuhkan diri dan duduk kembali di lantai.

"Apa ... Non, sudah tenang?" tanya Surya.

Aku tidak menjawab.

"Saya ingin mengatakan sesuatu," ujarnya lagi. Namun, aku tetap bergeming dengan hanya air mata yang terus mengalir.

"Bapak, Non. Bapak ...!"

"Papa kenapa?" tanyaku mulai panik.

"Bapak ...."

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 72 ENDING

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 72Dalam kebingunganku, tiba-tiba Azzam melepaskan sabuk pengamannya, ia menarik tanganku dan memeluk tubuhku. Menyandarkan kepalaku di dadanya."Maaf, ya tadi aku teriak di depanmu, dan bikin kamu takut," ujarnya seraya mengusap kepalaku.Oh, ternyata dia mengerti kegelisahanku. Aku pun membalas pelukannya dengan menganggukkan kepala.Setelah mengecup kepalaku singkat, Azzam kembali memakai sabuk pengamannya, dan melajukan mobil."Mau mampir dulu, enggak?" tanyanya."Ke mana?""Ke mana aja. Kamu maunya ke mana, aku ikutin," ujarnya melirikku seraya tersenyum.Mendadak aku teringat pada Nabila. Sejak mengantarkan dia ke madrasah, aku tidak pernah tahu lagi keadaan dia. Juga tidak pernah bertukar kabar dengannya.Rasanya aku ingin sekali melihatnya. Bagaimana keadaan dia sekarang, dan kehidupan dia sesudah keluar dari rumah Mama

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 71

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 71"U—Umi?""Jangan seperti itu, Yumna." Umi berucap dengan manatapku lekat."Maaf, Umi.""Ayo, ikut Umi."Umi menuntunku ke belakang rumah. Hatiku jadi tidak karuan, pastinya Umi akan memarahi aku karena niatku jailku tadi."Kamu mau mengerjai Rahma, 'kan?" tanya Umi."Maaf, Umi. Yumna, tidak suka karena tadi dia mendekati Bang Azzam," jawabku pelan."Iya, intinya tadi kamu mau ngerjain Rahma, 'kan?"Aku mengangguk lemah."Bukan pakai itu, caranya." Umi mengambil bubuk cabe dari tanganku. "Tapi, dengan itu," tunjuk Umi pada ulat bulu yang berada dalam toples.Aku membulatkan mata, tidak percaya dengan apa yang Umi lakukan."M—maksud Umi?""Kita kerjain dia pakai itu. Ini memang salah, tapi Umi sudah empet banget sama Rahma. Beberapa kali sudah Umi bilang, kalau datang ke sini harus

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 70

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 70"Maaf, Umi. Yumna tidak bisa bantu menyiapkan sarapan," ucapku pada Umi pagi ini.Bagiamana aku bisa membantu Umi, kalau Azzam tidak membiarkanku keluar kamar setelah salat subuh tadi. Dia mengurungku dengan alasan kami adalah pengantin baru."Tidak apa-apa, Yumna. Ayo duduk, kita sarapan bareng."Aku mengangguk, mulai melayani suamiku di meja makan. Setelah makanan untuk Azzam sudah siap, aku duduk di samping Syila yang sedang menikmati sarapannya."Nda, yambutnya basah, ya? Tuh, keyudung Nda jadi ikutan basah."Sontak saja, semua mata kini tertuju padaku yang terkena serangan rasa malu. Jangankan untuk menjawab, menelan ludah pun rasanya sulit. Bibir Syila membongkar segalanya. Ketahuan juga jika aku baru saja mandi sebelum turun untuk sarapan.Jika Umi hanya tersenyum menanggapi celotehan cucunya, beda lagi dengan Azzam y

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 69

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 69Kakiku mendekati ranjang. Rasanya begitu berbeda dengan sebelumnya. Aku merasa gugup dan bingung harus berbuat apa.Haruskah aku loncat ke atas ranjang?Ah, memalukan!Apa aku harus pura-pura ke kamar mandi untuk menghilangkan kegugupan ini?Terlambat. lututku sudah mentok menyentuh ranjang.Ya Allah, bisakah malam ini mati lampu, agar dia tidak bisa melihat wajahku yang sudah terasa memanas ini?Pinggulku sudah menyentuh ranjang. Aku duduk dengan kaki yang masih menjuntai ke bawah. Sedangkan dia, dia terus saja menatapku tanpa berkedip.Itu mata emang gak pedih, ya?Detak jantungku bertalu-talu saat kurasakan ranjang di sebelahku bergoyang. Dia bergerak merangkak semakin dekat dan .... Azzam menyimpan kepalanya di pangkuanku.Aku bisa bernapas lega, tapi desiran halus kini kurasakan kembali saat dia mengambil tanganku lalu diletakkan di k

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 68

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 68"Dra, yang mau menjalani rumah tangga itu kamu, bukan Umi. Jadi, pandai-pandailah mengenali karakter dan sifat seseorang yang akan kamu jadikan istri. Umi tidak bisa menjawab pertanyaan kamu, karena Umi pun, belum mengenal Salsa itu. Mungkin nanti kamu bawa dia ke sini, kenalkan sama Umi," ujar Umi panjang lebar.Salsa itu orangnya baik, cuma memang bicaranya saja yang suka nyablak dan sesuka bibirnya kalau berucap."Sayang, sudah sarapannya? Kita jalan-jalan, yuk!"Azzam bicara padaku, aku pun mengangguk karena memang sarapanku sudah habis."Hadeuh ... terus saja terus, bikin ubun-ubunku tambah ngebul!" ujar Andra yang melihat kemesraan aku dan Azzam.Tanpa mendengarkan ledekan adiknya, Azzam menggandengku dan Syila untuk pergi. Setelah sebelumnya kita berpamitan kepada Umi terlebih dahulu.Aku tidak mau bertanya ke mana di

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 67

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 67"TIDAK!!""Sssttt ... kok, malah teriak?"Aku menutup mulutku rapat-rapat dengan telapak tangan.Oh, ya ampun, ternyata aku hanya berhalusinasi! Ternyata kita belum melakukan apa-apa. Azzam yang tadi mengulurkan tangannya, kini menariknya kembali. Aku menoleh ke sampingku, melihat gadis kecil itu yang masih terlelap dalam tidurnya.Azzam bangkit dan menghampiriku, ia duduk di pinggir ranjang, tepat di sampingku yang tengah mengatur napas."Kenapa?" tanyanya."Jangan, Bang. Kita tidak bisa melakukannya sekarang, aku tidak mau apa yang ada dalam bayanganku jadi kenyataan. Serem, Bang."Azzam menautkan alis. Dia tidak paham dengan apa yang aku katakan."Maksudnya? Emang kamu membayangkan apa?"Aku pun menceritakan apa yang aku bayangkan tadi. Namun, diluar dugaan. Azzam malah tertawa. Ia sampai menutup mulut menggunakan telapak tangan agar tawanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status