Share

Bab 2

GADIS KECIL DI PELAMINANKU 2

Membaca pesan yang tidak lengkap dari ponsel Mas Daffa, membuatku mengingat kembali mimpi yang begitu terasa nyata. Di mana, seorang gadis kecil yang datang ke pelaminanku. 

***

"Sayang, kau tahu, akulah lelaki paling beruntung di dunia ini. Karena apa? Karena aku bisa bersanding denganmu di sini. Menggenggam tanganmu, dan melihatmu dari jarak yang sangat amat dekat." Seorang pria yang baru saja bergelar suami, mengecup lembut tanganku yang sedari tadi dia genggam.

Hati mana yang tidak akan luluh jika diperlakukan begitu lembut dan manis oleh seorang pria yang kita sayangi. Aku jatuh cinta pada dia, yang aku sebut suami.

"Ekhem, inget dong, ini masih di pelaminan, belum di kamar pengantin. Tahan, Mas Bro!" ujar salah satu teman dari suamiku yang hendak bersalaman dengan kami.

Wajahku pasti sudah merah merona karena malu. Malu telah tertangkap basah sedang bermesraan di atas pelaminan.

Sedangkan Mas Daffa suamiku, dia menggaruk lehernya dan tersenyum simpul. 

"Aku kira, tidak ada yang memperhatikan," ucapnya berbisik.

"Makanya, jangan genit." Aku mencubit lengannya pelan.

Hari ini, aku telah resmi menjadi seorang istri. Setelah dipersunting oleh pria yang sudah lima tahun menjadi kekasihku.

Bahagia? Tentu saja.

Lima tahun bukan waktu yang sebentar untuk sebuah hubungan. Selama itu, aku harus terus bersabar menunggu kekasihku untuk menghalalkanku. Karena dia yang harus menyelesaikan pendidikannya terlebih dahulu. Juga, dia yang harus mengelola usaha keluarganya, membuat kami terpaksa harus menjalani hubungan jarak jauh.

"Sabar, ya. Aku sedang berjuang untuk masa depan kita." Itu kata ajaib yang selalu Mas Daffa ucapkan, kala aku memintanya untuk segera meminangku.

Sekarang, kesabaranku sudah terbayarkan. Semua penantianku, kini berbuah manis. Akhirnya bertepatan di hari ulang tahunku, Mas Daffa mempersuntingku. Menjadikanku ratu dalam hatinya.

Pesta yang cukup meriah dan mewah jadi bukti keseriusannya. Juga, tamu undangan yang hadir jadi saksi betapa kita adalah pasangan yang berbahagia saat ini.

"Gara-gara kamu, aku jadi malu, Mas." 

Setelah teman Mas Daffa turun dari pelaminan, aku mencubit kembali tangan suamiku.

"Aku kira, juga tadi gak ada yang lihat kita," ujarnya terkekeh.

Hari sudah semakin siang, tapi tamu undangan tak kunjung usai. Malah semakin ramai. Saat semua tamu sedang sibuk dengan hidangan yang disajikan, mataku tiba-tiba melihat sesuatu yang tidak biasa.

Di sana, di pintu masuk gedung ini, ada seorang anak kecil yang sepertinya sedang menangis dengan menarik tangan ibunya.

'Kenapa dengan anak itu?' Aku bergumam dalam hati.

Entah kenapa, mataku ingin terus melihatnya. Aku penasaran kenapa anak itu sampai menangis dan merengek kepada ibunya.

'Apakah anak itu ingin makan dan dilarang ibunya?'

'Kenapa dia melarang anaknya makan? Bukankah makanan di sini gratis untuk tamu undangan?'

"Sayang, senyum, dong. Itu, diajakin foto," ujar Mas Daffa.

Aku pun tersenyum pada kamera yang dibawa salah satu tamu undangan.

Tamu tadi sudah turun dari pelaminan, aku pun kembali melihat pada anak tadi. Tapi, tidak ada. 

'Ke mana mereka?'

Mataku menyusuri ke seluruh ruangan mencari keberadaan gadis kecil yang memakai gaun warna merah muda tadi.

"Kok, menghilang?" Aku bergumam.

"Siapa yang menghilang?" tanya Mas Daffa.

"Oh, bukan siapa-siapa, Mas. Tadi, aku seperti melihat temanku, tapi sepertinya bukan," jawabku seraya mencari-cari dua wanita beda usia tadi.

Aku tersenyum saat melihatnya kembali masuk dengan menarik tangan ibunya. Kini dia tidak menangis. Mungkin ibunya sudah mengabulkan permintaan dia.

Kalaupun dia ingin memelukku, dengan senang hati aku akan mengabulkannya. Anak itu sangat cantik dan menggemaskan. Aku suka sekali pada anak kecil. 

Gadis kecil yang cantik itu semakin dekat ke arahku, dia terus berjalan dengan menuntun tangan ibunya yang mengekor dari belakang. 

Berbeda dengan anak itu yang terlihat sangat senang ketika semakin dekat dengan pelaminan, si ibu justru semakin menundukkan kepala dan gugup saat mereka akan sampai.

"Sini, naik," ucapku pada gadis kecil itu.

Suara sepatu gadis kecil itu terdengar indah saat dia menaikki satu persatu anak tangga menuju pelaminanku. 

Aku merentangkan tanganku, menyambut peri kecil itu dengan senyum termanis yang aku punya. Namun ... dia melewatiku. Gadis kecil itu menolak tanganku dan justru berlari dan menubruk kaki Mas Daffa.

"Ayah, Tasya, rindu Ayah."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status