Share

Nyala di Kegelapan

Penulis: Nooraya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-06 12:27:51

Asap di dalam kamar semakin menebal. Langit-langit sudah mulai menghitam, dan suhu ruangan naik begitu cepat hingga tubuhku terasa panas seperti dipanggang.

Kak Risa terus terbatuk, tubuhnya limbung dan tangannya menggenggam lenganku erat-erat. “Kita ... kita harus keluar ... Melati.” Suaranya nyaris tidak terdengar.

Aku menutup hidung dan mulut dengan ujung bajuku, berusaha berpikir jernih meski paru-paruku mulai perih. Mataku menyapu ruangan, mencari jalan lain selain pintu karena tidak mungkin kami melewatinya. Sekarang, lorong di luar sudah seperti dinding api.

Mataku pun akhirnya berhenti menatap jendela di salah satu sisi kamar. Itu menjadi satu-satunya harapan kami.

“Ayo ke jendela, Kak.” Aku dan Kak Risa meraba-raba dalam gelap yang dipenuhi asap, terhuyung beberapa kali karena pandangan yang mulai kabur.

Sesampainya di jendela, aku segera membuka jendela tersebut. Namun sayangnya, meskipun jendela itu memang bisa dibuka, tetapi celahnya terlalu sempit.

“Melati, ini terlalu se
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Gadis Kesayangan Tuan Adrian   Posisi yang Tidak Kucari

    Hari-hariku di Rumah Jelita pada akhirnya berjalan begitu saja, tanpa beban. Aku bangun setiap pagi lebih awal dari kebanyakan penghuni, memastikan makanan siap sebelum mereka keluar dari kamar. Setelah itu, aku mengerjakan tugas-tugas kecil yang dulu pernah menjadi rutinitasku.Menyapu halaman belakang, merapikan ruang makan, memastikan teh dan sarapan tersaji rapi—bahkan sejak masih di kampung, aku sudah melakukan semua itu untuk Bapak. Semua kulakukan dengan ringan.Pada awalnya, memang semua ini kulakukan karena perintah Nona Amara. Namun sekarang, semuanya berjalan tanpa paksaan, tanpa niat untuk menarik perhatian siapa pun.Aku benar-benar tidak merasa keberatan melakukan pekerjaan-pekerjaan ini. Setidaknya, dengan begini aku tidak menganggur dan pikiranku tidak dipenuhi hal-hal yang tidak perlu.Setelah dua hari berada di Rumah Jelita, pandanganku mengenai para penghuninya perlahan mulai bergeser.Walaupun mereka saling bersaing untuk menjadi kesayangan Tuan Adrian, di sisi lai

  • Gadis Kesayangan Tuan Adrian   Melawan

    Pagi pertamaku di Rumah Jelita, aku bangun lebih awal. Membantu di dapur, menyapu halaman belakang, lalu mengantar sarapan ke ruang makan.Tidak ada yang berubah secara drastis. Aku masih menjadi orang baru yang paling banyak bergerak dan paling sedikit duduk.Para nona memang tidak lagi terang-terangan bersikap kasar. Tidak ada sindiran tajam, tidak ada perintah bernada merendahkan. Namun sikap mereka tetap berjarak. Dingin. Berhati-hati. Seolah sedang menunggu dan menilai apakah aku masih pantas diperlakukan seperti sebelumnya.Aku menyadarinya, dan sama sekali tidak keberatan. Setidaknya, mereka tidak lagi berani sembarangan. Perubahan yang terlalu cepat justru lebih berbahaya karena sering kali menyimpan niat tersembunyi.Saat aku mengantar teko teh ke ruang makan, beberapa nona menghentikan obrolan mereka. Percakapan terputus, lalu kembali berlanjut dengan suara lebih pelan setelah aku lewat. Aku pura-pura tidak mendengar, meski telingaku sempat menangkap potongan kalimat yang cu

  • Gadis Kesayangan Tuan Adrian   Penghuni Baru Rumah Jelita

    Sebagai “anak baru” di Rumah Jelita, para nona memberiku ospek kecil-kecilan. Aku harus mencuci semua piring dan gelas kotor bekas makan malam bersama.Aku sama sekali tidak keberatan. Dengan tenang, aku menyelesaikan pekerjaanku sebelum akhirnya kembali ke kamar.Malam belum terlalu larut ketika aku masuk ke kamar. Suasana rumah masih terasa hidup, suara langkah kaki pelan, serta bunyi pintu yang sesekali terbuka dan tertutup terdengar samar.Aku menutup pintu kamar perlahan, lalu berdiri sejenak, memandangi ruangan yang kini menjadi tempat tinggalku. Ini adalah malam pertamaku di sini.Tidak ada yang kurang. Meskipun lebih kecil dari kamarku di Rumah Bunga, mengenai fasilitas kamar ini tidak kalah.Mataku kemudian tertuju ke koper yang saat ini terletak di sudut ruangan. Sejak memasuki rumah ini siang tadi, aku belum sempat membongkarnya. Sebab saat tiba, aku langsung tidur hingga sore.Entahlah, mungkin tubuhku sedang memulihkan tenaga akibat menangis semalaman.Karena belum juga m

  • Gadis Kesayangan Tuan Adrian   Dibuang

    Tubuhku terdorong ke atas tempat tidur. Dalam sekejap, berat tubuh Tuan Adrian menindihku, pergelangan tanganku kembali terkurung dalam cengkeramannya.Aku memberontak panik. “Tuan Adrian, lepaskan aku!”“Lihat baik-baik, Melati. Kau milikku.”Kata-kata itu menghantamku lebih keras daripada tindakannya. Milik? Sejak kapan aku berubah menjadi sesuatu yang bisa diklaim sepihak? Dadaku sesak.Aku ingin menyangkal, ingin berteriak bahwa ini salah, bahwa aku tidak pernah menginginkan kejelasan yang lahir dari paksaan.Tuan Adrian mendekat, terlalu dekat.Aku meronta, tetapi tubuhku terasa kecil dan lemah. Setiap gerakanku seolah sia-sia, seolah sejak awal aku memang tidak pernah punya pilihan.Ketakutan merayap pelan, mengikis keberanianku sedikit demi sedikit, hingga yang tersisa hanya air mata.Aku menangis. Bukan karena sakit pada tubuhku, melainkan karena sesuatu di dalam diriku terasa retak.Aku memang menginginkan kejelasan, tetapi bukan seperti ini. Yang kuinginkan adalah kepastian

  • Gadis Kesayangan Tuan Adrian   Sebelum Malam Menuntut Jawaban

    Setelah menimbang cukup lama, pada akhirnya aku menggeleng pelan.“Aku ... boleh tidak bercerita?” tanyaku lirih.Kak Arga tidak terlihat kecewa. Ia justru tersenyum tipis, senyum yang terasa hangat dan penuh pengertian.“Tentu saja,” jawabnya. “Kamu berhak untuk diam, Melati.”Ia lalu melanjutkan dengan suara yang tetap tenang, “Tapi kalau suatu saat kamu ingin bercerita ... kamu tahu, kan, kalau aku siap mendengarkan apa pun ceritamu?”Aku mengangguk pelan. “Terima kasih, Kak Arga.”Kami saling memandang dalam diam. Angin dari arah sungai berembus pelan, membawa aroma air dan rumput basah. Entah sejak kapan, tangan Kak Arga terangkat dan mengusap kepalaku dengan gerakan ringan.Aku tidak bergerak. Tidak menolak. Tidak juga menghindar.Mungkin karena kelelahan emosional, atau karena aku terlalu lama menahan semuanya sendiri, perlakuannya itu terasa sangat menenangkan dan membuatku nyaman.Entah dorongan dari mana ... tiba-tiba mulutku berucap, “Kak ... boleh aku minta pelukan?”Gerak

  • Gadis Kesayangan Tuan Adrian   Sosok Tidak Terduga

    (Pov Melati)Sudah beberapa hari berlalu sejak kejadian di hotel. Namun sampai hari ini, aku masih belum juga bertemu dengan Tuan Adrian.Ia tidak pernah sekali pun pulang ke Kediaman Cempaka.Ketika aku mencoba bertanya pada para pelayan, jawabannya selalu sama, Tuan Adrian bermalam di luar karena pekerjaan. Setelah beberapa kali panggilan teleponku ditolak, aku juga jadi tidak berani menghubunginya.Tidak. Aku tidak bisa membiarkan kesalahpahaman ini berlarut-larut. Aku tidak mau semuanya jadi semakin buruk. Bagaimana pun caranya, aku harus menemuinya dan menjelaskan semuanya, bahwa tidak ada apa pun yang terjadi antara aku dan Kak Arga.Pagi ini aku bangun lebih awal dan memasak sendiri makanan kesukaannya. Diterima atau tidak, aku siap.Di sepanjang jalan menuju kantor, pikiranku dipenuhi kemungkinan Tuan Adrian marah, dingin, atau bahkan tidak mau mendengarkan penjelasanku. Namun satu hal yang pasti, aku tidak bisa terus menunggu.Setelah menempul beberapa menit, akhirnya aku tib

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status