Share

3. Curahan Ringan

Penulis: Poppiya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-27 14:48:21

Chika masih diam di tempatnya, merasakan sedikitnya buliran air yang mengenai mata. Maniknya bergerak pada tangan Dirga lainnya yang terulur untuknya. Lantas salah satu tangan gadis itu bergerak menerima uluran tangan Dirga. Namun, saat dia telah merasakan kekuatan laki-laki itu, Chika justru menariknya. Bukan hanya payung, tetapi Dirga juga jatuh tepat di sebelah gadis itu.

"Akh!" rintih Dirga.

Sikunya adalah yang pertama mengenai tanah, pun payung tersebut juga jatuh dalam keadaan terbalik. Dan secara tiba-tiba, Chika memukul salah satu lengan Dirga.

"Ngapain ke sini? Mau ngeledek gue?!" tanya Chika dengan nada suara kesalnya.

"Ck," Dirga berdecak ringan, seolah tak setuju dengan perkataan tersebut. "Seburuk itu pikiran lo," dia menjeda kalimatnya, mengusap wajahnya yang penuh dengan air. "Gue ke sini mau nolongin lo," pungkasnya.

Hanya hening yang ada diantara keduanya, hanya suara derasnya hujan yang merangsak indera pendengarannya. Chika menarik nafasnya panjang saat terlarut suasana bersama dengan Dirga di sebelahnya. Dirinya melirik singkat sebelum membuka suaranya.

"Bokap gue narapidana," kata Chika secara mendadak.

Detik itu juga Dirga mematung usai mendengarnya. Dia tak tahu harus bereaksi seperti apa, bahkan hanya sekedar melirik pun tak bisa dia lakukan.

"Orang yang terpidana, berarti narapidana, 'kan? Lucunya—"

"Mau berapa lama kita di sini? Semakin dingin," Dirga menyela perkataan Chika.

Pribadi itu langsung bangkit dan mengulurkan tangannya guna membantu Chika untuk berdiri. Pun akhirnya Dirga sukses mengajak gadis itu untuk pulang—sekaligus menghentikan kesedihan Chika.

Hendak mengambil payung, Chika mendengus disertai dengan senyuman miring ketika melihat payung Dirga telah terisi oleh air hujan. Sedangkan pemiliknya hanya mematung dengan bibir yang sedikit terbuka—tercengang. Lantas diangkatnya payung tersebut hingga seluruh air tumpah sebelum dia bawa. Dirga tak akan menggunakannya.

Dengan sisa hujan yang ada, mereka sudah tak memikirkan sebasah apa tubuh dan pakaian saat ini. Namun, ketika keduanya telah menginjak pelataran rumah, Chika langsung bergegas mengambil seluruh pakaiannya yang basah.

"Gue lupa kalau punya baju di jemuran," kata Chika yang terdengar cukup panik.

Dirga yang berdiri di depan rumah gadis itu menunjuk ember yang dia ingat jelas diletakkan di teras. "Maaf, gue cuma nyelamatin yang di ember,"

Ekspresi Chika mendadak berubah saat seseorang datang. Menarik perhatian Dirga untuk melihat siapa sosok yang membuat Chika begitu. Dirga hanya bisa menyapa ringan kala presensi ibunda Chika telah berdiri di sana. Dan detik berikutnya, terdengar suara gebrakan pintu ketika Chika masuk.

"Dirga, makasih udah bawa Chika pulang. Cepet mandi, biar nggak sakit," tutur ibunda Chika.

"Iya, tante," balas Dirga.

Di dalam rumah, Chika kembali membawa pakaiannya yang kehujanan untuk dicuci ulang. Gadis itu benar-benar mengabaikan ibunya yang memperhatikan seluruh pergerakannya. Kendati dia menyadari hal ini tidak seharusnya terjadi.

Pasalnya, seluruh kalimat ibunya benar-benar membuat Chika sakit hati. Sang ibu terlanjur membenci ayahnya, lantaran rasa kecewa yang dirasakan saat itu. Bahkan dia mendiami ibunya sampai beberapa hari setelahnya. Dan selama itu juga Chika tak pernah menyentuh apa yang dimasak oleh sang ibu.

"Chika, makan dulu," kata sang ibu saat melihat putrinya yang hendak pergi.

Seakan angin yang lewat, Chika mengabaikan perkataan ibunya. Gadis itu tetap melangkah keluar meninggalkan rumahnya. Tujuannya hari ini adalah menemui Dimas karena ada hal yang dia perlukan di sana.

Ekspresi yang terpasang di wajahnya saat ini cukup menjelaskan bagaimana seriusnya Chika ketika melangkah ke dalam rumah Dimas. Duduk berhadapan dengan temannya itu sebelum berujar.

"Beberapa hari lagi, kita mulai jalanin rencana," katanya.

Dimas hanya diam seraya mendengarkan perkataan temannya itu. Sampai-sampai membuat Chika menoleh ke arahnya.

"Iya, gue denger, kok," kata Dimas.

"Oh iya, sekalian tolong siapin uang buat bayar gucinya. Gue udah dikabarin mereka," ujar Chika lagi yang langsung diangguki oleh Dimas.

Suasana kembali hening, Chika masih terfokus dengan layar tabletnya. Sedangkan Dimas hanya memperhatikan gadis itu dengan kedua tangan di depan tubuh. Dia terlihat gugup saat memainkan jari-jarinya. Namun, laki-laki itu memberanikan diri untuk bersuara.

"Lo lagi ada masalah?" tanya Dimas.

Pertanyaan itu mengejutkan Chika, hingga membuat tubuhnya seakan membeku. Pandangannya tak beralih dalam beberapa detik, lantas gadis itu menatap Dimas dengan wajah datarnya. "Emang kelihatan, ya?"

Sempat merasa takut jika Chika akan tersinggung, justru reaksinya ini membuat Dimas menarik senyuman miringnya. "Sedikit," jawab Dimas.

"Ah, masalah kecil, kok,"

Entah kenapa, Dimas sedikit merasa kecewa saat Chika hanya memberikan jawaban seperti itu. Apalagi ketika melihat temannya itu duduk di lapangan bersama seseorang yang tidak dia kenal dengan hujan deras yang membasahi mereka. Pemandangan itu justru terlihat lebih dalam daripada yang Dimas lihat sendiri.

"Terus, kenapa waktu itu lo hujan-hujanan? Dan siapa yang ada di sebelah lo,"

Paham kemana arah pembicaraan Dimas, Chika hanya tersenyum tipis sebelum menjawabnya. "Dia tetangga gue. Dan dia orang yang tau kalau gue penipu. Ini semua gara-gara rasa penasaran lo waktu kita makan bareng. Ternyata dia ada di sana juga," gadis itu menghela nafasnya saat mengingat kembali hal yang membuatnya kesal. "Gue nggak bisa ngehindar, karena harus ngabulin permintaannya dia sebagai gantinya," jelasnya.

"Dia cuma mau manfaatin lo,"

"Iya, gue juga tau soal itu. Tapi, masalahnya dia tetangga gue. Nggak gampang buat dihindarin,"

Chika menghela nafasnya, pasalnya beban yang ia bawa saat ini sangat melelahkan baginya. Namun, semua ini baru dimulai, belum ada separuh jalan. Maniknya terpejam singkat sebelum akhirnya dari berdiri, berniat untuk pergi.

Baru beberapa langkah dari pintu, Dimas menghentikan langkah gadis itu dengan kabar yang ia dapatkan kemarin.

"Bokap lo sakit,"

Chika terdiam, mendengar Dimas membahas ayahnya membuat Chika teringat masalah dengan ibunya kemarin. Tapi, ini soal kesehatan sang ayah, yang mana membuatnya bimbang.

"Harusnya lo dateng ke sana. Tanyain kabarnya," kata Dimas yang hanya melihat punggung Chika. "Sampai sekarang, dia masih dapet kecaman dari orang-orang. Nggak ada yang bisa dia ajak ngomong, nggak ada satupun yang bisa dia percaya. Cuma lo satu-satunya harapan besar buat bokap lo sendiri. Sebentar aja," tutur Dimas.

Semakin terdiam lebih lama, gadis itu sampai mengepalkan kedua tangannya. Dia benar-benar dilanda kebingungan mendapat kabar ayahnya yang sakit. Lantas Chika menoleh sekilas ke arah Dimas sebelum kembali membawa tungkainya pergi.

Laki-laki itu melihat Chika yang telah menjauh dari rumahnya. Dirinya masih berada di depan pintu seraya merasakan posisinya sebagai Chika. "Seharusnya, bukan lo yang balas dendam ke mereka. Tapi lo lakuin demi ngerinanin hukuman bokap lo," gumamnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   77. Kesalahan

    Dari pupilnya, Chika menangkap manik Dirga yang bergetar ragu dengan apa yang dia katakan barusan. "Nggak bisa, kan? Biar gue yang ngelakuin," timpal Chika.Tanpa berniat menimpalinya lagi, Chika menyalakan mesin motor hendak meninggalkan mantan kekasihnya itu. Bahkan, Dirga sama sekali tak bergerak hanya untuk memberikan reaksi atas permintaannya. Hanya saja, sebelum Chika benar-benar pergi, tangan Dirga menyentuh motornya guna menghentikan pergerakan gadis itu."Gimana kalau gue bisa? Apa lo mau maafin gue? Balik lagi ke gue?" tanya Dirga."Iya, gue bakal balik ke lo," tandas Chika yang segera menyingkirkan tangan Dirga.Gadis itu meninggalkan Dirga sejauh mungkin, tatapannya melemah sampai cukup merasakan kehangatan dari genangan air matanya. Dia sadar sikapnya terhadap Dirga saat ini bukanlah dari dalam hatinya. Namun, mengingat bagaimana sang ayah harus berada di dalam jeruji besi karena ayah Dirga, gadis itu membunuh belas kasihnya pada sang mantan kekasih. Kehilangan Dirga lebi

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   76. Kebencian

    Mungkin bisa dikatakan ini adalah kali pertama bagi ayah Dirga terganggu akan perkataan putranya sendiri. Pribadi itu tak mengetahui jika Dirga telah mengetahui Abraham sejauh itu. Malamnya sampai terganggu lantaran tak dapat melepaskan pemikiran itu dari kepalanya. Lantas menatap sosok wanita yang terlelap di sebelahnya, laki-laki tersebut bangkit dari ranjangnya berniat keluar dari ruangan tersebut. Hanya saja, suara gesekan itu justru membangunkan sang istri.Terdengar helaan nafas ringan ketika setengah selimut telah tersingkir dari sebagian tubuh. Pribadi itu kembali membawa kedua tungkainya turun dari ranjang, berjalan keluar, namun suara istrinya menghentikan langkah di ambang pintu."Kenapa aku baru tau dari Dirga?""Tentang apa?""Ayah Chika,"Tak ada balasan apapun, ayah Dirga justru abai dan membawa langkahnya tetap keluar kamar. Sedangkan sang istri hanya terdiam di balik selimut sembari menatap punggung suaminya yang menghilang dari pintu. Tatapan nanar terpancar dari man

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   75. Perlahan Terungkap

    Apa yang Dirga lakukan ketika ditinggal sendirian? Dia hanya memejamkan kedua matanya dengan tangan yang berada di atas lutut. Entah berapa banyak decakan yang keluar dari mulutnya, lantaran Dirga tak bisa melampiaskan kemarahannya saat ini. Setibanya di rumah, dengan suasana hati yang berantakan, laki-laki itu melempar helmnya cukup kasar tatkala memasuki kamarnya.Dirinya duduk di lantai dengan perasaan kalut, tak memiliki minat terhadap kegiatan apapun. Menyadari betapa hancurnya dia hari ini, tak ada satupun hal yang bisa dia pikirkan selain perkataan Chika. Terlalu menyakitkan untuk hati dan pikirannya, sampai Dirga mengabaikan panggilan sang ibu hingga wanita itu mendatangi kamarnya."Dirga," panggil sang ibu.Langkah sang ibu semakin mendekat, sedikit khawatir lantaran Dirga yang tak mengubah posisi sama sekali. Terlebih ketika Dirga menggerakkan bola matanya menatap sang ibu, wanita tersebut sampai tak bisa melihat adanya kehidupan dalam manik putranya sendiri. Pun kedua tanga

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   74. Tempat Biasa

    Berapa banyak decakan hari ini, Dirga berkendara seorang diri menelusuri jalanan. Dia menoleh ke segala arah, mencari lokasi kekasihnya yang mendadak menghilang. Jangan katakan Dirga tak berniat untuk menghubungi, itu sudah terbesit di kepala, namun sangat yakin jika gadis itu tak akan menjawabnya.Sungguh, kepalanya terasa pening tatkala harus menemukan keberadaan sang gadis yang entah kemana. Pribadi itu telah menyusuri jalan yang pasti dilewati oleh Chika, hanya saja dia masih tak dapat menemukannya. Dia sejenak berhenti di pinggir jalan, seraya berpikir tempat-tempat yang harus dia kunjungi untuk menemukan kekasihnya itu."Ey, mana mungkin dia ke sana," ucapnya setelah sebuah tempat terlintas di kepalanya.Dirga menggigit bibir bawahnya, kedua tangannya berada di pinggang seraya berpikir, memutuskan tempat yang ada di kepalanya saat ini. Dengan helaan nafas terakhir, Dirga segera membawa dirinya menuju lokasi tersebut. Tentunya dengan kecepatan penuh, dia tak ingin jika gadis itu

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   73. Lebih Jauh

    Ini adalah kesalahannya, dimana Dirga terlalu menutupi fakta yang membuatnya ada di situasi saat ini. Sedikitpun, Dirga tak berani mengarahkan pandangannya pada Chika yang masih menunggu dengan kedua tangan dilipat. Dia menghela nafas sampai menghela nafas panjang sebelum terpejam beberapa saat."Foto orang-orang yang ada di dalam memori itu.." Dirga tertunduk, sulit untuk melanjutkan kalimatnya sendiri. "Salah satu dari mereka adalah bokap gue," imbuhnya.Laki-laki itu mengeluarkan sebuah kartu memori dari dompetnya untuk diberikan pada Dimas. Tentu saja, secara tidak langsung Dirga menyuruh laki-laki itu untuk membuka kembali, menunjukkan salah satu diantara banyaknya pelaku kejahatan itu. Pun dengan wajah yang sama terkejutnya, Dimas kembali menunjukkan foto yang mereka temukan.Dirga sama sekali tak menatap layar laptop Dimas, dia memilih untuk menunduk seraya menyesali perbuatan ayahnya. Ya, walau bukan Dirga pelakunya, namun dia malu atas perlakuan sang ayah terhadap ayah Chika.

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   72. Lupa Waktu

    Membeli pakaian sudah, dan kini Dirga mengajak kekasihnya untuk menjelajahi toko-toko lainnya di sana. Dirga merangkul pundak Chika yang hanya sebatas bawah dadanya. Keduanya sama-sama memasang senyuman, seakan tak memikirkan sisa waktu yang keduanya miliki. Bahkan, Chika terus menggenggam tangan Dirga yang berada di pundaknya.Walau keduanya tak membeli banyak barang, pasangan tersebut seperti merasakan kebahagiaan yang tak akan ada habisnya. Keduanya juga saling melempar tawa saat melihat atau mendengar sesuatu yang menggelitik. Sungguh, Dirga benar-benar menggunakan waktu saat ini untuk kenangannya bersama Chika—karena dia tak tahu, apa yang akan terjadi besok, atau beberapa hari kedepan."Ayo, kita cari photo booth. Kita buat kenangan juga di sana," ajak Chika.Tentu saja, Dirga hanya menurut kemana kekasihnya itu menarik pergelangan tangannya. Pribadi itu hanya mengikuti setiap perkataan Chika, bahkan sampai gaya untuk berfoto Dirga telah diatur oleh gadis itu. Akan Dirga akui, j

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status