Share

4. Target Guci

Seorang wanita baru saja keluar dari mobilnya, memberikan kunci mobil pada petugas valet sebelum memasuki pintu utama hotel. Kedua tungkai bersepatu tinggi berwarna merah marun itu melangkah pada sebuah private room yang menjadi tempat untuknya bertemu dengan seseorang.

"Selamat malam,"

Guna menyambut kedatangan tamunya, seorang wanita muda yang menyamar menjadi pemilik barang antik itu berdiri memberikan sapaan lebih dulu sebelum memulai obrolan mereka. Sedikit berbasa-basi memang diperlukan untuk saat ini, menghilangkan sedikit rasa canggung yang barangkali hadir.

"Bagaimana kalau kita langsung ke intinya saja?" tanya wanita yang akan menjadi pembeli itu.

Sebuah kardus berbentuk balok itu dia angkat dari bawah meja, menunjukkan secara langsung barang yang menjadi inti dari pertemuan ini. Dengan pelan sebuah guci berwarna putih keluar dari kardus tersebut, tak lupa masing-masing tangan dari pemilik dan pembeli itu mengenakan sarung tangan, menghindari sidik jari yang akan menempel.

Tak ingin tertipu, wanita berusia tiga puluh tahunan itu mengamatinya dengan sungguh-sungguh seluruh sisi guci tersebut. Dirinya memiliki minat yang tinggi terhadap barang antik untuk diinvestasikan, sebab itu pengetahuannya tentang barang semacam ini harus dia kuasai. Wajahnya tampak menampilkan senyuman angkuh, dengan kilatan di sudut matanya. Tatapannya juga masih betah mengamati guci itu.

Dengan waktu yang tidak singkat, dehaman kecil menjadi akhir dari pengamatan guci tersebut. Keduanya sama-sama tersenyum. Pembeli yang puas dengan barang tersebut, dan pemilik guci yang senang dengan kepuasan pembelinya. Selagi guci tersebut di masukkan kembali, sebuah tas lainnya diletakkan di atas meja. Siapapun akan membelalakkan kedua matanya melihat uang yang memenuhi tas itu.

"Silahkan jika ingin dihitung terlebih dahulu," ucap wanita tersebut.

"Tidak perlu, saya percaya dengan para kolektor barang antik," balas sang pemilik guci.

Pemilik guci yang bernama Chika itu sekilas melihat ke arah jam tangannya, tak ingin membuang waktu lebih banyak, akhirnya dia memilih untuk meninggalkan tempat. Semakin menjauh dari tempat pertemuan, Chika mempercepat langkahnya. Beberapa kali sempat menoleh ke belakang, memastikan jika targetnya tadi belum berniat untuk meninggalkan hotel ini.

Gadis itu merogoh tasnya untuk mengambil ponsel dan menghubungi Dimas yang berada di luar hotel. "Gue ke sana sekarang," ucapnya singkat. Panggilan itu terputus, yang mana mengubah langkah cepatnya menjadi lari kecil. Kedua tangannya memegang kuat tas berisi uang itu selagi mencari celah untuk melarikan diri.

Di lain tempat—lahan parkir—Dimas menggotong kardus lain berisikan guci palsu yang serupa dengan yang dijual oleh Chika, diletakkan tepat di sebelah mobil target mereka. Melihat keadaan yang belum begitu aman, laki-laki itu kembali melangkahkan kakinya guna mengembalikan kunci mobil. Maniknya menangkap Chika yang keluar dengan kepala tertunduk.

Gadis itu menyadari langkah Dimas yang berada beberapa meter di depan. Keduanya berpapasan dengan suara Dimas yang mengalun pelan. "Mobil sedan hitam, sebelah mobil gue," ucapnya singkat.

Mengikuti apa yang dikatakan partnernya, Chika berjalan ke sisi kanan mobil sedan hitam milik target mereka. Melihat sekeliling, bersamaan dengan tangannya yang perlahan menyentuh pintu mobil, lantas menariknya pelan hingga berhasil terbuka. Tubuhnya merendah, tangannya bergerak mengambil barang palsu sebelum dia masukkan ke dalam mobil tersebut.

Disaat semua pergerakannya berjalan begitu tenang, mendadak gadis itu terjingkrak kala dia kembali melihat Dimas di dekat mobil dengan suara yang begitu lirih dan berisik. Temannya itu tampak panik dan menyuruhnya untuk segera pergi dari sana, lantaran target mereka baru saja keluar dari pintu hotel dan berjalan ke arah mobil.

"Cepetan!" kata Dimas penuh penekanan seraya memberikan guci yang asli pada gadis itu.

Chika menunduk, dia berjalan keluar seraya memeluk kardus berisi guci antik yang asli serta tas berisikan uang. Dia dapat merasakan telapak tangan Dimas yang berada di pucuk kepalanya guna melindunginya dari target. Langkah Chika semakin cepat sampai berhasil masuk ke sisi kanan mobil. Dia duduk merendah dengan pandangan yang membelakangi Dimas dan target.

"Siapa yang nyuruh lo masuk ke sini?"

Terkejut bukan main saat mendengar suara bariton yang mengudara itu. Gerakan kepalanya patah-patah ketika menoleh ke asal suara. Netranya bergerak melihat seisi mobil ini, tidak menyangka jika dia salah mobil.

"Sialan, gue salah mobil," rutuknya pada diri sendiri. Suara kekehan lahir begitu saja, kembali menoleh pada sosok lain di mobil ini. "Gue numpang sebentar, ya?" tanyanya yang memohon.

"Lo kalau mau ngejalanin aksi lo jangan di mobil bokap gue," kata Dirga yang menarik tangannya dari Chika.

Dada Chika berdebar kencang, lantaran aksinya bersama Dimas belum selesai sepenuhnya. Bahkan, mobil target mereka masih berada di sini, yang mana membuat Chika mau tidak mau harus bertahan di dalam mobil milik tetangganya ini. Apalagi Dirga juga meminta Chika untuk segera keluar.

"Nggak akan lama, kok sepuluh menit aja," pintanya.

Dirga melipat kedua tangannya di depan seraya memperhatikan raut wajah Chika, dan dengan satu tarikan nafasnya, akhirnya dia mengiyakan. "Oke. Gue mau lihat langsung aksi lo," katanya.

"Makasih banget,"

Dengan manik yang bergetar hebat, dari jauh dia memindai tubuh laki-laki di depannya ini. Dia menarik lengan Dirga supaya punggungnya membelakangi mobil target—menutupi Chika.

"Kalau gini, gue nggak bisa lihat," protes Dirga.

Chika meletakkan jari telunjuk di bibir, meminta Dirga untuk diam lantaran laki-laki itu terlalu banyak permintaan.

Dan diwaktu yang sama, target mereka telah bersama Dimas yang dikenal sebagai petugas valet. Dimas membukakan pintu untuk wanita tersebut. Hanya saja, pergerakan wanita itu sempat tertahan saat melihat mobil di sebelahnya bergoyang. Tubuhnya sedikit dicondongkan lantaran penasaran.

Tampak siluet dua orang di dalam mobil itu, membuatnya menekuk kedua alis. "Padahal ada banyak kamar di depan mata mereka," ucapnya yang langsung masuk ke dalam mobil.

Sedangkan Dimas juga sempat menoleh ke arah mobil yang dibicarakan oleh targetnya. Dia juga sempat melihat ke arah mobilnya yang tampak begitu tenang, bahkan terlihat kosong. Namun, laki-laki itu terkejut saat mendapat teguran tidak menutup pintu mobilnya dengan segera.

Tepat setelah mobil targetnya pergi, Dimas bergegas menuju sisi kanan mobil itu. Dia membuka pintu dan mendapati Chika yang tengah berdebat oleh laki-laki yang sedang bersamanya. Tanpa banyak omong, Dimas mengambil tas dan guci asli tersebut, serta menarik pergelangan tangan Chika agar segera keluar dari mobil itu.

Dirinya membawa Chika masuk ke dalam mobil, lengkap dengan semua barang yang dibawa tadi. Pun Dimas juga telah melajukan mobilnya meninggalkan hotel.

"Lo diapain aja sama dia?" tanya Dimas.

Chika masih terdiam, maniknya berkedip lambat. "Gue berantem sama dia, karena dia lihat aksi kita. Dia tau semuanya," jelas Chika.

"Terus, gimana? Dia mau laporin kita ke polisi?" tanya Dimas lagi yang langsung dijawab dengan gelengan oleh Chika.

Keduanya sama-sama diam ketika mobil Dimas melaju. Namun, beberapa meter setelahnya, Dimas melempar pertanyaan yang membuat Chika terkejut.

"Gimana kalau dia suka sama lo?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status