Noah berdecak kesal, padahal dia masih ingin dekat dengan Seika, tapi Devan malah menariknya dengan paksa agar menjauh dari gadis itu. "Pamanku posesif sekali.""Sstt, diam!" sengit Devan dengan mata melotot. Dalam hati dia merutuki dirinya sendiri yang tanpa sadar menjauhkan Noah dari Seika. Apa dia cemburu?Noah terkekeh geli melihat tingkah Devan. Sejak dulu pamannya itu memang posesif jika menyangkut orang yang disayanginya dan dia menyadari hal itu. "Cherry mau diantar sekolah sama siapa? Papa atau Kak Noah?" Devan menatap Cherry dengan lekat. Dalam hati dia berharap semoga Cherry memilihnya agar dia bisa menjauhkan Seika dari Noah.Bukan tanpa alasan kenapa Devan ingin menjauhkan Seika dari Noah sebab keponakannya itu suka sekali menggoda perempuan. Apalagi jika perempuan itu cantik seperti Seika.Devan tersentak setelah menyadari apa yang baru saja dirinya pikirkan. Apa dia sekarang mengakui kalau Seika cantik?Devan tanpa sadar menggelengkan kepala. Seika memang cantik, tapi
"Ayo, Seika. Aku akan mengantarmu pulang sekarang."Suara Noah barusan sukses membuat Devan tersadar dari lamunan. Dia sontak menatap Noah dan Seika bergantian. Padahal Seika baru pertama kali ini bertemu dengan Noah, tapi mereka terlihat sangat akrab seolah-olah sudah mengenal lama."Tu-tunggu! Kalian mau pergi ke mana?"Noah menghela napas panjang. "Aku tadi kan, sudah bilang kalau mau mengantar Seika pulang, Paman.""Kenapa kamu tiba-tiba ingin mengantar Seika pulang? Memangnya Pak Maman ke mana?" Devan menatap Noah dengan tajam."Aku memang ingin mengantar Seika pulang. Pak Maman sedang ngopi di belakang. Ayo, Seika! Kita pergi sekarang!"Kedua mata Devan sontak membulat, seolah-olah ingin loncat keluar dari tempatnya melihat Noah yang tiba-tiba menggenggam tangan Seika. Apa keponakannya itu sengaja ingin membuatnya kesal?"Kak Noah, Cherry ikut!" Cherry yang berada di dalam gendongan Devan cepat-cepat minta turun lalu ikut Noah mengantar Seika pulang."Ayo!"Devan lagi-lagi hanya
Sekarang sudah hampir jam sepuluh malam, tapi Devan masih berkutat dengan tumpukan berkas yang ada di atas meja kerjanya. Devan berusaha keras memahami materi yang disiapkan Pramudya tadi siang agar dia tidak melakukan kesalahan saat memimpin rapat hari Senin depan. Namun, tidak ada satu pun materi yang berhasil masuk ke dalam pikirannya karena dia terus memikirkan Seika.Devan melepas kaca mata minus yang sejak tadi bertengger di hidung mancungnya, lalu meletakkan benda itu di samping foto pernikahannya dan Elea. Enam tahun lalu, tepatnya tanggal 12 Januari dia resmi menikahi Elea. Wanita yang berhasil mencuri hatinya sejak pandangan pertama.Hari itu menjadi hari yang paling membahagiakan bagi Devan. Dia merasa menjadi lelaki paling beruntung di dunia karena bisa mendapatkan wanita yang sangat baik dan cantik seperti Elea. Dengan sangat yakin dia mengucapkan janji untuk selalu setia dan membahagiakan Elea sampai maut memisahkan di depan seluruh keluarga, teman, serta tamu yang hadir
Seika terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman, malam ini dia tidak bisa tidur karena ucapan Diana tadi terus terngiang-ngiang di pikirannya. Seika tidak pernah menyangka Diana tiba-tiba memintanya untuk menjadi mama tiri Cherry.Apa Diana sudah kehilangan akal? Kenapa wanita itu ingin sekali menjadikannya sebagai menantu?Helaan napas panjang keluar dari bibir mungil Seika. Dia bukan berasal dari keluarga kaya dan hanya tamat SMA. Rasanya aneh sekali jika Diana ingin menjadikannya sebagai menantu karena Devan bisa mendapatkan gadis yang jauh lebih baik darinya. Dia merasa tidak pantas menjadi pendamping hidup Devan. Apa lagi lelaki itu sampai sekarang masih mencintai mendiang istrinya.Seika kembali menghela napas panjang lalu melihat jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah hampir jam sepuluh malam, tapi kedua matanya sulit sekali untuk dipejamkan.Seika merasa sangat bingung sekarang. Biasanya dia selalu meminta saran dari Satria. Namun, Satria tadi terlih
Seika tersentak melihat seorang lelaki berwajah tampan yang tiba-tiba duduk di kursi kosong yang berada tepat di hadapannya. Aroma parfum mahal yang menguar dari tubuh lelaki itu seketika menyeruak di indra penciumannya. Aroma yang menenangkan sekaligus membuat jantungnya berdebar.Kenapa Devan bisa ada di restoran yang sama dengannya? Apa lelaki itu mengikutinya?"Kenapa Bapak bisa ada di sini?""Kamu sendiri?" Devan malah balik bertanya sambil menatap Seika dengan lekat. Gadis itu terlihat cantik dalam balutan gaun sabrin tanpa lengan berwarna peach yang melekat sempurna di tubuhnya. Bahu dan punggung gadis itu terlihat jelas, mengundang tatapan nakal dari beberapa pengunjung laki-laki yang ada di restoran.Apa Seika tidak sadar kalau sejak tadi banyak lelaki yang menatapnya lapar?"Saya sedang menemani Noah. Kalau Bapak?"Devan malah mengangkat sebelah alisnya alih-alih menjawab pertanyaan Seika. Entah mengapa firasatnya mengatakan pertemuannya dengan Seika di restoran ini bukanlah
'I adore you, Seika. I ADORE YOU ....' Seika bergeming di tempat dengan jantung berdetak hebat karena ucapan Devan barusan terus terngiang-ngiang di telinganya. Dia tidak terlalu bodoh untuk mengartikan kalimat tersebut meskipun dia hanya lulusan SMA. Benarkah Devan menyukainya? Seika beranjak dari tempat duduknya begitu saja lalu pergi meninggalkan Devan. Seika yakin sekali Devan pasti salah bicara karena lelaki itu pernah memberitahu dirinya kalau masih mencintai mendiang istrinya. Devan tidak mungkin menyukainya. "Seika, tunggu!" Devan cepat-cepat menyusul Seika lalu mencekal pergelangan gadis itu. "Kenapa kamu pergi?" Seika berusaha melepas tangannya, tapi genggaman Devan malah semakin erat membuat beberapa pengunjung restoran sontak memperhatikannya. "Pak, lepas," pintanya karena tidak suka menjadi pusat perhatian. "Saya tidak akan melepasnya sebelum kamu menjawab pertanyaan saya. Ikut saya! Kita perlu bicara!" Devan menyeret Seika dengan paksa dan meminta gadis itu masuk k
Seika bergeming di tempat, selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam memandangi Devan yang sedang tersenyum miring pada dirinya. Wajah gadis itu seketika bersemu merah, jantung pun berdegup kencang ketika menyadari apa yang baru saja Devan lakukan. Meski hanya sekilas, lelaki itu sukses membuat wajahnya terasa panas."Mulai sekarang kamu menjadi milik saya. Dan saya tidak suka berbagi milik saya pada orang lain." Devan menegaskan kalimatnya agar Seika paham."Apa kamu sudah mengerti, Seika?"Seika mengangguk, seperti anjing yang patuh pada manjikannya. Gadis itu terlihat sangat menggemaskan membuat Devan tidak tahan untuk mengusap puncak kepalanya."Anak pintar."Seika mendengkus kesal lalu menyingkirkan tangan Devan dari atas kepalanya. "Kenapa Bapak suka sekali mencium saya, sih? Kita kan, tidak punya hubungan apa-apa, Pak.""Apa semuanya masih kurang jelas, Seika?" Devan menatap Seika dengan lekat."Hah?""I adore you and I want you to be mine, Seika. What should I do to
Seika mengerjapkan kedua matanya perlahan. Kening gadis itu berkerut dalam ketika menyadari mobil yang ditumpanginya berhenti tepat di depan rumahnya."Kamu sudah bangun?"Seika menoleh, menatap lelaki berwajah tampan yang duduk di sebelahnya lalu mengangguk pelan. "Maaf ya, Pak, saya ketiduran. Seharusnya saya menemani Bapak biar nggak nyetir sendirian.""Hei, jangan minta maaf." Devan mengusap pipi Seika dengan lembut. "Tapi saya—" Seika sontak berhenti bicara karena Devan menaruh jari telunjuk tepat di atas bibirnya."Sstt! Jangan minta maaf, lagi pula saya sudah biasa nyetir sendirian.""Em, baiklah.""Apa saya boleh minta sesuatu, Seika?""Minta apa?""Jangan panggil saya bapak lagi."Seika menatap Devan dengan kening berkerut dalam. "Kalau tidak mau dipanggil bapak, aku harus panggil apa?""Panggil saya mas, kakak, atau sayang juga boleh.""Baiklah, Mas Devan," ucap Seika malu-malu. Devan gemas sekali melihatnya, membuatnya tidak tahan untuk mengusap puncak kepala Seika dengan