Share

5. Orang Kaya Menyebalkan!

Seika menatap bangunan megah yang berdiri di hadapannya dengan mulut menganga lebar. Rumah keluarga Marcellio ternyata sangat besar dan memiliki halaman yang sangat luas. Beberapa mobil mewah berjejer rapi di samping rumah tersebut, Seika tidak tahu berapa jumlahnya karena sangat banyak. Dia yakin sekali harga mobil tersebut pasti mahal.

Seika kembali tercengang melihat sebuah tempat lapang yang memiliki simbol huruf H di tengah-tengah lingkaran. Tanpa perlu bertanya Seika yakin sekali tempat tersebut adalah sebuah landasan helikopter. Sepertinya Devan memang sangat kaya dan dia yakin sekali jika harta lelaki itu tidak akan habis selama tujuh turunan.

"Ayo masuk, Sayang." Diana mengajak Seika masuk ke dalam rumahnya.

Mulut Seika sontak menganga lebar karena interior rumah Devan ternyata sangat mewah. Lantai rumah berlantai tiga itu terbuat dari marmer yang berkilau jika terkena cahaya lampu. Lukisan-lukisan kuno koleksi Diana yang terpajang di dinding membuat rumah bergaya klasik tersebut terlihat semakin mewah. Seika tidak pernah berhenti berdecak kagum dibuatnya.

Devan tersenyum sinis melihat Seika yang sibuk mengagumi rumahnya. Entah kenapa gadis itu terlihat sangat bodoh di matanya sekarang. Lebih baik dia pergi ke kamar untuk ganti baju karena kemeja hitam ini membuatnya merasa gerah.

"Rumah Tante bagus banget ...."

Diana tersenyum mendengar pujian Seika. "Terima kasih, Seika. Rumah ini akan menjadi milik kamu kalau kamu sudah menikah dengan Devan."

"Ta-Tante bilang apa?" Seika bertanya karena tidak mendengar ucapan Diana dengan jelas.

"Tante nggak bilang apa-apa. Ayo, lihat-lihat rumah tante yang lain." Diana pun mengajak Seika untuk melihat-lihat isi rumahnya. Lagi-lagi Seika dibuat kagum karena seluruh rumah Devan dihiasi barang-barang mewah. Mereka bahkan memiliki gudang khusus untuk menyimpan anggur.

"Bahkan anggur saja hidup dalam kemewahan," gumam Seika tanpa sadar karena gudang penyimpanan anggur di rumah Devan jauh lebih mewah dibanding rumahnya.

"Kamu bilang apa, Seika?"

Seika gugup bukan main mendengar pertanyaan Diana. Untung saja nenek Cherry itu tidak mendengar ucapannya dengan jelas.

"Bu-bukan apa-apa, Tante," jawab Seika sambil tersenyum kikuk.

"Mama, Cherry lapar."

Seika menghela napas panjang karena Cherry terus-terusan memanggilnya mama. "Jangan panggil mama, ya? Panggil kak Seika saja," jelas Clara pelan-pelan agar Cherry tidak terbiasa memanggilnya mama.

Wajah Cherry seketika berubah sendu, kedua matanya pun terlihat berkaca-kaca, seperti ingin menangis.

Seika lagi-lagi menghela napas panjang. "Baiklah, jangan menangis. Kamu tunggu di sini, ya. Kakak akan mengambil makan dulu untuk kamu." Seika pun meminta Cherry untuk menunggu di ruang tengah lalu meminta tolong Diana untuk mengantarnya mengambil makan di dapur.

"Maaf sudah merepotkanmu, Seika."

"Nggak papa kok, Tante."

Diana menatap Seika dengan lekat. Gadis bermata hezel itu benar-benar peduli pada Cherry padahal mereka baru bertemu dan tidak memiliki hubungan apa pun. Seika benar-benar menantu idaman. Sepertinya gadis itu cocok jika menjadi mama tiri Cherry.

Cherry pun duduk di atas karpet sambil bermain boneka. Devan yang baru saja selesai membersihkan diri langsung menghampiri Cherry dan ikut duduk di bawah bersama putrinya.

"Papa lihat kamu senang sekali, Cherry." Devan mengangkat Cherry lantas mendudukkan anak perempuan berusia lima tahun itu di atas pangkuannya.

"Cherry senang karena di rumah ada mama Seika."

Devan menghela napas panjang. "Kak Seika bukan mamamu, Sayang. Jangan panggil kak Seika mama lagi. Mengerti?"

Cherry menggelengkan kepala. "Nggak mau. Cherry suka mama Seika," ucapnya lirih. Sepertinya Cherry benar-benar merindukan sosok ibu.

"Tapi ...." Devan kehilangan kata-kata karena tidak tega melihat sang anak kembali bersedih. Akhirnya dia membiarkan Cherry memanggil Seika mama karena anak perempuannya itu besok pasti sudah lupa dengan Seika.

Tidak lama kemudian Seika datang dari dapur sambil membawa sepiring nasi dan segelas susu untuk Cherry. Anak perempuan itu langsung meminta Seika untuk menyuapinya.

Devan diam-diam memperhatikan Cherry yang makan dengan begitu lahap ketika disuapi Seika. Padahal Cherry tidak pernah makan selahap ini sebelumnya.

Apa semua ini karena Seika?

Devan pun memperhatikan Seika dengan lekat. Gadis itu memiliki sepasang mata bulat, hidung bangir, dan bibir tipis berwarna merah alami. Wajah Seika terlihat biasa saja, wajah mendiang istrinya bahkan jauh lebih cantik dari pada Seika. Namun, entah kenapa Cherry bisa langsung dekat dan nyaman bersama gadis itu.

Cherry merasa sangat mengantuk setelah makan dan ingin tidur ditemani Seika. Seika sebenarnya ingin menolak, tapi dia lagi-lagi terpaksa menuruti keinginan Cherry karena tidak tega melihat anak itu terus bersedih.

"Maaf lagi-lagi ngrepotin kamu." Diana menatap Seika dengan penuh rasa bersalah.

"Nggak papa kok, Tante."

Seika pun mengantar Cherry pergi ke kamarnya yang berada di lantai atas. Dinding kamar Cherry didominasi cat berwarna merah muda dan terasa sangat nyaman, ukurannya bahkan jauh lebih besar dari kamarnya.

Tidak butuh waktu lama bagi Cherry untuk terlelap karena anak itu memang sudah sangat mengantuk. Seika pun segera pamit pulang karena dia sudah terlalu lama bermain di luar.

"Maaf, sepertinya saya harus pulang sekarang," pamitnya pada Devan dan Diana yang sedang menikmati secangkir teh panas di ruang tengah.

"Anterin Seika pulang, Van!" perintah Diana pada Devan.

"Tidak mau!" tolak Devan langsung.

'Siapa juga yang mau diantar!' batin Seika kesal karena Devan sangat arogan. "Saya bisa naik bus kok, Tante."

"Tapi halte bus jauh dari sini, Seika." Diana menatap Seika tidak enak lalu menatap Devan yang duduk di sampingnya dengan tajam. "Kenapa kamu tidak mau mengantar Seika, Devan? Apa kamu tega membiarkan calon menantu mama pulang sendirian?"

Devan malah asyik memainkan ponselnya. Dia benar-benar tidak peduli karena Seika hanya orang asing yang kebetulan menolong Cherry.

"Tidak apa-apa kok, Tante. Saya bisa pulang sendiri."

"Bagaimana kalau diantar supir?" tawar Diana karena dia tidak tega membiarkan Seika pulang sendirian.

"Tidak perlu, Tante. Terima kasih, saya pulang dulu."

Diana pun mengantar Seika ke depan. "Terima kasih banyak untuk hari ini. Maaf sudah merepotkanmu. Hati-hati di jalan ya, Seika," ucapnya sambil memeluk Seika dengan erat. Rasanya begitu hangat membuat Seika sontak teringat dengan mendiang ibu kandungnya.

Seika menatap rumah yang berdiri megah di hadapannya dengan kesal begitu tiba di luar.

"Dasar orang kaya tidak tahu diri!" geramnya terdengar kesal karena Devan tega membiarkannya pulang sendirian padahal dia sudah menolong Cherry. Semoga saja dia tidak bertemu dengan lelaki menyebalkan itu lagi.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hayati Srie
tar jd kepikiran dah devan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status