Seika berjalan seorang diri di sepanjang trotoar. Di samping kanan dan kirinya hanya ada rumah mewah yang berjejer rapi. Sampai sekarang Seika belum melihat halte bus sama sekali padahal dia sudah berjalan lumayan jauh. Andai saja dia percaya dengan apa yang Diana katakan jika halte bus letaknya jauh, dia pasti akan menerima tawaran wanita paruh baya itu untuk pulang diantar supir.Namun, semua sudah terlambat. Dia harus berjalan lumayan jauh untuk menemukan halte bus terdekat. Seika terus memaksa kedua kakinya untuk berjalan sambil sesekali menoleh ke belakang. Entah kenapa dia tiba-tiba berharap Devan akan menyusulnya lalu mengantarnya pulang seperti yang dilakukan Kim Tan pada Cha Eun Sang.Namun, Devan tidak mungkin melakukannya karena lelaki itu raja tega. Seika nekat ingin mencari tumpangan karena dia sudah merasa sangat lelah, perutnya juga lapar. Namun, tidak ada satu pun mobil yang mau berhenti untuk memberinya tumpangan ke halte bus terdekat.Rasanya Seika ingin sekali mena
Seika langsung menghampiri Satria yang sedang asyik menonton televisi setelah selesai mandi lalu memakan semangkuk mie instan yang sudah kakak kandungnya itu siapkan. Seika makan dengan lahap karena dia memang benar-benar lapar.Satria memperhatikan Seika dengan lekat. Seika sebenarnya memiliki wajah yang lumayan cantik. Namun, gadis itu tidak terlalu memedulikan penampilannya. Seika lebih suka memakai celana dan kaos yang kebesaran dari tubuhnya. Penampilannya pun terlihat lebih mirip laki-laki dari pada perempuan."Dasar cewek separuh!" Satria geleng-geleng kepala melihat Seika yang makan begitu lahap seolah-olah tidak pernah makan berhari-hari."Kamu lapar banget, Dek?" Seika hanya mengangguk karena mulutnya sibuk mengunyah makanan. Lagi pula dia sangat menyukai mie instan. Dia bahkan bisa menghabiskan dua bungkus mie instan sekaligus sekali makan."Argh, kenyang ...." Seika bersendawa lumayan keras setelah selesai makan.Satria tanpa sadar bergidik mendengarnya. Sampai sekarang d
"Kenapa kamu masih tidur, Seika? Lihat sekarang jam berapa? Apa kamu ingin terlambat bekerja?"Seika meringis kesakitan sambil mengusap kepalanya yang baru saja dipukul oleh Satria lalu mengedarkan pandang ke sekitar seolah-olah mencari sesuatu.Seika masih ingat dengan jelas kalau dia tadi bertemu dengan Devan ketika menunggu bus di halte lalu mereka mengantar Cherry pergi ke sekolah bersama. Namun, Devan tiba-tiba saja mendekat dan ingin mencium bibirnya.Di mana lelaki itu sekarang?"Kamu nyari apa, Seika?""Devan, mana?" tanya Seika polos. Sepertinya nyawa gadis itu belum terkumpul sepenuhnya.Kening Satria berkerut dalam mendengar pertanyaan Seika barusan karena nama lelaki itu terdengar asing di telinganya."Siapa, Devan?"Mulut Seika sontak menganga lebar. Sepertinya gadis itu baru menyadari kalau kejadian yang dialaminya bersama Devan barusan ternyata hanya mimpi.'Kenapa di dalam mimpi Devan juga menyebalkan, sih?' rutuk Seika dalam hati."Siapa Devan, Seika? Apa dia kekasih
Suasana di dalam kantor masih terlihat sepi karena sekarang memang belum jam masuk kerja. Namun, Seika dan Bara selalu berangkat lebih awal dari karyawan yang lain."Selamat pagi, Pak Bara," sapa seorang petugas keamanan yang berpapasan dengan mereka.Bara hanya mengangguk singkat untuk membalas sapaan petugas keamanan tersebut.Seika diam-diam memperhatikan Bara yang berjalan tepat di sampingnya. Lelaki berusia dua puluh empat tahun itu terlihat sangat tampan dalam balutan kemeja berwarna biru navy dan celana bahan berwarna senada. Kaca mata minus yang bertengger di hidung mancungnya membuat kadar ketampanan Bara semakin meningkat."Kamu terlihat tampan sekali hari ini. Kenapa kamu tidak mau menjadi pacarku?"Bara menghela napas panjang karena dia tahu kalau Seika hanya menggodanya. "Kamu tahu sendiri kan, kalau aku—" Bara menatap Seika dengan lekat dan gadis itu mengangguk paham.Sepertinya Seika harus mengubur dalam-dalam keinginannya untuk menjadikan Bara sebagai kekasihnya karena
Devan beranjak dari tempat duduknya lalu menghampiri Cherry di kamar. Helaan napas panjang seketika lolos dari bibirnya melihat Cherry yang tengkurap di atas tempat tidur sambil membenamkan wajahnya di bantal. Isakan kecil sesekali lolos dari bibir anak perempuannya itu."Cherry marah sama papa?" Devan membangunkan Cherry agar menghadapnya. Mata dan hidung anak itu terlihat sembab karena menangis.Cherry menggeleng pelan. Dia hanya merasa kecewa karena Devan melarangnya bertemu dengan Seika.Rasanya seperti ada sesuatu yang menghantam dada Devan dengan cukup keras ketika melihat kesedihan di wajah cantik Cherry. Sebagai seorang ayah Devan tahu kalau Cherry kecewa pada dirinya meskipun anak itu tidak mengatakannya."Maafin papa, ya?" Devan menghapus air mata yang membasahi pipi Cherry dengan lembut. Dia merasa sangat bersalah sudah membuat Cherry menangis."Cherry mau ketemu mama ...."Devan mengatupkan rahangnya rapat-rapat untuk meredam emosinya agar tidak meledak karena Cherry ingin
Seika mendorong pintu yang berada di hadapannya dengan pelan setelah mendengar seruan masuk dari dalam. Mulut Seika sontak menganga lebar ketika memasuki ruangan sang pemilik perusahaan yang didominasi cat berwarna lime tersebut. Ada sebuah sofa berwarna cokelat tua di pojok ruangan. Sepertinya pemilik perusahaan sengaja menyediakan sofa tersebut untuk menerima klien atau tamu penting.Seika sontak menunduk ketika menangkap siluet seorang laki-laki yang duduk di balik meja direktur. Entah kenapa dia mendadak gugup saat ingin memberikan kopi yang dibawanya pada lelaki itu."Silahkan diminum, Pak ...." Seika menggantungkan kalimatnya karena dia tidak tahu siapa nama pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Devan pun mengalihkan perhatian dari berkas yang ada di tangannya lalu menatap gadis berambut cokelat yang berdiri tepat di hadapannya. Kedua mata Devan sontak membulat karena Seika ada di ruangannya."Kamu?!"Seika pun tidak kalah terkejut hingga tanpa sengaja menaruh secangkir kopi ya
"Maaf, Tuan. Anda harus menghadiri meeting dengan pemimpin Kingdom Group sekarang," sela Pramudya ketika masuk ke ruangan Devan sambil melirik Seika sekilas. Seika pun balas tersenyum ramah pada lelaki paruh baya itu. "Baiklah, tolong siapkan mobil satu lagi untuk mengantar Cherry ke sekolah." Pramudya mengangguk lalu segera melaksanakan perintah Devan. Devan berjongkok tepat di depan putrinya selepas kepergian Pramudya. "Papa kerja dulu, ya? Cherry belajar yang baik di sekolah," ucapnya sambil mengusap puncak kepala Cherry dengan penuh sayang. Seika diam-diam memperhatikan apa yang sedang Devan lakukan. Dia bisa melihat dengan jelas jika Devan sangat menyayangi Cherry. Tapi kenapa lelaki itu bersikap kasar pada dirinya? Apa Devan memiliki kepribadian ganda? "Ini." Kening Seika berkerut dalam melihat secarik kertas yang Devan ulurkan pada dirinya. "Ini apa?" "Kartu nama, Bodoh. Apa kamu tidak bisa melihatnya?" Seika menghela napas panjang, rasanya dia ingin sekali menampar waj
Devan tampak begitu serius membaca berkas yang ada di tangannya karena dia ingin mempelajari materi yang akan dia presentasikan untuk rapat nanti. Meski terlihat begitu serius, Devan ternyata tahu kalau Pramudya sejak tadi terus mencuri pandang ke arahnya. "Kenapa Anda menatap saya seperti itu, Pak? Apa ada sesuatu yang ingin Anda katakan sama saya?"Pramudya tergagap karena Devan menangkap basah dirinya sedang mencuri pandang ke arah lelaki sejak tadi."Em, tidak ada Tuan.""Apa Anda pikir saya percaya?"Pramudya tersenyum tipis karena Devan sangat memahami dirinya. Maklum saja karena dia sudah bekerja lima tahun lebih dengan lelaki itu."Sebenarnya ada sesuatu yang mengganggu pikiran saya.""Apa?" Devan menatap Pramudya yang duduk di sampingnya dengan alis terangkat sebelah."Nona Seika."Air muka Devan yang semula tenang berubah sedikit tegang karena Pramudya menyebut nama Seika. Namun, dia begitu pintar menutupi keterkejutannya hingga berhasil membuat Pramudya tidak curiga."Kena