Share

004 - MAIN PETAK UMPET

Suasana makan pagi di rumah Tresno. Para pelayan menyiapkan berbagai jenis makanan enak dan bergizi yang dibuat khusus oleh chef pilihan Verawati.

Namun di meja makan bernilai ratusan juta, dari 10 kursi yang tersedia  hanya terisi oleh dua orang. Tresno dan Verawati. Sepi dan hening, kehangatan yang tersisa hanyalah saat Verawati yang selalu bersikap lembut dan perhatian pada suaminya.

Suasana jadi lebih berisik saat Tresno dan Verawati dikejutkan dengan kedatangan si anak hilang mereka yang sudah berbulan-bulan tidak pulang ke rumah karena sibuk mengurus bisnisnya sendiri.

“Selamat pagi papi dan mami. Anak bungsu kalian pulang nih,” sapa TT dengan nada ramah, namun lebih dimaksudkan untuk menyindir sang ayah.

Sang Ibu langsung memeluk sayang TT untuk meluapkan rasa kangennya bertemu TT. Verawati juga menyindir Tresno untuk menyambut TT. Tresno bersikap dingin karena masih kesal pada TT itu yang tidak menuruti keinginannya untuk belajar mengurus Bank.

Tresno sebenarnya ingin TT yang menggantikannya setelah kakak TT, Adam Tresno meninggal. Namun penolakan TT yang memilih jalan lain membuat Tresno mengusir TT dan sampai sekarang selalu bersikap dingin kepada TT.

Namun tidak bisa dipungkiri, sedingin-dinginnya seorang Ayah kepada anaknya masih ada rasa rindu yang tersimpan meski dia tutup rapat agar tak ada siapa pun yang tahu demi menjaga gengsinya sebagai orang yang paling di segani dalam keluarga.

“Duduk manis ya bayinya mama,” ucap Verawati memanjakan anak bungsunya itu.

Verawati mau memanggil pelayan agar menyiapkan sarapan untuk TT, namun Tresno lebih dulu memanggil pelayan lain yang sangat ingin dia perlakukan kejam di rumah ini.

“ALANIIIIS!” teriak Tresno.

TT mendelik mendengar nama Alanis di sebut.

Saat Alanis tiba, TT  sudah menghilang dari ruangan tersebut. Verawati dan Tresno bahkan tidak menyadari gerakan TT yang begitu cepat sehingga mereka kebingungan ke mana perginya si anak bungsu.

“BAGUUUSSSS!” teriak Tresno memanggil anak bungsunya.

Kini giliran Alanis yang tiba-tiba saja bereaksi mendengar nama itu.

“Bagus? Masa sih Tubagus Tresno?”

Otak Alanis langsung memproses data-data dalam memori otaknya mengenai apa yang dia ingat tentang TT, yang Alanis tahu nama lengkapnya adalah Tubagus Tresno.

“Nggak mungkin! Anak pemilik Tresno Bank nggak akan mau jadi  bos pakaian dalam wanita. Penduduk Indonesia lebih dari 200 juta. Pasti banyak nama yang sama!”

Otak Alanis menekan tombol ENTER dan itulah hasil pemikiran yang dia putuskan.

Dari balik pintu ruangan lain, TT mengintip. Ternyata dugaannya tidak meleset.

     Suara yang kemarin dia dengar saat menelepon ke ponsel Alanis adalah suara Imas, kepala pelayan di rumah ini.

     Dan satu lagi tebakannya, memang benar Alanis kini ada di rumah orang tuanya bekerja sebagai pelayan.

“Bodoh banget dia mau kerja di rumah seram kayak gini. Kecuali papi kasih gaji gede! Dasar cewek matre!” sindir  sebal TT untuk Alanis.

“Jangan sampai Alanis tahu gue termasuk penghuni rumah ini juga!” gumam TT waspada.

TT coba mengingat-ingat apakah masih ada pajangan foto keluarga yang ada gambar dia. Barangkali saja ada yang kelupaan dibuang sama bapaknya saat TT diusir dari rumah. TT tidak mau Alanis sampai melihat itu. Awalnya TT yakin sudah semua dibuang. Namun TT berubah pikiran, dia masih curiga dengan satu tempat lain yang diduga masih memajang foto itu.

Kini TT sudah berada di ruang keluarga lantai tiga, tempat yang semenjak TT diusir sudah jarang disinggahi  Tresno dan Verawati.

Dan benar saja dugaan TT, masih ada foto keluarganya yang lengkap, termasuk TT dan almarhum kakaknya yang dipajang di rak sebuah lemari.

“Tuh kan! Nyaris saja!” ucap lega TT.

Sejenak menatap foto itu, ada perasaan rindu ingin keluarganya harmonis seperti dulu. Sejak dia berkuliah di Amerika, TT memang mulai jauh dengan keluarganya. Apalagi dia merasa cemburu dengan perlakuan berbeda yang diberikan Tresno kepada dia dan kakaknya.

Tresno sudah berbulat tekad untuk memberikan Adam posisi sebagai pewaris tahta walaupun secara prestasi akademis TT jauh lebih pintar dari kakaknya. Sejak itu dia tidak mau tahu lagi urusan keluarganya dan fokus berkuliah, belajar bisnis dan bertekad membuka usaha sendiri tanpa bantuan dari orang tuanya.

TT pun bahkan tidak tahu bahwa Alanis adalah penabrak kakaknya hingga meninggal. Dia hanya tahu kabar kakaknya meninggal ditabrak, ya sudah. TT hanya menganggap itu musibah dan tak mau ikut-ikutan membenci penabraknya.

 “Alanis, tugas kamu sekarang beresin ruangan ini. Anak bungsu pak Tresno sudah pulang. Dia sering menghabiskan waktunya disini.” Perintah Imas si kepala pelayan pada Alanis.

Suara dari arah pintu bikin lamunan TT buyar. Mendengar nama Alanis disebut, TT bingung sendiri takut ketahuan dan langsung bersembunyi dibalik tirai. Tak lupa dia membawa foto keluarga bersamanya.

Alanis dan Imas tiba di dalam ruangan. Tak menyadari TT sedang mengintai mereka. Imas berlagak bos, menyuruh-nyuruh dan memperlakukan Alanis dengan seenaknya.

TT yang melihat perlakuan Imas terhadap Alanis jadi kesal sama Imas, sebaliknya dia merasa iba pada Alanis.

“Imas, gue kurung di wc elo ya!” bisik TT gregetan.

Namun apa daya TT tak bisa berbuat apa-apa, dia tidak mau Alanis sampai tahu kalau dia adalah anak bos yang memperlakukan Alanis dengan kejam. Bisa-bisa nanti Alanis jadi benci sama dia.

Imas meninggalkan Alanis sendirian di sana. Alanis mulai bersih-bersih ruangan. Wajahnya tampak sangat letih dan sedih menahan beban berat yang kini harus dia tanggung.

“Harusnya gue milih kerja di tokonya mas TT aja,” sesal Alanis tanpa sadar orang yang dia maksud sedang mendengarkan dan tersenyum lebar, selebar pulau Kalimantan.

Dari balik tirai TT memonyongkan bibirnya meledek puas seolah merayakan kemenangannya atas Alanis.

“Elo tuh termasuk kaum cewek yang merugi karena udah nolak kerja di tempat gue!” bisik TT sepelan mungkin.

Alanis terus berputar di ruangan itu mencari celah-celah kotor yang akan dia bersihkan.

Sementara TT mulai kepanasan berada dibalik tirai. Keringat bagaikan hujan deras yang membasahi tubuhnya.

“Lambat banget sih elo kerja! Cepetan! Gue gerah nih!” racau kesal TT yang ditujukan kepada Alanis.

Alanis mendelik seperti mendengar suara. Dia mengedarkan pandangan mencari asal sumber bunyi-bunyian. Alanis jadi merinding, masa di jaman digital seperti sekarang hantu masih bisa bebas berkeliaran?  Begitu isi pikirannya saat ini.

Dan TT pun mulai ketar-ketir takut ketahuan. Dia menyusutkan tubuhnya dan makin terjebak di dalam tirai. Tentu saja makin membuat TT kegerahan.

Kini tiba saatnya Alanis akan memeriksa wilayah tirai yang sekarang jadi tempat persembunyian TT. Satu langkah, dua langkah, Alanis makin mendekat ke lokasi persembunyian TT. Jantung TT dag dig dug.

“Ke gep nih gue!” resah TT dalam hatinya.

Alanis mengayun tangannya siap untuk menarik tirai, TT menarik nafas dalam dan memejamkan mata, PASRAH!

“ALAAAANIIIIIS!” pekik menggelegar Tresno terdengar dari lantai bawah.

Sontak Alanis kaget, tidak jadi menarik tirai. Dia buru-buru lari ke luar ruangan untuk memenuhi panggilan Tresno.

Saat Alanis sudah tidak ada di sana, TT keluar dari balik tirai bersama air keringat yang sudah menghiasi sekujur tubuhnya.

“Alanis! Elo anak buah yang durhaka sama bosnya sendiri!” gerutu TT.

Namun di akhir kalimatnya TT melepas senyum seolah merasa bahagia menyaksikan secara langsung wajah cantik yang sudah beberapa hari ini selalu dia tunggu-tunggu kehadirannya.

Ternyata Alanis disuruh membersihkan toilet halaman belakang rumah megah Tresno. Toilet yang terdiri dari beberapa bilik, terkenal sebagai toilet terkotor dan terjorok yang ada di rumah itu karena yang menggunakannya bervariasi dari mulai para security, tukang kebun dan orang-orang luar seperti pengantar paket, tukang service dan masih banyak lagi.

Alanis mulai menyikat lantai yang sangat kotor. Dia berkali-kali mendengus sambil menutup hidung menahan bau menyengat yang luar biasa menusuk hidungnya.

“Parah banget sih baunya!” keluh Alanis.

Saat di penjara Alais memang sudah biasa melakukan pekerjaan seperti ini, namun dia tak menyangka saja masa-masa suram di sana kini terulang dengan cepat saat dia baru saja bebas.

“Arggh!” jerit Alanis tiba-tiba.

Dia dikejutkan saat melihat sebuah bayangan melintas dari arah pintu luar. Langit sudah hampir gelap, biasanya sudah jarang ada orang yang ke toilet ini. Siapa gerangan orang yang tadi lewat? Alanis mulai tegang.

Alanis coba mengintip keluar, namun tidak ada siapa-siapa. Alanis menatap sekeliling. Suasana di sekitar halaman belakang memang agak menyeramkan. Alanis lalu masuk untuk buru-buru menyelesaikan pekerjaannya.

Tak jauh dari sana ternyata TT sedang mengintip dari sudut yang tak terlihat oleh Alanis. Dia terkekeh meledek. Rupanya TT yang tadi lewat di depan pintu dan sengaja iseng menakut-nakuti Alanis.

“Makan tuh! Beraninya berkhianat sama gue!” ejek TT penuh kegembiraan.

Belum selesai sampai di situ, aksi jahil layaknya seorang bocah kembali diperlihatkan oleh TT. Dia mengambil batu, dan melemparnya ke pintu dan menimbulkan suara bising. BRAGHHH!

“Arggggh!”

Seketika Alanis menjerit lalu berlari keluar ketakutan tanpa menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu.

Melihat Alanis sangat ketakutan, TT jadi cemas sendiri.

“Dia nggak apa-apa kan?” tanya TT pada dirinya sendiri.

TT yang khawatir buru-buru menyusul untuk memastikan kondisi Alanis baik-baik saja.

Alanis melapor pada Imas kalau dia tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya karena diganggu hantu. Namun Imas malah menyemprotnya habis-habisan. Imas menyuruh Alanis membersihkannya lagi dan tidak boleh pulang sebelum selesai.

TT mengintip dari arah lain Alanis sedang dimarahi oleh Imas. Dia jadi sangat merasa bersalah. Wajah sedih Alanis, TT sungguh tak tega melihatnya.

“Bodoh banget ya gue!” ucap sesal TT di dalam hatinya.

Alanis berjalan gontai menuju ke halaman belakang. Kakinya terasa berat melangkah. Dia tercengang saat sampai, dua orang security sedang membersihkan toilet dan menyuruh Alanis pulang saja, biar mereka yang membersihkan.

     “Jangan, pak. Biar saya saja.”

     Alanis malah takut kalau Imas tahu dia dibantu orang lain pasti akan dilaporkan ke Tresno. Bukan Alanis saja yang disemprot, dua security itu pasti juga kena tegur. Namun salah seorang security menenangkan Alanis, asal saling diam dan jaga rahasia semua akan aman.

Bukan main senangnya Alanis. Dia tak henti-henti berterima kasih karena berkat kedua orang itu Alanis bisa pulang lebih cepat.

Di dekat sana TT tersenyum lega merasa bahagia melihat senyum Alanis kembali merekah. TT lah yang menyuruh kedua security itu untuk menyelesaikan pekerjaan Alanis karena TT merasa sangat bersalah dan kasihan pada Alanis

“Elo cantik kalau senyum,”

     Tak sadar mulut TT mengucapkan kalimat itu saat memandang Alanis yang sedang melangkah kembali ke dalam rumah.

Saat sadar TT memukul-mukul mulutnya, jiwa-jiwa gengsinya mengingatkan agar tetap menjadi lelaki yang dipuji wanita, bukan sebaliknya.

Di bawah langit malam yang mulai menampakkan dirinya, Alanis berjalan menuju ke stasiun kereta yang jaraknya lumayan jauh dari rumah Tresno. Ada angkot sebenarnya, tapi Alanis lebih memilih jalan karena masih trauma naik  mobil.

     WARM! WARM! Sebuah motor sport berhenti di dekat Alanis. Alanis merasa kenal dengan motor itu dan juga helm dengan stiker segitiga merah yang dipakai pengendaranya.

“Pak TT?” ucap Alanis kepada si pengendara.

To be continue >>> 005

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Miss K
so sweet bgt sih mas TT
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status