Share

005 - QUALITY TIME BERSAMANYA

TT membuka kaca helm full face-nya, turun dari motor sambil membawa sebuah helm lain lalu memberikannya begitu saja pada Alanis.

“Nih. Yukk jalan?” ajak TT dengan menjaga mode jaimnya agar terlihat tetap berwibawa di depan Alanis.

Alanis malah bengong. Kok ini orang bisa ada disini pikirnya.

TT bisa menebak jalan pikiran Alanis. Dia sudah mempersiapkan skenario yang matang sebelumnya agar Alanis tidak curiga.

“Saya ada meeting di dekat sini dan kebetulan lihat kamu,” lanjut TT dengan cara bicara yang sangat formal tanpa menunggu Alanis bersuara terlebih dulu.

Alanis bisa percaya apa yang dikatakan oleh TT. Namun ada satu hal yang mungkin saja membuat dia akan menolak ajakan TT.

Motor dan berkendara di jalan Raya!

Efek trauma Alanis bisa saja membuat dia terlihat memalukan di depan TT. Akan banyak pertanyaan nanti dari TT. Itulah yang paling dicemaskan olehnya.

“Mau nggak? Saya sekalian mau tanya kenapa kamu tidak jadi bekerja di toko saya,” sambung TT.

Alanis makin bertambah pusing. Alasan apa yang harus dia katakan, Alanis belum mempersiapkannya.

“Kenapa harus sekarang sih ketemunya?” keluh Alanis dalam hatinya.

Namun tiba-tiba TT melakukan hal yang tak terduga. Dia inisiatif memasangkan helm di kepala Alanis tanpa diminta. Cara dan sentuhan TT sangat lembut hingga membuat hati Alanis berdebar-debar saat TT melakukannya.

“Oh my God. Elo ngapain sih pak TT!” batin Alanis menjerit.

Empat tahun di penjara membuat Alanis sejak saat itu tak pernah lagi mendapat perlakuan manis dari seorang pria. Dan sekarang yang melakukannya adalah seorang lelaki yang memang sering traveling ke dalam pikirannya sejak pertemuan pertama.

“Maaf pak!”

Tiba-tiba Alanis mencegah dan membuat TT menghentikan gerakannya saat helm baru terpasang ke setengah kepala Alanis.

“Kenapa? Kamu nggak mau?” tanya TT.

“Saya mau naik kereta aja pak,” tolak halus Alanis.

TT menarik nafas dalam, kesal dengan penolakan Alanis.

“Berani-beraninya elo nolak gue lagi!” sungut TT dalam hatinya.

Jiwa gengsi bergemuruh dalam pikiran TT, mempengaruhi organ-organ lain di seluruh tubuhnya untuk memenangkan peperangan, jangan mau ditolak untuk kedua kali oleh Alanis.

Tanpa persetujuan Alanis, TT meneruskan memasang helm lalu memegang tangan Alanis untuk memaksa naik motor bersama. Alanis sempat mencoba menolak tapi TT tak menggubrisnya. Alanis makin tegang, dia tak mungkin bisa naik motor bersama TT.

“Gue takut Pak. Bukan nggak mau,” batin Alanis sungguh sangat ketakutan.

Sampai di depan motor Alanis hanya diam mematung. Ingin sekali lagi menolak tapi tak berani bicara.

“Apa perlu gue angkat elo ke motor?” tegas TT yang spontan merubah cara bicaranya pakai gue elo.

Alanis tak tahu harus bagaimana lagi. Namun muncul sedikit keberanian saat TT mengulurkan tangannya untuk membantu Alanis naik ke motor.

“Cowok ini ... Baik banget sama gue!”

Suara hati Alanis yang kini terus menguatkan diri agar dia bisa mengalahkan traumanya demi seseorang lelaki baik penuh perhatian yang kini tengah menunjukkan lagi betapa tulusnya dia kepada Alanis.

Alanis akhirnya memberanikan diri menerima uluran tangan TT dan naik ke motor. Di atas motor Alanis tegang, tubuhnya gemetaran.

TT yang sudah menunggangi motor bisa merasakan ketegangan dari tubuh Alanis yang gemetar. TT tak tahu kenapa Alanis seperti ini

Dan TT sekali lagi menunjukkan magic-nya kepada Alanis.

TT dengan lembut menarik tangan Alanis untuk berpegangan ke tubuhnya. Nafas Alanis sejenak berhenti saat bersentuhan tubuh dengan TT.

“Biar elo nyaman!” ucap TT dengan nada yang lebih manis.

JLEB! Alanis tertembak tepat di hatinya. Ini bukan sekedar rasa kagum karena perhatian TT. Mungkin sudah lebih dari itu.

“Gue memang ngerasa nyaman banget sama elo!” Alanis menjawab perkataan TT dalam hatinya.

Suasana malam di jalanan kota Jakarta. Cukup padat, para pencari rupiah di ibu kota telah menyelesaikan tugasnya hari ini dan saling adu cepat memacu kendaraannya untuk segera sampai di tempat peristirahatannya masing-masing

Motor TT menjadi salah satu peserta yang terjebak dalam ramainya arus lalu lintas.

TT melajukan motornya dengan kecepatan santai seolah ingin memperlambat waktu untuk sampai di tujuan karena dia sedang membonceng gadis cantik yang kini lebih erat memeluk tubuhnya.

“Badan gue emang bikin cewek nyaman sih buat meluk,” ucap pede TT dalam hatinya sambil sesekali melirik ke tangan Alanis untuk memastikan jemari Alanis tidak berpindah dari posisi saat ini.

Sebenarnya TT salah kaprah. Alanis memeluk erat TT karena dia masih sangat ketakutan untuk berkendara di jalan raya apalagi dalam keadaan yang ramai seperti sekarang.

Alanis masih trauma. Dia bahkan tak berani melihat ke jalan. Pandangannya  selalu berlindung di balik punggung TT.

Tubuh Alanis yang sesekali gemetar, TT lagi-lagi salah arti. Dia menganggap Alanis kedinginan. TT menepikan motornya ke jalan lalu lalu melakukan sebuah adegan yang sweet ala-ala drama korea, memberikan jaket miliknya agar Alanis memakainya.

“Biar nggak dingin,” ucap TT dengan mode khasnya, jaim.

Bukannya tidak menghargai adegan sweet TT, Alanis sebenarnya justru sedang kegerahan. Dia sudah memakai jaket, kalau ditambah lagi jaket TT bisa mandi keringat.

“Maaf Mas eh Pak TT, nggak usah. Bapak aja yang pake,” tolak Alanis secara halus.

“Nggak apa-apa kok. Badan saya tebel, angin mikir-mikir kalau mau masuk,” jawab pede  TT sambil membusungkan dadanya.

Alanis merasa tidak enak untuk menolak, tapi dia juga akan tersiksa jika menerima. DILEMA!

Dan TT sekali lagi menunjukkan aksinya, lanjutan dari adegan sweet yang pertama. Kini dia memakaikan langsung jaket ke tubuh Alanis tanpa menunggu persetujuan gadis itu.

Bukannya Alanis tak mau terpesona dengan perhatian lembut dari aksi TT, dia benar-benar kepanasan. Namun agar TT tidak merasa kecewa Alanis bertahan sebentar dan ketika mereka sudah melanjutkan perjalanan diam-diam Alanis membuka jaket milik TT dan menaruh dipangkuannya. Alanis merasa lega. SEGAR!

TT mampir di sebuah rumah makan lesehan, mengajak Alanis makan. Kebetulan Alanis memang sudah merasa lapar, dari siang dia tidak bisa makan dengan tenang. Alanis menerimanya meski dengan cara seperti biasa yang ditunjukkan pada TT, malu-malu tapi mau.

Baru masuk masuk TT baru sadar Alanis sudah tidak memakai jaket yang dia kasih sejak turun dari motor.

“Nggak dipake jaketnya?” sindir TT mode sebal.

“Di-di- tadi dilepas pas dijalan, pak. Pas mau sampe sini,” kelit Alanis bohong tipis.

TT percaya walaupun masih pasang wajah bete.

Saat makan, percakapan diantara mereka masih tetap membosankan. Bahasa formal yang mereka pakai untuk menyampaikan kata-kata menjadikan suasana canggung semakin tak terbendung.

“Ditambah nasinya,” kata TT.

“Baik pak,” jawab Alanis.

“Diminum airnya,” kata TT.

“Terima kasih pak,” jawab Alanis.

“Mau tambah sotonya?” tanya TT.

“Terserah bapak,” jawab Alanis.

Dan seterusnya selalu begitu isi pembicaraan mereka. Boring, garing seperti kecimpring! TT dan Alanis bukannya tidak sadar kalau suasana diantara mereka sangat membosankan. Namun apa daya keduanya masih saling menutup diri untuk berbicara lebih lepas, bukan tanpa alasan. Mereka sama-sama punya rahasia yang tidak ingin diketahui oleh satu sama lain.

Situasi agak tertolong saat ada pengamen datang dan bernyanyi sebuah lagu cinta di depan mereka. Alanis yang hafal lagunya ikut bersenandung meski dengan suara yang pelan. TT kagum mendengar suara Alanis, meski pelan dia bisa merasakan bahwa Alanis memiliki suara yang enak didengar.

Sebuah ide yang dianggap brilian oleh TT muncul di otaknya. TT merasa inilah saatnya menunjukkan kehebatan pada Alanis.

“Mas, pinjem gitarnya. Nanti saya bayar lebih,” ujar TT kepada si pengamen.

Pengamen senang dan langsung memberikan gitar pada TT.

“Pak TT bisa main gitar?” tanya ragu Alanis.

“Liat aja sendiri!” jawab TT mode angkuh.

TT pegang gitar, pamer skill melodi dulu sok-sok  bergaya layaknya seorang dewa gitar.

Lalu TT akan memulai memainkan sebuah lagu. Genjrengan pertama, LANCAR. Genjrengan kedua, MANTAP. Dan saat masuk genjrengan ketiga, TUK! CEPRET!

Senar gitar putus dan menyambar wajah TT.

“Aww!”

TT meringis perih. Tapi bukan perihnya yang jadi persoalan. TT malu banget. Aksi memukau yang dia rencanakan berujung nestapa.

Melihat TT kesakitan, tangan Alanis reflek menyentuh wajah TT untuk memeriksa.

DUG DUG! Hati TT berdebar disentuh Alanis. Wajah dan tubuhnya mode freeze dengan tatapan yang tertuju kepada Alanis. TT seperti terbang ke langit. NAMUN...

“Maaf mas, senar yang putus bisa diganti? Saya nggak bisa kerja nanti soalnya,” sela si pengamen.

BRUGHH! TT jatuh dari langit! Bersamaan dengan itu Alanis menarik tangannya dari wajah TT. Moment romantis rusak begitu saja.

“Rese banget nih pengamen!” reaksi otak TT mengumpat si pengamen dalam pikirannya.

Setelah nego keras yang panjang, TT akhirnya menyetujui permintaan harga senar yang disebutkan oleh si pengamen. SERATUS RIBU!

“Ngerampok itu namanya!” umpat TT setelah si pengamen pergi.

“Iya pak! Harga senar gitar perasaan nggak sampai segitu,” kata Alanis.

TT seketika melirik ke Alanis. Hati TT berbunga-bunga mendengar Alanis membela dirinya.

     Setelah insiden dengan pengamen di rumah makan, interaksi antara Alanis dan TT lebih cair. Percakapan mereka tidak lagi kaku dan canggung seperti sebelumnya.

Perjalanan pulang saat di atas motor pun terasa lebih menyenangkan untuk mereka berdua.

TT dan Alanis pun sampai di tempat tujuan. Alanis meminta maaf sama TT kalau tidak bisa mengajak TT mampir dulu. Alanis berbohong dengan alasan sudah malam dan tidak enak sama Ibunya.

     Padahal sebenarnya Alanis malu untuk terlalu membuka diri pada TT, karena jika dia terlalu open bisa-bisa semakin cepat TT tahu kalau Alanis adalah mantan Narapidana.

Alanis belum siap, karena dia sekarang sangat merasa nyaman bersama dengan TT. Saat Alanis akan masuk ke dalam rumah, TT menahannya. Lelaki itu nampak sangat serius.

“Saya pengen tahu alasan yang sebenarnya! Kenapa kamu tidak datang untuk bekerja di toko saya? Apa kamu sudah mendapat pekerjaan lain?” tanya TT.

TT berpura-pura, menyembunyikan kebenaran bahwa dia sebenarnya Alanis sudah bekerja di rumah orang tuanya.

     Alanis terdiam. Dia masih belum tahu harus memberikan jawaban apa. Tidak mungkin dia bilang kalau sekarang dia pekerja sebagai pelayan di sebuah rumah. Alanis berpikir TT akan mentertawakannya.

“Daripada pelayan mendingan karyawan tokolah!”

Itulah yang kini Alanis bayangkan tentang jawaban TT nantinya.

“Maaf, pak. Boleh saya jawab nanti?” kata Alanis.

TT mencoba mengerti dan tak memaksa Alanis. Dan saat Alanis mau masuk lagi, dia kembali menahannya untuk kedua kali.

“Mulai sekarang nggak usah panggil Pak. Mas aja. Atau kak juga boleh. Kamu bukan karyawan saya juga kan?”

JLEB! Alanis berpikir dalam. Sebuah kalimat dari TT yang mengandung misteri untuknya. Apakah ini tandanya TT sedang mencoba lebih dekat dengannya?

*****

To be continue >>> 006

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Inthary
duh rasanya gimana y kepentok senar putus ...
goodnovel comment avatar
Miss K
uhuyy selangkah maju
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status