"Kenapa kamu berbohong?"
Kamea mengerjapkan matanya. Ia sama sekali tidak mengerti maksud perkataan Alif. Mengapa lelaki itu mengatakan dirinya telah berbohong?
"Maksudnya?" tanya Kamea polos. Ia benar-benar tidak mengerti.
"Kamu meminta izin pada saya akan mengerjakan tugas kelompok dengan temanmu. Tapi kenyataannya, kamu sedang berduaan dengan lelaki itu," gerutu Alif kesal. Namun meski begitu ia masih tetap berusaha bersikap datar di hadapan Kamea.
"Aku tidak berbohong. Tadi memang ada tugas kelompok dan aku gak berdua dengan Abimanyu. Tadi kami bertiga, tapi temanku yang satunya sudah pulang lebih dulu."
Kamea merasa tak terima dengan tuduhan Alif. Ia tidak berbohong, Abimanyu memang temannya sama seperti Olivia. Lalu dimana letak kesalahannya?
Suasana di dalam mobil itu mendadak gersang bahkan walau ACnya sedang menyala. Sama halnya seperti Kamea yang ta
Sejak Alif mempertegas tentang perasaannya terhadap Kamea yang hanya menganggap gadis itu seperti adik baginya. Gadis belia itu memutuskan untuk menjaga jarak dari Alif.Kamea masih bersikap sama seperti biasanya, cerewet dan petakilan. Ya, walau dalam mode biasa saja. Tak lagi mencuri cium atau pun mengucapkan kata-kata yang menjurus mengutarakan perasaannya kepada lelaki itu.Ia harus bisa menata hati agar suatu hari, bila Alif benar-benar akan berpisah dengannya, Kamea sudah siap. Setidaknya hati gadis itu tidak akan terlalu terluka karena sudah banyak berharap.Meski pada kenyataannya, tak semudah itu ia menekan perasaannya sendiri agar bisa menjauh dari Alif. Cintanya sudah melekat di hati sejak gadis itu masih kecil. Jadi, butuh waktu panjang untuk bisa menetralkan kembali perasaannya.Apa lagi status mereka saat ini masih "suami-istri
"Om, balikin ponsel aku. Kebiasaan banget deh!" gerutu Kamea. Ya, bukan hanya kali ini saja Alif mengambil paksa ponselnya setiap ia menerima pesan atau panggilan masuk dari temannya. Lelaki itu akan lebih agresif jika yang menghubunginya adalah Abimanyu. Entah apa maksudnya? Kamea pun tak mengerti. Yang jelas, ia sangat-sangat geram dengan tingkah lelaki berkulit putih itu. Egois. Kamea tidak dibiarkan berdekatan dengan lelaki manapun termasuk Abimanyu. Sementara Kamea sendiri tidak tahu apapun tentang Alif. Apakah lelaki itu selalu dekat dengan wanita lain atau tidak. Atau bahkan mungkin ia telah kembali bersama kekasihnya. Entahlah. Memikirkan semua itu hanya akan membuat hatinya berdesir ngilu dan ingin menangis saja. "Katakan pada saya, apa kamu memiliki hubungan spesial dengan leleki itu?" tanya Alif. Iris mata cokelat
"Woah, jadi ini loh Bali yang biceritain teman-temanku?" tutur Kamea sambil mengedarkan pandangannya ke luar melalui kaca mobil.Ya, saat ini mereka sudah tiba di Bali dan sedang dalam perjalanan menuju ke hotel. Mama Anita sudah mempersiapkan semuanya, bahkan membayar seseorang untuk mengantar jemput mereka ke manapun mereka akan pergi berlibur selama di sana.Alif menoleh dan mengernyitkan alisnya. "Kamu belum pernah ke bali?" tanyanya penasaran.Belia itu berbalik menatap Alif. Polos gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Entahlah, aku lupa."Belia itu menyeringai polos memperlihatkan sederet gigi putihnya. Sedangkan Alif, lelaki itu terkekeh pelan sambil menggeleng-geleng kepala."Pantas saja hari itu kamu bersemangat ingin pergi," ledek Alif.Kamea mendelikkan matanya. "Kalau mau ke sini, lalu kenapa kemarin minta dibatalkan?" tanya Alif.
"Om, kita pergi ke sana, ya. Di sana pemandangannya lebih bagus," ajak Kamea.Gadis itu menarik paksa tangan Alif untuk mengikuti ke arah yang ditunjuknya. Lelaki berkaus putih dengan kacamata hitam menutupi matanya itu hanya menurut saja tanpa bantahan sedikit pun.Saat ini mereka sedang ada di pantai menikmati pemandangan sore hari. Awalnya Alif akan membawa Kamea pergi ke pantai besok, karena hari ini masih merasa lelah setelah perjalanan.Tapi gadis belia itu tak berhenti membujuknya. Karena tidak tahan lagi melihat Kamea cemberut mendiamkannya, akhirnya Alif mengalah. Seusai makan makan siang, mereka pun pergi ke pantai."Om, tolong ambil gambarku yang banyak, ya. Fotoinnya yang bagus, jangan asal," ucap Kamea. Dia memberikan ponselnya kepada Alif.Gadis itu berpose dengan berbagai macam gaya sementara Alif terus mengambil gambar gadis itu dengan kamera ponsel.
Alif sudah tidak sabar menunggu Kamea selesai besiap. Mereka akan makan malam di restoran hotel. Lelaki berwajah datar itu melenggang menemui Kamea yang masih betah di depan cermin."Kamu sedang apa? Kenapa lama sekali?" gerutu Alif tak sabar.Gadis itu beranjak dari duduknya berbalik menghadap ke arah Alif. Ia memang sudah siap memoles tipis wajahnya agar tidak terlalu kelihatan pucat."Uda siap, kok. Yuk, berangkat," ajak Kamea seraya meraih tas kecil miliknya dan melenggang menghampiri Alif yang terpaku di tempatnya."Mas? Ayo," tegur Kamea karena lelaki itu malah bergeming sambil menatapnya tak berkedip."Kamu mau ke mana?" tanyanya.Gadis itu mengernyitkan kedua alisnya. Ia menggaruk pelipis yang tak gatal karena bingung. Bukankah mereka sudah sepakat akan pergi makan malam? Lalu mengapa Alif bertanya seolah ia tidak tahu Kamea akan pergi ke mana?
Setelah menunggu beberapa saat akhirnya seorang pelayan datang membawakan makanan yang dipesannya.Alif melihat ke arah Kamea yang sedari tadi sedang memainkan ponsel sambil rebahan."Makanannya sudah datang, ayo kita makan dulu," ajak Alif.Kamea masih tak memalingkan wajahnya dari layar ponsel. Entah apa yang sedang gadis itu lihat di sana hingga ia sama sekali tidak tertarik untuk melihat Alif walau hanya sekilas."Dia masih marah," gumam Alif pelan.Lelaki itu mendecakan lidah, lalu kemudian menghela napas panjang. Sebenarnya ia ingin bersikap tak peduli. Tetapi hati kecilnya ingin membujuk gadis itu agar tidak lagi marah padanya.Dengan mengenyampingkan ego, Alif melangkah mendekati Kamea. Lelaki yang masih mengenakan kemeja berwarna biru gelap itu duduk di samping tepi tempat tidur."Sanee," panggilnya. Gadis itu hanya merespons den
Alif panik ketika melihat gadis di hadapannya menangis. Apa sikapnya keterlaluan? Tapi, bukankah legal baginya untuk menyentuh gadis itu? Apa mungkin dia mencintai lelaki lain?Otak Alif dipenuhi pertanyaan-pertanyaan tentang perasaan Kamea saat ini. Kecewa saat ia memikirkan alasan gadis itu menangis karena gadis itu mulai mencintai laki-laki lain selain dirinya. Dia mendesah kasar, kedua tangannya mengepal erat."Enggak. Aku gak memiliki utang apapun sama, Mas. Pokoknya aku gak akan izinin Mas mencium bibirku lagi. Kecuali ... kecuali kalau Mas sudah benar-benar mencintaiku," ucap Kamea dengan menekankan kalimat terakhirnya.Gadis itu beranjak dan pergi menuju ke kamar mandi. Ia menutup mulutnya agar Alif tidak mendengar tangisnya.Bukan tentang mencium bibirnya yang menjadi permasalahan bagi Kamea. Tetapi tentang sikap Alif yang melakukan hal itu tanpa memiliki sedikitpun perasaan untuknya. Gadis
Cahaya sinar matahari pagi menyeruak masuk melalui celah kaca jendela menyilaukan mata lelaki yang masih bergelung dalam selimutnya. Dia mengerjapkan mata, menyesuaikan dengan cahaya itu.Hal pertama yang ia lihat saat membuka mata, adalah gadis belia yang masih terlelap. Wajah polos nan cantik itu meneduhkan hati. Entah mulai sejak kapan wajah itu mulai menjadi candu, yang membuatnya selalu ingin terus memandangi wajah itu.Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas menampakkan sebuah senyum. Iris berwarna cokelatnya berdinar terus memandangi wajah itu. Ia mengusap anak rambut yang menghalangi kecantikannya, menyelipkan ke belakang telinga dengan lembut dan hati-hati agar tidak mengganggu tidur belia itu.Senyum itu pudar ketika melihat Kamea mengerjap, merasa terusik dengan sentuhan tangan Alif. Kesadaran gadis itu belum sepenuhnya terkumpul ketika iris hitamnya mendapati Alif yang tengah memandanginya.