Pagi ini, pagi pertama Kamea berstatus istri Reval Alif Pradana. Bibir mungil itu tak henti mengembangkan senyumnya. Ia beranjak dari tempat tidur ketika melihat suaminya sudah masuk ke dalam kamar mandi.
Menurut film-film yang pernah ia lihat, seorang istri itu biasanya menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan oleh suaminya. Atas inisiatifnya sendiri, belia itu membuka lemari pakaian Alif kemudian memilih kemeja yang akan dikenakan lelaki itu ke kantor.
Kamea memilih kemeja berwarna biru muda yang tergantung di dalam lemari. Ia juga memilihkan dasi yang cocok dipasangkan dengan kemeja pilihannya. Bibir mungilnya kembali tertarik membentuk sebuah senyum yang manis.
"Nah, mas Alif akan terlihat lebih tampan kalau memakai kemeja ini. Terlihat cerah sesuai dengan kulit putihnya," gumam Kamea.
Gadis itu melirik ke arah pintu kamar mandi. Belum ada tanda-tanda Alif sudah selesai mandi. Kamea menyimpan pakaian A
"Nanti siang saya akan menjemputmu,"Kamea yang baru saja ke luar dari kamar mandi dengan kondisi sudah memakai pakaiannya itu menoleh ketika tiba-tiba saja Alif berbicara. Kedua alisnya saling bertautan menatap bingung pada lelaki yang saat ini sedang duduk di sofa kamarnya."Om, ngomong sama aku?" tanya Kamea sambil menunjuk pada dirinya sendiri. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan di kamarnya, tetapi tak melihat siapapun ada di sana kecuali dirinya dan Alif.Lelaki beralis tebal itu mendesah kasar. "Bukan! Saya bicara sama hantu," gerutunya kesal."Hah? Jadi di sini ada hantunya?" gumam Kamea pelan tetapi masih bisa didengar oleh Alif.Belia itu menoleh ke kiri dan kanan mencoba mencari mahluk yang sedang diajak bicara oleh suaminya. Namun percuma saja, matanya tidak cukup tajam untuk melihat mahluk tak kasat mata itu.Alif melongo memerh
Kamea melenggang mengekori Alif yang berjalan di depannya. Gadis itu sedikit berlari agar bisa mengimbangi langkah lelaki beralis tebal itu. Sedari tadi mulut mungilnya tak berhenti menggerutu kesal."Om, ih kalo orang manggil itu nyahut dong!" gerutu Kamea.Ia gram karena sedari tadi panggilannya diabaikan oleh Alif. Lelaki itu masih tak acuh meneruskan langkahnya menuju ke mobilnya yang sudah terparkir rapi di depan halaman rumah."Om. Om Reval Alif Pradana!"Mendengar nama lengkapnya disebutkan oleh Kamea, lelaki berambut hitam itu menghentikan langkahnya secara tiba-tiba. Iris berwarna cokelat itu memutar geram. Gadis kecil itu sangat tidak sopan berani memanggil namanya seperti itu.Brukk!"Aduh,"Bibir mungil itu meringis ketika dahinya tak sengaja menabrak punggung kekar Alif yang entah sejak kapan lelaki itu berdiri di hadapannya.
Kamea menggeret koper berukuran sedang miliknya dengan gontai menghampiri Alif yang sudah menunggunya di depan rumah. Rasanya berat sekali harus meninggalkan rumah mertuanya itu untuk pindah ke rumah Alif.Ia merasa masih belum siap bila harus tinggal berdua bersama suaminya yang dingin dan kaku itu. Sedari pagi pikirannya terus melayang memikirkan hal-hal buruk. Takut-takut Alif membawanya pindah hanya untuk mengerjainya saja. Mengingat sejauh ini hubungannya masih belum akur dengan lelaki beralis tebal itu."Tenang Kamea, Mama bilang kalau mas Alif macam-macam aku bisa mengadu pada Mama dan Papa," gumamnya seraya menghela napas panjang."Kamea, kenapa malah bengong di situ?""Eh?"Belia itu terperanjat kaget. Suara mama Anita menariknya dari lamunan. Kamea tersenyum kaku, dengan polos menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Gadis itu segera menghampiri mamanya.
Alif membantu Kamea memasukan kopernya ke dalam bagasi mobil. Ia juga membukakan pintu untuk belia itu. Kamea duduk di depan tepat di samping kursi kemudi, menunggu Alif yang saat ini sedang menerima wejangan nasihat dari papanya."Mama sama Papa titip Kamea. Sekarang kalian sudah menjadi suami istri, tak perlu papa jelaskan panjang lebar. Kamu sudah dewasa, jadilah suami yang bertanggung jawab. Jangan pernah sakiti Kamea, dia sudah papa anggap seperti putri papa sendiri,"Alif menghela napas panjang, Mulutnya berdecak merasakan orang tuanya tidak adil. "Anak kandung kalian itu Alif, tapi kalian lebih menghawatirkan gadis kecil itu dari pada anak kandung kalian sendiri," gerutunya.Papa Pradana menepuk kepala Alif. " Gadis kecil itu istrimu," tuturnya geram sambil memelototkan matanya.Alif mendecakkan mulutnya, hatinya terus menggerutu kesal. Lelaki berkulit putih itu melenggang ke arah mobilnya set
Mobil Alif berhenti di halaman sebuah bangunan rumah yang cukup megah. Ukurannya memang lebih kecil dari rumah orang tuanya, tetapi juga cukup besar untuk dihuni dua orang saja.Belia itu ikut turun dari mobil ketika melihat suaminya juga turun. Iris berwarna hitam itu memerhatikan ke sekeliling rumah tersebut."Ini rumah, Om?" tanyanya.Setelah cukup lama tak membuka suara karena takut dengan ancaman Alif, akhirnya belia itu kembali mengeluarkan suaranya. Ia melihat Alif yang sudah mengeluarkan koper miliknya dari dalam bagasi."Bawa kopermu sendiri!" titahnya datar.Lelaki berparas tampan itu tak berminat menanggapi pertanyaan Kamea yang menurutnya sangat tidak penting. Ia melenggang melewati Kamea hendak masuk ke dalam rumahnya."Suami gak ada ahlak. Masa istrinya yang manis dan imut ini disuruh bawa koper sendiri. Bukannya dibawain gitu kaya suami-suami p
Lelaki beralis tebal itu mendesah kasar. "Terserah!" ucapnya ketus."Nah, gitu dong," sahut Kamea girang karena Alif tak lagi mendebat. Lelaki itu memilih untuk menyerah walau masih tak mengubah ekspresi wajahnya.Belia itu memajukan tubuhnya mendekati Alif. Kaki pendeknya menjinjit lantas kedua tangan terangkat dan mencubit pipi lelaki itu dengan gemas. Alif membulatkan matanya mendapat perlakuan Kamea yang menganggapnya seperti anak kecil."Om, jutek tapi gemesin. Kamea suka," ucap belia itu sambil terkekeh gemas kepada Alif.Lelaki yang terpaut enam tahun lebih tua dari belia itu mencekal tangan Kamea dan menjauhkannya. Iris berwarna cokelat itu menghunuskan tatapan tajam. Membuat sang gadis sedikit meringis antara sakit pada tangannya dan malu karena perbuatan yang refleks ia lakukan.Kamea menyeringai, satu tangannya menggaruk kepala yang tak gatal. "Maaf," ucapnya pol
Seorang lelaki bertubuh porposional melenggangkan langkah lebarnya memasuki sebuah gedung perusahaan miliknya. Kedatangannya mencuri perhatian karyawan yang bekerja di sana terutama karyawati.Semua mata memandang kagum atas ketampanan atasananya yang begitu sempurna. Sebagian masih bermimpi menjadi pendamping lelaki itu, sebagiannya lagi memilih untuk mundur menyadari kekurangannya sendiri.Tak ada yang tahu bahwa lelaki yang mereka kagumi saat ini sudah resmi menjadi suami seseorang. Apalagi istri atasannya itu adalah seorang gadis belia yang usianya terpaut cukup jauh darinya. Ya, tak ada yang mengetahui kabar pernikahan Alif dan Kamea kecuali kerabat terdekat dan asisiten kepercayaan Alif, yaitu Doni."Hai pengantin baru," sapa seseorang yang baru saja mengetuk pintu dan langsung memasuki ruangan Alif.Lelaki beralis tebal itu menoleh sekilas dengan malas. Ia mendesah kasar menyenderkan punggung
"Seharusnya kau senang memiliki seorang istri yang masih sangat muda," ucap Doni. "Tapi ini. Coba lihat wajahmu malah ditekuk seperti itu. Kalau kau gak mau, berikan saja dia padaku. Akan dengan senang hati aku menjaganya.""Ambillah kalau kau mau."Mata Doni melebar tak percaya mendengar ucapan atasan sekaligus sahabatnya itu. Bagaimana mungkin ia dengan mudah membiarkan istrinya sendiri diambil oleh orang lain? Sahabatnya itu memang sudah tidak waras semenjak ditinggalkan oleh Fely.Alif benar-benar terjerat cintanya Fely yang jelas-jelas telah kabur meninggalkannya tanpa jejak. Tetapi lelaki belensa cokelat itu masih saja mengharapkannya kembali."Kau yang benar saja. Aku harap kau tak serius dengan ucapanmu itu. Karena aku akan benar-benar menjaganya jika ada kesempatan. Kuharap kau tak akan menyesal!" tutur Doni dengan nada serius memperingati sahabatnya itu.Ah, sebenarnya