Setelah peristiwa itu
Devanka membasuh seluruh tubuh dengan air yang keluar dari shower di kamar mandinya. Dia berkali kali menuang sabun dan menggosok tubuh mulusnya itu.
Devanka masih mengingat betul ketika pria tua itu menyeret dan membanting tubuhnya ke lantai.
Hati dan pikirannya penuh dengan rasa ketakutan yang semakin lama semakin menguasai diri, ketakutakan yang tidak mampu tergambarkan, dia benar benar berada pada titik tertakut di dalam hidupnya.
Tidak ada yang terjadi dengan Devanka, namun peristiwa itu memberinya trauma dan ketakutan tersendiri. Hari harinya dipenuhi dengan bayangan pristiwa mengerikan di malam itu, di dalam pikirannya selalu terlintas wajah menakutkan dari sosok pria yang dikenalnya baik dan sopan.
Betapa sulitnya menjadi gadis perawan di kota besar seperti kota Jakarta ini. Banyak kejahatan meraja lela dan hubungan bebas mulai semakin tak terbendung. Banyak orang mulai mengesampingkan norma, tidak ada lagi yang berusaha menjaga tradisi dan budaya.
Sejak kecil Devanka selalu diajari nilai penting leluhurnya, untuk tetap menjaga keperawanan hingga bertemu dengan pria yang menjadi jodohnya. Meminangnya dengan perasaan tulus, ingin bersama dan menjaga, dalam ikatan suci sebuah pernikahan.
Keperawanan yang sesungguhnya,
tidak hanya mengenai selaput dara yang masih utuh, tetapi juga tidak pernah melakukan aktifitas seksual apapun.
Setiap jengkal tubuh masih perawan dan suci, tidak pernah tersentuh oleh lelaki. Itulah arti keperawanan yang sesungguhnya bagi keluarga Lumawi.
Tidak adil juga mengatakan seseorang masih perawan hanya karena selaput daranya masih utuh, tetapi kegiatan seksualnya sangat tidak bisa diremehkan.
Sudah sepantasnya dan seharusnya juga seorang gadis menjaga kehormatannya dan juga keluarganya, untuk tetap menjadi gadis perawan sebelum adanya pernikahan.
Bagi keluarga Lumawi, keperawanan adalah harga mati yang harus dijaga mati matian.
Ini adalah keperawanan yang seutuhnya, tersegel dengan baik, tidak ada yang lebih berharga dari pada mendapatkan jodoh gadis perawan yang menjaga kehormatanya secara sempurna.
Peristiwa malam itu menyisakan ketakutan dan trauma mendalam pada Devanka. Dia takut untuk melangkahkan kaki keluar dari rumah, baginya dunia seperti penuh dengan sorot mata tajam yang siap menerkamnya.
Kabar terakhir yang dia dengar, ayahnya sudah melaporkan tuan Santoso ke polisi, dengan sigap polisi sudah menangkap dan memenjarakannya.
Harusnya Devanka tenang dengan kabar itu, namun justru dia semakin ketakutan, takut jika orang lain melakukan hal yang sama kepadanya.
Devanka memutuskan untuk berhenti dari supermarket tempatnya bekerja dan memilih untuk menyembuhkan traumanya dengan cara bekerja di kebun bunga milik bibi Rose, yang letak kebun dan kiosnya cukup dekat dengan rumahnya.
Selain dekat, Devanka sangat menyukai bunga bunga indah, itu membuatnya lebih tenang dan damai. Paling tidak dia bisa melupakan peristiwa menyeramkan itu.
***
"Hai Devanka, kau bekerja di sini sekarang?" tanya Sekretaris Pete yang merupakan pamannya.
"Iya paman, menyenangkan bisa bekerja dengan bibi Rose," ucap Devanka seraya mengulaskan senyum tipis.
"Iya, senang melihatmu ceria. Paman sudah mendengar berita itu, beruntung tidak ada yang terjadi padamu, paman juga akan berusaha menjagamu sebaik mungkin," ucap paman Pete yang terdengar begitu menyayangi Devanka.
Seperti yang sekretaris Pete katakan, keluarga Lumawi adalah keluarga yang terkenal sangat menjaga keperawanan dan kehormatan anak keturunannya.
Ibu Devanka sudah meninggal sekitar delapan tahun yang lalu, akibat kecelakaan dan dia hanya tinggal berdua dengan ayahnya.
Paman Pete yang merupakan adik dari ibunya bekerja sebagai orang kepercayaan di keluarga Hamzah, keluarga yang cukup kaya di kota Jakarta ini.
Keluarga Hamzah memiliki grup usaha yang mengelola perkembangan kota Jakarta hampir 60 persen, itu membuat keluarga mereka kaya raya. Sektor pangan hingga property, sebagian besar adalah milik keluarga Hamzah.
Lewat bantuan Paman Pete, Devanka pernah bekerja di supermarket yang merupakan milik keluarga Hamzah, hampir satu tahun Devanka bekerja di sana hingga peristiwa menyeramkan itu terjadi.
Devanka berharap dengan bekerja di tempat bibi Rose, dia bisa melupakan semua peristiwa menyeramkan itu.
"Pesanan paman sudah siap?" tanya Paman Pete.
"Oh sekretaris Pete, kau sudah datang rupanya. Bunga sedap malam dan mawar putih pesananmu sudah aku siapkan, seperti biasanya, masih segar dan wangi," ucap bibi Rose yang tiba tiba muncul dari dalam kios bunga segar miliknya.
"Iya, aku harus membawa bunga segar ini sebelum jam tuju pagi, jika tidak aku akan mendapat masalah besar," ucap paman Pete menjelaskan.
Setelah mendapatkan pesanannya, paman Pete segera berlalu dengan mobil hitam milik majikannya itu.
Bibi Rose menceritakan jika paman Pete akan datang setiap tiga hari sekali untuk mengambil bunga sedap malam dan mawar putih, masing masing sepuluh tangkai, bunga terbaik dan baru dipetik, tidak boleh ada yang layu.
Selidik, bunga itu adalah bunga kesukaan kakek Hamzah, pemilik Hamzah Grup, grup perusahaan pemegang kendali hampir 60
Persen kota ini.
Sangat kaya, terpandang dan dihormati. Bisa dibilang kekayaannya tidak akan habis bahkan setelah keturunan ketuju sekalipun.
Menurut berita, dia memiliki putra tunggal yang menjadi pewaris terakhirnya, satu satunya, namun putra mahkotanya tersebut meninggal dalam sebuah kecelakaan tragis.
Walaupun tuan besar Hamzah tidak lagi memiliki putra, namun dia memiliki seorang cucu dari pernikahan putranya. Cucunyalah yang akan menjadi pewaris tunggal keluarga kaya tersebut. Mewarisi semua kekayaan kakeknya, pewaris tunggal dari kekayaan seutuhnya.
Sungguh sebuah keberuntungan yang dibalut dengan luka lara mendalam, kaya raya namun harus hidup tanpa orang tua.
Satu perawan"Ah, uh, oh, lanjutkan, itu enak sekali," erangan lembut terdengar begitu menggoda. Terlihat Monalisa menggelinjang sejadi jadinya ketika Reynold memainkan lidah di lekuk lehernya. Reynold terlihat begitu lihai, memainkan lidah yang mulai menyusuri lekuk leher Monalisa hingga sesekali naik ke atas telinga dan menciuminya hingga basah. Monalisa begitu menikmati permainan lidah Reynold, tubuhnya menggelinjang dan sesekali terdengar erangan nikmat keluar dari mulutnya seolah ingin membuat Reynold semakin terbakar, hingga terdengar suara pintu diketuk dengan begitu keras.
Sekretaris Pete terlihat berjalan bersama seorang gadis, memasuki gedung perkantoran salah satu milik Hamzah Grup, yaitu tempat yang menjadi kantor tuan muda Reynold. Dengan yakin sekretaris Pete meminta gadis itu untuk masuk ke ruangan tuan muda Reynold. Reynold terlihat mengamati gadis itu dengan seksama. Gadis itu adalah gadis pertama yang dibawa oleh sekretaris Pete di masa pencarian gadis perawan selama lima puluh hari.Gadis lugu dengan penampilan apa adanya. Dari gaya berpakaiannya, sepertinya sekretaris Pete menemukan gadis itu di pinggiran kota. Cukup lama Reynold mengamati gadis yang berusia sekitar sembilan bela
Sekretaris Pete terkejut ketika memasuki ruang kamar kakek Hamzah. Kondisinya sangat berbeda jauh dibandingkan dengan beberapa hari lalu. Kakek Hamzah berdiri dengan tegap, memakai setelan jas putih dengan tongkat andalannya yang dia gunakanan untuk membantunya berdiri lebih seimbang.Rambutnya memang sedikit memutih dan dia sama sekali tidak berniat untuk memolesnya dengan cat warna walau hanya untuk sekedar membuatnya lebih terlihat muda. Usiaya hampir delapan puluh tahun, namun pancaran ketampanananya tidak luntur sedikitpun.Wajahnya berkharisma, teduh dan enak dipandang. Ketampanan yang sudah mendarah daging, mungkin R
Kantor tuan muda Reynold terlihat begitu ramai, ada beberapa orang berdiri di pojok ruang tunggu dan beberapa diantaranya bergerombol di beberapa sudut."Sekretaris Pete!" teriak seorang kariawan wanita yang melihat sekretaris Pete berjalan cepat menuju ke arah ruangannya. "Iya Maria, ada apa?" tanya sekretaris Pete pada wanita muda yang merupakan seorang resepsionis yang bekerja di gedung E, tempat di mana tuan muda Reynold berkantor. "To-tolong saya, beberapa gadis di luar ingin bertemu dengan tuan muda, saya tidak mengizinkanya karena mereka belum membuat janji." Mendengar itu, sekretaris Pete terlihat mengerutkan dahi."Baiklah, coba aku lihat mereka dulu." ucap sekretaris Pete, lalu di
Masih di hari hari pencarian.Sekretaris Pete berusaha sekuat tenaga untuk menemukan gadis itu, dia berusaha mengumpulkan informasi sebanyak mungkin mengenai gadis istimewa yang mungkin saja ada di sudut negeri. Dia tidak ingin salah memilih, memberikan undangan pada gadis yang tidak tepat, yang berakibat akan ada amarah dan gertakan dari tuan muda yang begitu dia jaga.Di dalam kantornya, Reynold terlihat begitu sibuk dengan pekerjaannya, beberapa kali dia melirik ke arah jam tangan mahal yang melingkar di tangan kirinya. Siang ini dia ada janji dengan sekretaris Pete, ada tiga gadis yang harus ditemuinya. Reynold sejatinya adalah sang casanova,
PencarianSetelah Natasya keluar dari kantor tuan muda Reynold, sekretaris Pete sudah bisa menebak apa yang telah terjadi, bagaimana situasi di dalam, sama seperti halnya kemarin, tidak ada yang bisa diperjuangkan. Sekretaris Pete berusaha mempersiapkan gadis kedua. Mungkin saja akan lebih beruntung. Dia adalah Diana, anak seorang pemilik perkebunan di pinggiran kota Jakarta. Penampilannya cukup menarik, itu menurut sekretaris Pete. Kulit putih bersih bak keramik bening yang menyilaukan mata, rambut sebahu yang terurai bergelombang. Wajah oval dengan mata bulat yang berhias bulu mata lentik, hidung mancung dan bibir merah, cukup seksi dan menggairahkan bagi siapa saja yang melihat. Usianya masih sekitar dua puluh tahun, jiwa muda yang bergairah penuh semangat yang membara, kekuat
Matahari Sore"Bagaimana sekretaris Pete, sudah ada perkembangan?" tanya kakek Hamzah kepada sekretaris Pete yang berdiri di belakangnya."Maaf tuan, saya belum menemukan gadis itu," ucap sekretaris Pete seraya menunduk.Seperti biasa setiap sore, kakek Hamzah berdiri di jendela kaca yang berhadapan langsung dengan taman indah, taman indah peninggalan menantunya yang begitu dia sayangi, mennggu matahari terbenam yang nampak menyejukkan hati. Dia berdiri, dengan tangan di belakang, berusaha menegakkan tubuhnya yang mulai rapuh karena tua. "Berusahalah sekretaris Pete, bantu aku sebisa mungkin," ucap Tuan Hamzah tanpa membalikkan tubuh."Saya akan berusaha sebisa mungkin tuan
Takdir Reynold terlihat sibuk di kantornya, pekerjaan seolah tak ada habisnya, begitu banyak hal yang harus dia kerjakan. Beberapa kali sekretaris Pete membantu Reynold menyiapkan beberapa berkas yang harus dia tanda tangani. Mereka berdua sama sibuknya, tidak ada waktu sedikitpun untuk sekedar menenggak secangkir kopi yang sudah tersaji di meja, masih utuh dan sudah menjadi dingin. "Tuan muda, hari ini ada meeting dengan pak William di Hotel Graha jam 11 siang, lalu saya ingatkan lagi nanti sore ada peringatan meninggalnya nyonya Elle dan tuan Alex," sekretaris Pete mengingatkan beberapa jadwal yang hari ini harus dikerjakan oleh Reynold. "Iya, aku sudah ta