Frustasi, Ina memijat pelipisnya perlahan. Berapa kali pemilik kos bertanya alasan dirinya hendak pindah dan sudah berapa kali juga, Ina enggan untuk menjawab. Yang ia ingin hanya pindah dari kost-an itu.
"Apakah air di kost tidak bersih, Ina?" Ibu kost mengganti pertanyaan lagi.
Satu alasan yang membuat ibu kost tidak memperbolehkan Ina pergi karena rajinnya Ina dalam membayar kost. Tepat waktu dan sangat jarang menunda.
"Maaf, Bu. Saya terpaksa harus pindah karena tidak betah lagi di sini," jelas Ina pada akhirnya. Walau begitu si Ibu kost masih menunggu alasan lebih jelasnya.
"Kalau ada yang perlu diganti atau apa bilang saja sama saya. Lagian mau pindah kemana? Di sini udah paling murah, loh." Sama seperti Ina, Ibu kost juga masih bersikeras.
Helaan napas mulai keluar dari Ina. Ia memandangi Ibu kost dengan tenang, berniat untuk memberitahu alasan sebenarnya ingin pindah.
"Saya nemu belatung di kamar, Bu dan saya ketakutan. S
Riyan mengetuk pintu sekali kemudian memutar knop lebih dulu masuk diikuti teman-temannya di belakang. Suasana yang tenang, ibunya juga tengah tidur. Pandangan Ridho menyisir habis ruangan tempat ibunya Riyan dirawat. Ia mendudukkan diri di satu-satunya sofa yang ada di sana. Sementara, Iwan berdiri di samping diri Ibu Riyan sekilas memperhatikan selang infus di depannya. Saat hendak membangunkan ibunya tiba-tiba Ridho memanggil. "Yan, nanti aja, deh. Kasian Ibu lu lagi istirahat," ucap Ridho. "Ah, gak apa." Riyan mengguncang pelan ibunya, dengan sopan. Ibu Ani yang memang belum sepenuhnya tidur lantas bangun melihat ke samping kiri ada anaknya. Samping kanan ada anak laki-laki juga serta menyadari yang sedang duduk di sofa. Hanya saja ia tidak tahu siapa mereka. "Riyan, udah balik?" tanya ibunya. "Iya, Bu. Riyan gak ganggu tidur Ibu, kan?" Bu Ani menggeleng dengan senyum diikuti Riyan yang juga tersenyum. "Oh, iya hampir lupa. Ini yang Riyan bilang tadi. Kenalin teman-teman Ri
“Astagfirullah!” seru Riyan beristighfar. Ia terbangun dengan tidak baik lantaran tidur kebablabasan, langsung memeriksa jam di layar ponsel. Riyan lantas bergegas untuk mandi.Seperti biasa, Riyan selalu pergi ke rumah sakit untuk menjenguk ibunya. ketika teman-teman seusianya sibuk dengan pendidikan Riyan justru harus sibuk mencari uang demi pengobatan rumah sakit ibunya. ia bekerja di sebuah warung makan dengan upah gaji tidak begitu besar. Meski begitu, Riyan selalu menyisihkan dari uang gajinya untuk ditabung.Kebetulan hari ini hari minggu dan tempat ia bekerja libur, Riyan memutuskan untuk berada di rumah sakit sampai sore nanti. Setelah merapikan rantang makanan berisi bubur ia mematikan semua lampu rumah selama pergi. Riyan memanaskan motor sebentar kemudian melaju pergi menuju rumah sakit.Sekilas Riyan memperhatikan rantang makanannya. Semalam, suster yang biasa merawat ibunya menelpon bahwa si ibu ingin makan bubur buatannya. Riyan tersen
“Loh ini pintunya kenapa gak bisa dibuka.” Berulang kali Riyan memutar-mutar knop pintu. Seketika langsung menepuk kening lupa sesuatu, ia merogoh saku celana kanan untuk mengambil kunci. Barulah pintu bisa dibuka.“Assalamu’alaikum,” salam Riyan seraya melangkah masuk.Riyan meletakkan rantang kosong di meja kemudian bergegas untuk membersihkan badannya. Selang beberapa menit selesai mandi, Riyan segera melaksanakan ibadah.***“Sus apa Riyan tidak ke sini lagi?” tanya Bu Ani.“Tidak, Bu. Besok baru, Pak Riyan ke sini jenguk lagi,” jelas Suster Ina kembali mengecek cairan infus.Bu Ani meraih tangan Suster Ina perlahan, “Ina makasih, yah.”Suster Ani diam sesaat kemudian ia tersenyum. Berbeda dengan pasien lainnya bisa dibilang Ina lumayan dekat dengan Bu Ani. Ia juga lebih banyak menghabiskan waktu dengan Bu Ani walaupun bukan waktunya untuk mengontrol pasien, Ina sel
Syukur Alhamdulillah di hari senin penuh berkah ini warung tempat Riyan bekerja ramai akan pembeli yang datang. Selain dibuat sibuk akan pembeli yang membungkus, mereka juga dibuat sibuk akan pesanan orang-orang yang makan di tempat.“Mas es teh manisnya satu lagi, yah!” pesan kembali Ibu-ibu. Sebelumnya sudah tiga gelas es teh manis yang ia pesan dan kali ini gelas keempat.“Riyan Ibu yang itu pesan es teh lagi. Tolong dibuatkan dulu,” perintah Bu Ela.Baru selesai mencuci piring kotor bergegas Riyan langsung ke tempat minum dan membuat es teh. Lambat laun warung semakin penuh terisi sampai beberapa pembeli yang datang tidak jadi makan lantaran tidak ada tempat lagi. Riyan sampai melewatkan makan siangnya karena kondisi warung yang tidak memungkinkan ia harus mengisi perut. Lagian Bu Ela dan anaknya pun juga sibuk sedari pagi. Ia masih bisa tahan beberapa jam lagi.“Kira-kira kalau aku punya usaha kayak gini terus dikelola b
“Kamu di rumah sakit udah berapa lama? Pasti bosan, yah. Soalnya ibuku sering ngeluh katanya di rumah sakit bosan. Kamu juga gitu?” tanya Riyan tanpa mengalihkan pandangannya dari Elina.Lagi-lagi respon Elina hanya mengangguk. Riyan yang sebenarnya penasaran akan perban di leher Elina, mencoba untuk bertanya sesuatu.“Itu apa ….” Riyan bermaksud pada leher Elina dengan memegang lehernya sendiri, “Sakit banget, yah? Aku lihat beberapa kali kita ngobrol kamu jarang bersuara hanya mengangguk saja.”Elina justru tersenyum, senyuman yang terlihat paksa tapi begitu manis. Tangan Riyan bergerak membelai halus pucuk kepala Elina. Baru dua hari ini mereka bertemu sejujurnya Riyan sudah jatuh hati pada Elina. Tapi, Riyan belum mau untuk mengungkapkan perasaannya pada Elina. Ia ingin dirinya bisa memberikan sedikit perhatian-perhatian kecil terlebih dulu. Niat Riyan pun kalau ia dan Elina sudah lumayan dekat, ia mau memperkenalka
[Emang lu yakin banget kalau bakal berjodoh sama cewe dengan nama Elina?] tanya teman Riyan meragukan. Mereka belum memulai game sedari tadi.[Tentu saja. Gue sangat yakin banget.] Riyan tersenyum seraya membalas chat tersebut.[Waduh pada ngomongin cewe, nih. Kapan mau main?] singgung teman yang lain.[Ayok sekarang.]Game dengan dua tim saling berlawanan, masing-masing tim yang terdiri dari 5 pemain tengah berusaha untuk meraih kemenangan mereka. Sepertinya keberuntungan sedang berpihak pada tim Riyan sedari tadi tim mereka terus menerus meraih kemenangan. Riyan bahkan sudah tidak menghitung berapa kali pertandingan ia mainkan. Ia sudah terbawa suasana bermain.Keasyikannya bermain tanpa memperhatikan sekitar tanpa Riyan sadari, sosok pada malam sebelumnya beberapa menit lalu tengah berdiri di sudut ruangan memperhatikan Riyan. Dengan baju yang sangat kotor serta darah yang ikut mengotori sebab luka di leher sosok itu membuat penampilannya kian m
“Cantik emang yang namanya Elina itu?” tanya Bu Ela ikut penasaran.Riyan menyelesaikan makanan di mulutnya terlebih dulu, “Cantik, Bu cantik banget!”Ibu Ela mengernyitkan keningnya heran sendiri melihat keantusiasan Riyan soal wanita bernama Elina tersebut. Sejujurnya ia ikut penasaran dengan wanita itu.“Tambah lagi Riyan rebungnya,” ujar Anwar ikut bergabung.“Iya, Mas.”Segera Riyan selesaikan sarapannya. Ia tadi sudah mengobrol dengan Bu Ela soal Elina, ia juga tahu akan membawa apa untuk Elina nanti. Selesai sarapan, Riyan beralih untuk membersihkan warung. Hari ini Bu Ela membuat porsi dagangannya lebih banyak ketimbang kemarin. Kalau nantinya hari ini ramai atau bisa lebih ramai lagi dari hari kemarin bisa dipastikan mereka akan tutup lebih awal lagi.“Mas nasi gorengnya satu, yah.”Riyan sedikit terkejut dengan datangnya dua orang remaja berpakaian sekolah, saat dir
Riyan meletakkan roti yang ia bawa di atas lemari. Senyuman hangat terlihat dari Ibunya yang menyambut kedatangan Riyan. Suster Ina yang masih sedikit malu ikut bergabung dengan mereka ia sekilas mengecek cairan infus Ibu Ani agar situasi dirinya bisa lebih santai.“Sus saya bawa roti, Suster mau?” Riyan menawarkan.“Tumbenan bawa roti Riyan?” ujar Ibunya.“Sesekali, Bu. Suster mau gak?” Riyan mengambil satu bungkus. “Nih.”Melihat kode mata dari Ibu Ani yang menyuruh agar Suster Ina mengambil, walau ia tidak begitu ingin tapi rasanya tidak baik juga menolak. Apalagi sudah ditawarkan seperti itu.Ina lantas menerima, “Terima kasih.”“Itu enak saya pilihnya khusus di toko tadi. Ini ada juga buat, Ibu mau dimakan sekarang?” Riyan bersiap membuka bungkus atasnya.Ina yang mendengar kata khusus dari kalimat yang dilontarkan Riyan barusan membuat jantungnya sesaat berm