Keynan menggosok rambutnya yang sedikit basah dengan handuk kecil saat keluar dari kamar mandi. Tubuhnya terasa jauh lebih segar setelah mandi. Kening Keynan berkerut dalam karena mencium aroma lezat yang berasal dari dapur.
Apa Dara sedang memasak?
"Kamu sudah mandi, Key?"
"Iya," jawab Keynan sambil mendudukkan diri di meja makan lantas memperhatikan Dara yang sedang sibuk mengaduk-aduk sesuatu di penggorengan.
"Perutku tiba-tiba lapar, untung saja masih ada spageti sisa tadi pagi. Sepertinya spageti ini cukup untuk kita makan berdua." Dara mematikan kompor lantas membagi spageti tersebut menjadi dua bagian.
"Ini buat kamu, selamat makan."
Keynan hanya diam menatap sepiring spageti yang tersaji di hadapannya. Spageti buatan Dara terlihat sangat lezat dan menggiurkan.
"Kenapa nggak dimakan? Nggak suka, ya?" Dara akhirnya bertanya karena Keynan sejak tadi hanya menatap makanannya.
"Aku nggak pernah makan malam."
Dara meringis mendengar ucapan Keynan barusan. Keynan pasti menghindari makan malam agar tubuhnya tetap terlihat bagus.
"Em, maaf, ya? Kalau begitu jangan dimakan!" Dara merasa sangat menyesal sudah menawari Keyanan makan malam. Dia pun menggeser sepiring spageti tersebut dari hadapan Keynan.
"Aku akan memakannya." Keynan meraih kembali piringnya lantas memakan spageti buatan Dara.
"Enak," komentarnya karena spageti buatan Dara rasanya sangat enak, mirip sekali dengan buatan sang ibu.
Dara tersenyum senang mendengarnya. "Terima kasih, Key. Jangan lupa dihabiskan, ya?"
Keynan mengangguk sekilas untuk menjawab pertanyaan Dara.
Dara dan Keynan makan dalam diam karena tidak tahu harus bicara apa. Di luar hujan turun semakin deras, sepertinya tidak ada tanda-tanda akan reda. Dara pun meminta Keynan untuk menginap di apartemennya karena malam ini Tama tidak pulang. Lagi pula di apartemennya masih ada kamar kosong.
"Kamu nggak takut tidur satu rumah denganku?"
Kening Dara berkerut dalam mendengar pertanyaan Keynan barusan. "Kenapa aku harus takut?"
Keynan menatap Dara dengan lekat. "Bagaimana kalau aku berbuat macam-macam?"
Dara malah terkekeh. "Kamu tidak mungkin berbuat macam-macam karena aku yakin sekali kalau kamu itu cowok baik, Key. Ini kamarmu, selamat malam."
Keynan pun masuk ke kamar yang Dara siapkan utuknya. Kamar tersebut hanya berisi sebuah tempat tidur, lemari, dan, televisi 21'. Warna cat dindingnya sama seperti ruang tamu. Perpaduan pink muda dan ungu. Sebuah tananam hijau terletak di sudut ruangan membuat kamar ini terlihat lebih segar.
Keynan pun membaringkan diri di atas tempat tidur setelah puas mengamati kamar Dara kemudian mengirim pesan pada sang ayah kalau malam ini dia tidak bisa pulang karena terjebak hujan.
***
Dara pun meraih ponselnya yang tergeletak di meja kecil samping tempat tidur karena ingin menelepon Tama untuk mengusir ketakutannya. Namun, Tama tidak kunjung menjawab teleponnya. Kekasihnya itu pasti sudah tidur karena sekarang sudah hampir tengah malam.
Dara menghela napas panjang lantas meletakkan kembali ponselnya ke atas meja. Gadis itu tiba-tiba berteriak dengan sangat keras karena listrik di apartemennya tiba-tiba padam, kamarnya pun seketika berubah gelap.
"Tuhan, aku takut." Tubuh Dara gemetar hebat, kristal bening itu jatuh begitu saja membasahi pipinya karena dia takut dengan gelap.
"Dara!" Keynan yang mendengar Dara berteriak ketakutan bergegas menghampiri gadis itu.
"Key, aku takut." Dara refleks melemparkan diri ke dalam dekapan Keynan. Tubuh gadis itu gemetar hebat, jantungnya pun berdetak lebih cepat sementara air mata turun deras membasahi pipinya karena ketakutan.
"Tenanglah, Ra." Keynan memberanikan diri mengusap punggung Dara dengan lembut. Semoga cara itu bisa membuat perasaan Dara menjadi lebih tenang.
"A-aku, takut ...." Dara tanpa sadar mencengkeram kaos Keynan dengan erat hingga meninggalkan kerutan di sana.
"Sshh ... tenanglah. Semua pasti baik-baik saja." Keynan terus mengusap punggung Dara yang gemetar.
Dara bisa mendengar jantung Keynan yang berdegup kencang seirama dengan detak jantungnya.
Apa Keynan juga takut gelap?
Keynan berusaha menormalkan kembali detak jantungnya agar tidak terdengar oleh Dara. Dia merasa sangat gugup karena dekat dengan perempuan lain selain ibunya.
Tubuh Keynan menegang karena Dara tiba-tiba meraih tangannya lantas menautkan jemari mereka. Keynan tidak tahu apa yang akan Dara lakukan. Dia hanya bisa diam ketika Dara mendekat, menepis jarak di antara mereka.
Jantung Keynan seolah-olah berhenti berdetak ketika benda lembut dan basah menyentuh bibirnya.
Bibir Dara.
Gadis itu telah menciumnya. Mengambil ciuman pertamanya, dan hal bodoh itulah yang Dara sesalkan.
Dara tertegun, sepasang mata caramell miliknya terpaku pada lelaki berkacama mata yang berjalan menghampirinya. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi lelaki tersebut. Dara tidak pernah menyangka Dirga datang ke pernikahannya dan Keynan karena dia tidak mengundang lelaki itu demi menjaga perasaan suaminya. Dirga menarik napas dalam-dalam untuk mengurangi sesak yang menghimpit dadanya. Tangannya tanpa sadar menggenggam jemari wanita berkerudung merah muda yang menemaninya menghadiri resepsi pernikahan Dara dan Keynan dengan erat karena bagaimana pun juga Dara pernah mengisi ruang kosong di dalam hatinya. "Kamu baik-baik saja?" tanya Sabrina terdengar penuh perhatian. Dirga kembali menarik napas panjang lantas mengangguk samar. "Ya, aku baik-baik saja," jawabnya. Sabrina menatap Dirga dengan lekat. Sepertinya lelaki itu belum benar-benar bisa melupakan Dara dan berpura-pura terlihat tegar di depan banyak orang. "M-Mas Dirga ...?" Keynan memeluk pingga
"Kamu kan, sudah dapat kue sendiri, Ayes. Kue ini punya kakak.""Tapi Ayes masih mau kue lagi.""Kakak tidak akan memberikan kue ini padamu.""Dasar pelit!""Biarin."Kening Keynan berkerut dalam karena mendengar suara Ayes dan Keysha. Hari Minggu yang seharusnya dia gunakan untuk beristirahat sepertinya hanya akan menjadi angan-angan belaka karena Ayes dan Keysha sangat berisik. Mereka benar-benar mengganggu waktu istirahatnya.Keynan beranjak meninggalkan tempat tidurnya lantas menghampiri Ayes dan Keysha yang sedang memperebutkan sepotong kue brownies."Kenapa kalian berisik sekali?" tanya Keynan dengan wajah mengantuk karena dia baru bisa tidur jam satu semalam. Beberapa hari ini dia memang sengaja lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya karena lusa dia akan menikah dengan Dara."Ayes, ini, Pa. Udah punya kue sendiri tapi masih minta punya Keysha.""Ayes cuma minta sedikit, Dad. Tapi Keysha nggak mau ngasih. Dasar pelit!"Kedua mata Keysha sontak membulat mendengar ucapan Ayes bar
Keynan tampak begitu serius membaca berkas yang ada di tangannya padahal jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Semenjak satu minggu yang lalu lelaki itu memang sengaja menyibukkan diri dengan bekerja karena ingin mengalihkan pikirannya dari Dara dan Ayes.Namun, pekerjaan ternyata tidak berhasil membuatnya berhenti memikirkan Dara dan Ayes. Sehari begitu tiba di Indonesia, dia langsung menghubungi Dara untuk menanyakan kabar Ayes.Dara mengatakan kalau Ayes baik-baik saja. Namun, entah kenapa perasannya mengatakan kalau Dara sedang membohonginya. Sebagai seorang ayah yang memiliki ikatan darah dan batin dengan Ayes, dia seolah-olah bisa merasakan kalau Ayes sedang bersedih karena kepergiannya. Apa lagi dia tidak berpamitan pada Ayes."Kau belum pulang?"Keynan mengalihkan pandang dari berkas yang ada di tangannya sekilas agar bisa menatap Brian yang sedang berjalan menghampirinya."Kau sendiri kenapa masih di sini? Bukankah aku sudah memintamu untuk pulang dari tadi?""Aku tadi s
Tidak ada yang membuka suara sejak lima belas menit yang lalu. Dara hanya diam sambil meremas kesepuluh jemari tangannya tanpa berani menatap Dirga yang duduk tepat di hadapannya. Dara sepenuhnya menyadari Dirga pasti marah dan kecewa karena dia tidak memberi tahu jika dia bertemu lagi dengan Keynan. Dirga kembali meneguk segelas air putih yang ada di tangannya. Amarah dan kekecewaan tergambar jelas di wajah tampannya. Dirga merasa sangat marah sekaligus kecewa karena Dara tidak memberi tahu jika Keynan datang. Sepupunya itu bahkan tinggal di apartemen calon istrinya. Entah apa yang sudah Dara dan Keynan lalukan selama mereka tinggal bersama. Membayangkannya saja sudah membuat dadanya terasa sesak. Apakah ada hal yang lebih menyakitkan lagi dari pada ini? "Sudah berapa lama?" "Maksud, Mas?" Dara malah balik bertanya karena tidak mengerti dengan maksud Dirga. Dirga melirik Keynan dan Ayes yang sedang asyik bermain ular tangga di ruang tengah. Melihat mereka yang begitu dekat, memb
"Bagaimana undangan ini, Nona?"Dara menatap undangan yang terdapat bibit tanaman pada kertasnya. Kertas undangan tersebut akan tumbuh dan berbunga sangat indah jika diberi air lalu ditanam. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga calon memperlai pengantin berjalan harmonis.Namun, menurut Dara undangan tersebut terlalu rumit dan harganya lumayan menguras kantong."Apa ada contoh undangan lain?""Sebentar, Nona." Wanita berambut pirang yang duduk di depan Dara mencari beberapa contoh desain undangannya untuk direkomendasikan pada Dara."Bagaimana dengan yang ini, Nona?" Wanita itu menunjukkan contoh udangan pilihannya pada Dara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti pita atau bros yang bisa digunakan tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Dirga."Undangan ini cukup populer dikalangan calon pengantin akhir-akhir ini. Apa Anda tertarik dengan undangan ini?""Em ...." Kedua alis Dara tampak menyatu jika dia se
Dara hanya diam. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya meskipun di kepalanya tersimpan berbagai pertanyaan untuk Keynan. Selama tiga puluh menit yang dia lakukan hanya diam sambil mengusap keringat dingin yang membasahi tubuh Keynan. Enam tahun lebih dia mengenal Keynan, dan baru pertama kali ini dia melihat lelaki itu mengerang kesakitan hingga nyaris pingsan. Obat yang dia temukan beberapa hari lalu ternyata milik Keynan. Setelah mencari tahu lewat internet, akhirnya dia tahu kalau obat tersebut adalah aspirin. Obat bagi penderita penyakit jantung. Kenapa Keynan minum aspirin? Apakah lelaki itu menderita penyakit jantung? Keynan melirik Dara lewat ekor matanya. Dia yakin sekali Dara pasti ingin menanyakan banyak hal pada dirinya. Namun, Dara malah menahannya sampai kondisinya kembali membaik. Wanita itu sangat pengertian. Sepertinya dia harus menyiapkan jawaban yang tepat agar Dara tidak khawatir. "Key ...." "Ya?" "Apa aku boleh tanya sesuatu?" "Tentu saja, Dara.