"Akhirnya selesai juga," ucap Kahyangan sembari meletakan peralatan kerjanya ke ruang peralatan. Kemudian dia berganti pakaian di toilet sebelum akhirnya melangkah keluar rumah sakit. Langkahnya terhenti tak jauh dari gerbang rumah sakit karena panggilan seorang sekuriti padanya. "Ada apa, pak?" tanya Kahyangan pada sekuriti tersebut setelah pria berseragam itu sampai di dekatnya."Maaf harus menunda waktu pulang kamu," jawab sang sekuriti. "E... Pak Dewa ingin bertemu dengan kamu."Bagai tersambar petir Kahyangan mendengar itu. Sang pemilik rumah sakit ingin bertemu dengannya? Apakah ini ada hubungannya dengan Langit dan Mentari? Perasaan Kahyangan mendadak jadi tidak enak."U-untuk urusan apa, pak?" tanya Kahyangan dengan jantung yang berdebar-debar. Seumur-umur bekerja di rumah sakit ini, baru kali ini sang pemilik rumah sakit ingin bertemu dengannya. Lagian kalau bukan karena hal yang sangat penting, tentu tidak mungkin Dewa ingin bertemu dengannya yang hanya seorang staf rendahan
"Apa?! Kita akan dipindahkan kerja dan tempat tinggal oleh Pak Dewa?! Kenapa?!" Purnama benar-benar terkejut dengan apa yang disampaikan oleh Kahyangan."Karena agar kakak tidak dekat lagi dengan Pak Langit. Pak Langit dan Dokter Mentari sudah akan menikah," jawab Kahyangan dengan wajah menunduk. "Pak Dewa khawatir pernikahan mereka batal jika ada kakak dalam hidup Pak Langit."Purnama menyeringai. "Alasan macam apa itu? Kakak kan tidak pernah mencoba untuk mendekati Pak Langit apalagi mencoba untuk menghancurkan hubungan Pak Langit dan Dokter Mentari. Semua orang di rumah sakit sudah melihat rekaman cctv dan tahu kalau kakak tidak bersalah. Lagian, kenapa juga Pak Dewa memaksa anaknya untuk menikah dengan wanita yang tidak dicintai?""Kalau Pak Langit tidak mencintai Dokter Mentari, mengapa bisa terjadi pertunangan?" sahut Kahyangan."Karena perjodohan, kak."Kening Kahyangan mengerut. "Darimana kamu mengetahui itu?""Hampir semua orang rumah sakit mengatakan itu?""Darimana orang ru
"Bapak sudah lama menunggu?" tanya Purnama begitu dia sampai di meja Langit. Penampilan Purnama agak lain kali ini. Dia memakai jaket, topi, dan masker. Sangat terlihat kalau gadis ini tidak mau dikenali oleh siapa pun. Penampilannya itu tentu membuat Langit bertanya-tanya."Tidak juga. Silahkan duduk," jawab Langit sembari menunjuk kursi yang ada di depannya.Purnama mengangguk. "Iya, pak." Gadis itu pun mengambil duduk di hadapan Langit. "Maaf, kenapa kamu harus berpenampilan seperti ini?" Kebingungannya akhirnya dipertanyakan juga. "Saya khawatir ada yang mengikuti, pak. Terus kalau tau saya bertemu bapak, yang disalahkan Kak Kahyangan."Kening Langit mengerut. "Jujur, aku tidak mengerti ini maksudnya apa?""Jadi begini, pak. Kak Kahyangan dan saya diminta untuk mengundurkan diri dari rumah sakit oleh Pak Dewa. Bahkan kami juga diminta untuk meninggalkan kontrakan kami."Langit terhenyak. "Apa? Papa melakukan itu?"Purnama mengangguk. "Iya.""Dan kalian mau?""Kak Kahyangan yang
Mendengar pertanyaan Purnama, Kahyangan melebarkan matanya. "Kamu itu bicara apa sih? Siapa yang bilang kalau Pak Langit menyukai kakak? Itu hanya perasaan kamu saja. Dia itu sudah punya tunangan dan hanya itu yang harus kita pegang. Kakak tidak mau dituduh menjadi penyebab kehancuran hubungan dua insan yang sudah akan menikah. Sudah benar keputusan kakak untuk menjauhi mereka berdua. Jadi kalau pun terjadi apa-apa pada hubungan mereka, kakak tidak disalahkan.""Itu kan menurut kakak. Tapi bagaimana kalau ternyata Pak Langit menyukai kakak sebab kakak adalah gadis remaja yang sudah menolongnya?""Jangan bahas masa lalu. Kakak tidak mau mengungkit-ungkitnya lagi. Dan tolong kamu jangan pernah cerita pada Pak Langit kalau kakak adalah gadis remaja yang telah menolongnya.""Walau pun aku tidak cerita, dia sudah merasa kak. Kemungkinan besar dia sudah tau kalau kakak adalah gadis remaja yang telah menolongnya itu.""Aku tidak begitu yakin dia tahu kalau aku adalah gadis remaja yang menolo
"Kamu berlarilah ke arah sana. Itu jalan yang paling dekat dengan perkampungan. Jangan berhenti sebelum melihat temaram lampu-lampu. Kamu mengerti?"Remaja laki-laki itu mengangguk. "Aku mengerti. Tapi aku harus tahu apa yang akan kamu lakukan?""Aku akan mengecoh para penculik itu sehingga mereka akan mencarimu ke arah yang berlawanan dengan arah pergimu.""Tapi bagaimana kalau mereka justru menemukanmu?""Aku akan berusaha agar itu tidak terjadi."Remaja laki-laki itu menggelengkan kepala. "Tidak, aku tidak bisa melakukannya. Ini sama saja dengan sengaja aku mencelakakan kamu. Padahal bukan kamu incaran mereka, tapi aku.""Kalau kamu ingin selamat, ikuti perintahku." Remaja perempuan itu melepaskan sebuah gelang berbahan biji palem dari pergelangan tangannya dan menggenggamkannya ke tangan remaja laki-laki tersebut. "Bawa ini bersamamu. Selama kamu masih memegang gelang ini, maka aku baik-baik saja dan tidak terjadi apa pun padaku. Jadi kamu jangan khawatir."Dalam kegelapan malam,
"Selamat datang kembali, sayang. Mama sangat merindukanmu." Senja, mama Langit, memberi pelukan hangat pada putra semata wayangnya yang baru tiba. Selama ini putranya tersebut mengenyam pendidikan dan bekerja di luar negeri.Langit membalas pelukan Senja dengan pelukan yang sama karena dia juga merindukan wanita ini. "Aku juga merindukan mama."Senja mengurai pelukannya. Dalam jarak yang masih sangat dekat, dia tengadah dan menangkupkan kedua tangannya di bagian kanan dan kiri wajah Langit. "Kamu pasti letih dan mengalami jet lag. Pergilah ke kamarmu. Para pelayan akan membawakan makanan dan minuman ke sana."Langit mengangguk. "Baik, ma." Langit baru melangkah beberapa langkah ketika Senja berkata. "Apakah mama harus mengabari Mentari tentang kedatanganmu, sayang?"Langit tersenyum samar. "Terserah mama saja.""Oke. Mama akan mengabarinya sekarang. Soalnya dia berpesan untuk memberitahu tentang kedatanganmu padanya."Langit kembali tersenyum samar. "Ya, ma."Langit pun melangkahkan
"Apa kamu sudah siap untuk menggantikan papa memimpin rumah sakit kita?" tanya Dewa pada putra semata wayangnya, Langit. Saat ini mereka sedang menikmati makan malam di meja makan rumah mereka yang megah dan mewah. Dewa memang kaya raya. Dia tidak hanya mempunyai rumah sakit tapi juga memiliki beberapa bisnis lain yang membuat uang dalam jumlah besar terus datang menambah kekayaannya.Langit tak punya pilihan selain mengangguk. "Iya, pa. Aku siap.""Bagus. Kalau begitu, besok pagi ikut papa ke rumah sakit."Langit mengangguk lagi. Perintah papanya seperti tidak bisa dia tolak. Langit memang anak yang sangat patuh. "Baik, pa.""Apa tidak bisa ditunda besok lusa, pa?" Senja urun suara dengan wajah prihatin. "Langit baru sampai tadi kemarin sore, lho. Mungkin dia masih capek dan ingin istirahat dengan berdiam diri di rumah untuk sehari lagi saja."Dewa menoleh pada Senja yang duduk di sebelahnya. "Langit sudah beristirahat dari satu setengah hari. Itu cukup untuknya. Laki-laki itu, tidak
Tepat saat Kahyangan sampai di samping Langit, pria itu melangkahkan kakinya lagi diikuti yang lainnya. Jadi dia tidak melihat wajah petugas kebersihan itu. Begitu pun sebaliknya. Dan yang masih tinggal di tempat hanyalah Mentari. "Pokoknya kamu harus bersihkan lantai itu sampai bersih sebersih-bersihnya. Jangan meninggalkan noda sedikit pun," ucap Mentari dengan suara tegas.Kahyangan mengangguk. "Baik, dok."Barulah setelah itu Mentari mengejar Langit dan yang lainnya. Setelah agak jauh, tiga staf berdiri membelakangi Kahyangan dengan pandangan mengarah ke arah perginya orang-orang itu tadi."Itu ya calon pimpinan kita yang baru?""Sepertinya iya.""Waw, tampan sekali. Kalau begini, aku bakal semangat berangkat kerja.""Percuma. Sudah tunangan orang.""Tidak masalah. Selama pernikahan belum terjadi, hati masih bisa berpaling.""Pelakor dong? Mau cari gara-gara sama Dokter Mentari?"Wanita itu menggendikan bahu. "Entahlah."Lalu tiga staf itu pergi dari sana dan kembali ke ruanganny