Home / Romansa / Gadis Yang Dicari Direktur / Langit Malam Yang Menggambar Wajah Mereka

Share

Langit Malam Yang Menggambar Wajah Mereka

Author: Mayangnoura
last update Huling Na-update: 2024-02-05 08:51:59

"Apa kamu sudah siap untuk menggantikan papa memimpin rumah sakit kita?" tanya Dewa pada putra semata wayangnya, Langit. Saat ini mereka sedang menikmati makan malam di meja makan rumah mereka yang megah dan mewah. Dewa memang kaya raya. Dia tidak hanya mempunyai rumah sakit tapi juga memiliki beberapa bisnis lain yang membuat uang dalam jumlah besar terus datang menambah kekayaannya.

Langit tak punya pilihan selain mengangguk. "Iya, pa. Aku siap."

"Bagus. Kalau begitu, besok pagi ikut papa ke rumah sakit."

Langit mengangguk lagi. Perintah papanya seperti tidak bisa dia tolak. Langit memang anak yang sangat patuh. "Baik, pa."

"Apa tidak bisa ditunda besok lusa, pa?" Senja urun suara dengan wajah prihatin. "Langit baru sampai tadi kemarin sore, lho. Mungkin dia masih capek dan ingin istirahat dengan berdiam diri di rumah untuk sehari lagi saja."

Dewa menoleh pada Senja yang duduk di sebelahnya. "Langit sudah beristirahat dari satu setengah hari. Itu cukup untuknya. Laki-laki itu, tidak boleh mudah mengeluh capek. Laki-laki itu harus giat bekerja. Semakin sukses seorang laki-laki, maka akan semakin dihormati. Langit bisa dikatakan belum punya pencapaian apa-apa karena di usianya sekarang, dia belum bisa membangun rumah sakit atau bisnis. Tidak seperti papa dulu. Di usia tiga puluh sudah banyak yang dicapai."

"Papa dan Langit beda, pa. Papa kan tidak sekolah kedokteran sehingga pendidikannya tidak serumit Langit, jadi bisa segera membangun ini dan itu. Sedangkan Langit menghabiskan waktunya untuk sekolah kedokteran yang lamanya tidak ketulungan. Bukannya papa sendiri yang merancang Langit untuk jadi seperti sekarang ini? Papa kan yang ingin Lamgit jadi dokter?"

"Ah, kau ini!" Nada bicara Dewa naik satu tingkat. "Kamu itu perempuan! Tidak perlu ikut bicara kalau yang kamu katakan bisa menghancurkan mental Langit sebagai seorang laki-laki! Cukup mendengar dan diam!"

Senja langsung tertunduk. Kedua mata beningnya berkaca-kaca. Dia merasa sakit hati setiap kali Dewa berkata seperti tadi. Melarangnya ikut bicara karena dirinya adalah seorang perempuan. Apakah suara perempuan memang tidak diperlukan dalam kehidupan pernikahan?

Langit yang melihat itu, mengepalkan jemari-jemarinya. Dia tidak pernah tega setiap kali Dewa merendahkan Senja. Rasanya ikut sakit hati. Tapi dia selalu menahan diri untuk menghentak Dewa karena baginya anak harus senantiasa berkata lembut dan menurut pada orangtua. Suara anak tidak boleh lebih tinggi daripada suara orangtua.

"Karena cara asuh kamu juga yang membuat aku menjauhkan Langit dari kamu dengan menyekolahkannya di luar negeri! Karena kalau terus bersamamu, Langit akan menjadi banci! Kamu terus memanjakannya seolah dia anak bayi! Kamu sadar tidak itu?! Hah?!"

Senja mengangguk tak berdaya. Matanya sudah mencair membentuk anak sungai di kedua belah pipinya yang mulus dan meskipun sudah berumur masih kencang.

Tapi Langit merasa tidak tahan. Dia pun memutuskan untuk tidak menyaksikan Dewa memarahi Senja lebih jauh dan lebih panjang.

"Aku sudah kenyang." Tanpa menunggu balasan dari kedua orangtuanya, Langit berdiri dan kemudian meninggalkan meja makan. Dia kembali ke kamarnya dan merenung di balkon. Di sana dia menatap langit malam yang berwarna hitam dengan bintik-bintik bintang. Lalu perlahan, secara samar-samar, hamparan langit menggambar wajah remaja perempuan pemberani yang menolongnya 15 tahun lalu.

'Di mana dirimu wahai gadisku? Aku sangat merindukanmu. Aku sangat ingin bertemu denganmu. Jangan kamu tanya bagaimana bentuk rinduku ini. Mungkin telah memekat karena terlalu lama dan sangat dalam. Tolong, aku meminta tolong padamu dengan amat sangat untuk jangan bersembunyi lagi. Muncullah dan tunjukkan wujudmu secara nyata di depan mataku,' ucap Langit dalam hati yang gerimis.

Sementara itu di tempat lain, Kahyangan menatap Langit yang sama. Langit malam yang berwarna hitam dengan bintik-bintik bintang. Tanpa dia inginkan, tiba-tiba langit itu memunculkan wajah remaja laki-laki yang pernah ditolongan. Wajah yang tampan dan memiliki kepribadian lembut.

Set!

Tapi Kahyangan memilih untuk menutupi hamparan langit itu dengan gordengnya yang berwarna putih. Dia tidak mau membayangkan wajah remaja laki-laki yang telah ditolongnya itu. Bukan karena benci. Akan tetapi setiap kali dia mengingat remaja laki-laki itu, rasa rindu yang begitu menyiksa muncul.

Dan Kahyangan tidak ingin lagi merasakan rasa rindu itu.

***

"Hari ini pimpinan baru kita akan datang ya?"

"Katanya sih begitu."

"Dia tunangan Dokter Mentari kan?"

"Sepertinya iya."

"Eh, dengar-dengar seorang dokter juga. Benar tidak ya berita itu?"

"Aku mendengarnya juga sama. Katanya dia seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah. Lulusan luar negeri."

"Wah, kedengarannya dia orang yang hebat ya?"

"Tentu dong. Kalau papanya punya rumah sakit, tentu anaknya harus menjadi dokter yang hebat."

"Beruntung sekali Dokter Mentari mendapatkan pria itu. Sudah dokter hebat, anak pemilik rumah sakit juga."

"Dokter Mentari kan juga hebat. Setahuku papanya memiliki perusahaan dan teman dekatnya Pak Dewa."

"Pantas saja mereka jadi tunangan. Jangan-jangan karena perjodohan."

"Bisa jadi. Tapi apa pun itu, aku berharap pimpinan baru kita sikapnya tidak sama dengan Dokter Mentari."

"Huss! Kita jadi membicarakan orang pagi-pagi begini."

Kahyangan menelan saliva setelah mendengar pembicaraan dua perawat itu tentang kepemimpinan yang akan berganti. Rasa khawatir langsung melandanya. Bukan tanpa sebab, saat pemimpin rumah sakit masih dipegang oleh Dewa saja, Mentari sudah mengancam akan memecatnya. Apalagi kalau pimpinan rumah sakit adalah tunangan Dokter itu. Mungkin dalam satu hari menjabat, Mentari sudah akan memecat dirinya.

Kahyangan belum siap untuk kehilangan pekerjaan ini. Dia masih ingin bekerja di rumah sakit ini karena bisa sambil mengawasi Purnama, adiknya. Berbeda jika dia bekerja di tempat lain, jangankan mengawasi, untuk mempunyai waktu mengobrol pun susah karena sama-sama sibuk.

Tapi Kahyangan segera membuang rasa khawatir itu karena tidak ingin larut di dalamnya. Lalu dia meninggalkan tempat itu.

Sementara itu, Langit dan Dewa sudah tiba di rumah sakit. Kedatangannya disambut oleh Mentari dan beberapa staf penting rumah sakit. Dia disalami dan juga dihormati seperti juga papanya. Langit sendiri menerima penyambutan itu dengan ramah.

"Kedatangan anda sudah ditunggu di ruang rapat," ucap wakil direktur bagian pelayanan. "Mari kita ke sana."

Langit mengangguk. Mereka semua kemudian meninggalkan lobby menuju ruang rapat yang dimaksud. Belum terlalu jauh kaki melangkah, seorang anak kecil berusia 4 tahunan yang membawa minuman berwarna ungu melintas di depan Langit. Tangannya yang lemah yang memegang minuman itu, tak mampu menahan getaran tubuh saat berlari. Alhasil minuman itu jatuh tepat di depan Langit. Bahkan airnya menyiprat hingga ke celana Langit yang sangat rapi itu. Otomatis, itu membuat langkah mereka semua terhenti seketika.

Pada saat bersamaan anak kecil itu menangis karena minumannya jatuh dan langsung digendong oleh ibunya.

Mendapati hal itu, Mentari geram. Andai saja anak kecil itu sepupunya, mungkin sudah habis dimarahi. Dia lalu celingukan mencari petugas kebersihan yang ada di sekitar tempat itu dan menemukan Kahyangan yang baru muncul dari belokan. Dia pun langsung memanggil petugas kebersihan itu. "Kahya! Tolong bersihkan air minuman ini!"

Kahyangan seketika menoleh ke arah suara berasal. Dia mendapati Mentari, Dewa, dan Langit yang sedang menundukkan kepala karena membersihkan cipratan air minuman yang ternyata sampai ke bajunya juga. Kahyangan pun langsung mengangguk. "Iya, dok!"

Tanpa pikir dua kali, Kahyangan berlari mendekati genangan air minuman milik anak kecil tadi yang berada tepat di ujung sepatu Langit.

Bersambung.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Gadis Yang Dicari Direktur   Obrolan Pasangan Pengantin

    Kahyangan langsung berdiri dari duduknya. "Maaf jika bapak tersinggung dengan percakapan kami. Kami tidak bermaksud_""Tidak masalah," sela Dewa sembari tersenyum. Senyum yang pertama kali dia perlihatkan untuk kakak beradik itu. "Justru aku ingin tahu banyak bagaimana kalian menilaiku. Selama ini, aku memang terlalu egois dan selalu merasa benar. Sampai akhirnya orang-orang terdekatku yang meninggalkan aku menyadarkan aku kalau aku benar-benar sosok orang yang buruk. Dan aku bertekad untuk mengakhirinya. Aku ingin menjadi orang yang baik sekarang."Kahyangan tersenyum samar. "Syukurlah kalau anda punya keinginan seperti itu. Aku turut senang mendengarnya."***Beberapa jam setelah pernikahan yang penuh kesederhanaan dan makan-makan, Dewa dan rombongan berpamitan pulang. Mereka cukup tahu diri tidak ingin mengganggu malam pertama pasangan berbahagia yang baru saja sah menjadi suami istri."Kapan rencananya kalian akan kembali ke kota?" tanya Dewa dengan wajah penuh harap. Dia bukan s

  • Gadis Yang Dicari Direktur   Tamu Tak Terduga

    "Mama? Purnama? Pa...." Langit baru akan menyebutkan kata 'papa' ketika dia menggantungnya. "Kenapa kalian bisa ada di sini?" tanyanya meskipun dia tahu bagi papanya tidak akan sulit mencari keberadaannya.Senja memaksakan senyum. "Untuk bertemu kamu dong. Tapi kami datang ke sini dalam keadaan hati yang tenang dan baik.""Oya?" Langit melirik Dewa. "Mama yakin?"Senja mengangguk. "Yakin." Wanita itu lalu menoleh pada Dewa. Dengan kedipan matanya, dia memberi kode. Karena kode itu, Dewa yang semula berdiri tak jauh dari supirnya, melangkah maju mendekati Langit. "Sebelumnya papa minta maaf karena telah mengganggu ketenangan kamu. Tapi papa tidak bisa menahan keinginan untuk segera bertemu kamu. Papa mau meminta maaf atas semua kesalahan papa padamu dan Kahyangan. Papa sudah sadar bahwa tidak seharusnya papa memaksakan kehendak. Kamu bebas menjalani hidup yang kamu inginkan. Dan yang terpenting adalah papa sudah mengakhiri kesepakatan perjodohan kamu dengan Mentari. Kamu bebas mau men

  • Gadis Yang Dicari Direktur   Meminta Kesempatan

    Guruh tersentak seketika. Matanya sampai membuka begitu mendengar ucapan Dewa. "Ke-kenapa kamu berkata seperti itu?""Kenapa? Apa perlu aku menjelaskan secara rinci apa yang telah kamu lakukan lima belas tahun yang lalu pada Langit? Aku khawatir kamu jadi tidak bisa tidur malam ini."Guruh menelan saliva. Dia mencubit tangannya berharap ini hanyalah sebuah mimpi. Tapi nyatanya dia merasakan sakit."Aku tidak menyangka sama sekali kalau kamu pernah melakukan itu pada putraku, putra sahabat sendiri. Kalau boleh tahu, apa yang membuatmu sampai bisa memiliki pemikiran untuk menghabisi Langit? Apa salah Langit yang waktu itu masih berusia lima belas tahun? Atau... kamu melakukannya karena dendam padaku? Katakan! Apa yang membuatmu memiliki dendam itu karena seingatku aku tidak pernah dengan sengaja mau menyakiti kamu?"Guruh membisu. Dia tidak berani untuk menjawab. Dia tidak menyangka kalau Dewa telah mengetahui rahasia ini. Rahasia yang telah disembunyikan selama lebih dari lima belas t

  • Gadis Yang Dicari Direktur   Menarik Kesepakatan

    “Pa, lebih baik kita hentikan pemaksaan ini. Tak akan baik akhirnya. Ya, mungkin sekarang kita bisa mendapatkan Langit seperti keinginan kita. Tapi nantinya tetap akan kehilangan. Mentari akan kembali berusaha untuk bunuh diri ketika Langit meninggalkannya. Mama lebih setuju kalau kita benahi anak kita, Mentari. Menguatkan mentalnya dan memberinya banyak pandangan tentang kehidupan. Mama merasa itulah yang diperlukan Mentari daripada apa yang kita perbuat sekarang ini,” ucap Cahaya dengan penuh kesadaran. Terus menerus memaksa orang telah membuatnya lelah."Mama sudah gila apa punya usul seperti itu?! Dewa sudah setuju untuk memaksa Langit menikah dengan Mentari secepatnya malah ingin digagalkan. Sia-sia saja kalau begitu usiaku selama lima belas tahun ini," balas Guruh."Ini bukan soal masalah ke sia-siaan atau apa. Tapi mengenai masa depan Mentari juga. Kalau pun kita berhasil menikahkan mereka berdua, nantinya bakal cerai mengingat Langit tidak pernah memiliki rasa suka pada Mentar

  • Gadis Yang Dicari Direktur   Menikah Dengan Sukarela

    "Aku belum bicara. Tapi kamu sudah menjawab seperti itu. Kamu tidak punya sopan santun sama sekali," ucap Dewa kemudian. Sedikit marah."Maaf kalau anda menganggap saya tidak sopan. Tapi saya hanya mempercepat menuntaskan keingintahuan anda," balas Purnama lagi. Dewa mendengkus kesal. "Jadi apa yang kamu tahu tentang kakakmu sekarang? Mustahil kakakmu tidak memberitahu keberadaannya.""Anda boleh percaya boleh juga tidak. Tapi inilah kenyataannya. Saya bukan seorang pembohong.""Lalu kenapa kamu tidak panik kehilangan kakakmu?" "Karena kakakku bersama orang yang sangat mencintainya. Saya yakin dia akan baik-baik saja di sana."Dewa menyeringai. "Bagaimana kamu bisa memastikan kakakmu baik-baik saja kalau kakakmu ada kemungkinan diculik? Hilang tanpa ada pemberitahuan.""Apakah anda ingin mengatakan kalau putra semata wayang anda seorang penculik?"Pertanyaan yang cukup menyudutkan. Dewa pun langsung mengubah dugaan. "Bukan putraku yang seorang penculik. Tapi kakakmu yang seorang man

  • Gadis Yang Dicari Direktur   Mencari Tahu Keberadaan Langit

    "Ini hanya untuk sementara, Dokter Purnama. Kamu tidak perlu panik. Kakakmu baik-baik saja. Nanti setelah Langit mengganti nomer ponselnya, pasti dia akan menghubungi kita. Dia terpaksa melakukan hal ini karena tidak memiliki pilihan. Keadaan sangat sulit untuk menyatukan cinta mereka. Papanya, Mentari, dan kedua orangtua Mentari, terus mendesaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Jadi terpaksa dia melarikan diri sementara dengan membawa Kahyangan. Memang Langit sedikit melakukan pemaksaan pada Kahyangan. Tapi jika tidak begitu, kakakmu tidak akan pernah mengutamakan kebahagiaan sendiri. Saya menjamin keselamatan mereka. Jika ada sesuatu pada Kahyangan, saya akan bertanggung jawab. Saya harap, kamu bisa mengerti dan paham dengan situasi ini."Tak langsung menjawab, Purnama termenung sejenak sebelum akhirnya mengangguk-angguk kecil. "Saya mulai paham, nyonya. Memang Kak Kahyangan tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Dia selalu memikirkan orang lain. Mungkin karena i

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status