"Kamu bisa pingsan di pelukanku!"
Uh, Elang memang selalu penuh rayuan mematikan untuk Nindya yang sering naif dalam sebuah hubungan. "Apa Lala masih melihat kita?""Tidak, dia membuang muka!" Elang terkekeh, dia agak keterlaluan menciptakan suasana romantis bersama Nindya. Bukan hanya Lala yang gerah, tapi pria seumuran ayahnya yang sedari tadi memperhatikannya spontan memasang wajah dingin. "Siapa pria yang berdiri arah jam sembilan?"Nindya tidak menoleh tapi melihat dengan ekor matanya. "Oh … itu ayahku!""Hm … sepertinya aku dalam masalah!"Nindya terkikik melihat ekspresi Elang yang mendadak serius. "Tidak akan, kami sudah tidak bertegur sapa selama sepuluh tahun.""Apa alasan ibumu tidak mau datang karena situasi ini, karena ada ayahmu?""Mempelai wanita itu sepupuku dari keluarga ayah, jadi ayah pasti hadir, dan ibu menghindari masalah. Istri ayahku masih saja cemburu pada ibuku, dan selalu saja berusaha menyingSetelah mendapat izin dari ibu Nindya, Elang mengemudi ke tempat penyewaan alat-alat petualangan. Mereka akan berangkat langsung dari Semarang, Elang tidak akan sempat kembali ke Yogya mengambil semua kebutuhannya untuk di gunung nanti. Mereka juga mampir ke minimarket untuk membeli kebutuhan makanan.Elang cukup gila memilih jalur ngagrong sebagai pendakian pertama untuk Nindya. Selain lebih ekstrim, jalur tikus tersebut terbilang bukan jalur resmi yang direkomendasikan untuk mendaki Gunung Merbabu. Tidak ada pos pantau untuk mengawasi para pendaki dari jalur yang tidak resmi, sehingga membahayakan bagi pendaki yang tidak berpengalaman, karena tidak ada data yang tercatat di pos utama.Pendaki pemula kebanyakan lebih memilih jalur Selo dengan tingkat kesulitan medium. Elang pribadi kurang menyukai jalur tersebut karena terlalu ramai. Dia suka sepi saat di alam terbuka, agar suara alam terdengar jelas dan dia bisa lebih leluasa menikmati perjalanannya.Ela
Nindya terengah-engah, nafasnya berat dan serasa hampir putus melewati tanjakan cinta. Padahal, dia berjalan setengah ditarik Elang. Melihat pemuda itu masih bisa cengengesan di depannya, Nindya menyadari kalau fisiknya terlalu lembek.Elang mengusap keringat di wajah Nindya, "Capek ya?""Sangat, rasanya aku tidak mungkin kuat berjalan lagi, El! Kakiku gemetar, perutku juga melilit." Nindya merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Rasa lelah menghampiri dengan dahsyat, tubuhnya lemas tak bertenaga dan perut bagian bawahnya sakit. Elang mengajak Nindya duduk di pinggir jalan, meluruskan kaki dosennya dan memberikan tasnya untuk bersandar. Wajah Nindya terlalu pucat, keringat dingin juga tidak berhenti memenuhi dahi Nindya. "Kamu sakit? Apa yang kamu rasakan?"Ada orang yang memiliki alergi dingin, ada juga yang mendadak sakit saat beradaptasi dengan cuaca gunung. Elang menemukan kasus serupa di beberapa kegiatan pendakian massal yang
Setelah beberapa waktu yang terasa sangat lama bagi Elang, akhirnya Nindya dipindahkan ke bangsal perawatan. Elang duduk gelisah di sisi ranjang tempat Nindya istirahat. Sesekali masih tersenyum sembari mengusap jemari Nindya yang terasa dingin."El, aku minta maaf!" Nindya menatap Elang sendu, dengan mata merebak dan penuh penyesalan.Elang mengeratkan genggaman, lalu mencium tangan Nindya dengan kasih sayang. "Sssttt …! No, kamu tidak boleh menangis! Itu salahku, jadi seharusnya aku yang minta maaf." "Aku tidak bermaksud berbohong," ucap Nindya serak."Kamu pasti punya alasan kuat melakukan itu semua, aku menduga ada dua hal yang menyebabkan kamu begitu. Pertama kamu akan menikah dengan Daniel dalam waktu dekat karena aku tidak pantas menjadi seorang suami. Kedua, kamu melakukan ini untuk Mayra." Elang menjeda kalimatnya dengan satu tarikan nafas panjang. "Aku kehilangan satu lembar surat mama!"Elang setiap beberapa hari sekali selalu
Bukan pernikahan mewah seperti yang diimpikan oleh semua gadis dan juga orang tuanya. Elang menikahi Nindya di rumah sakit sebagai permintaan maaf, sebagai hadiah untuk keteledorannya dan sebagai penyembuh untuk hati Nindya yang sedang terluka.Elang menebus semua rasa bersalahnya dengan berjanji akan mencintai Nindya selamanya. Hatinya ikut perih, bukan hanya karena kehilangan calon anaknya tapi karena dirinyalah yang telah merusak masa depan Nindya dan tunangannya, meski itu terjadi tanpa disengaja.Elang tidak ingin Nindya tidak bahagia di masa depan karena ulahnya, karena ada bekas yang mungkin akan jadi pemantik dalam kisah rumah tangga dosennya itu bila menikah dengan Daniel. Biarlah Elang yang menanggung semua itu terlepas Nindya mencintainya atau tidak.Sudah seminggu berlalu, Nindya masih di rumah ibunya untuk beristirahat, sementara Elang memulai kesibukannya dengan penelitian dan juga latihan untuk persiapan lomba.Nindya tidak mau dije
Dua bulan kemudian ….Elang mendapatkan ucapan selamat dari Pak Ronald, dua dosen penguji dan teman-teman dari teknik kimia yang hadir dalam seminar. Penelitian Elang sukses, membawa proyek kampus pada tahap berikutnya, yaitu menaikkan sumber air tanah yang telah teruji dari dalam goa untuk didistribusikan ke desa dan dijadikan kebutuhan sehari-hari oleh warga sekitar. "Sukses ya, El!" Mayra menjabat tangan Elang paling akhir, tulus mengucapkan doa untuk orang yang dicintainya. "Bisa langsung skripsi itu, jaminan lancar kamu sama Pak Ronald! Aku yakin tiga bulan kelar, bisa wisuda periode semester ini kamu, El!""Thanks, sukses buat kamu juga, May!" Elang bersyukur, Mayra tidak berubah sikap. Tetap baik dan ramah padanya. "Kayaknya kamu bakal lulus lebih dulu … ngomong-ngomong kemana Bu Nindya? Kok cepet banget ilangnya, padahal tadi masih sempat ngasih masukan buat revisi laporan!"Elang mengedikkan bahu, dia memang tidak tau
[ Teruntuk putraku tersayang, ElangHai El sayang, mama tebak kamu pasti sudah menemukan satu dari sekian banyak surat yang sengaja mama tinggalkan untuk kamu. El nemuin surat yang mama simpan dimana? Di meja belajar El, tumpukan baju, lemari pakaian atau yang selalu ada di kantong baju mama? Jadi, gimana kabar El hari ini?El udah makan?Apa El sedang banyak kegiatan?Mama harap El bisa menjalani hari dengan lebih baik setiap saat, meskipun itu tanpa ada mama lagi di sisimu sekarang. Maafin mama ya El, maaf karena mama belum bisa menjadi orang tua terbaik untuk kamu!Maafin mama yang pada akhirnya membuat El kecewa!Maafin mama yang nggak pernah bisa berterus terang tentang kondisi yang sebenarnya!……..……..…….. ]Elang melipat kertas kusam yang sesekali masih dibacanya. Meski tidak membacanya sampai selesai, tapi Elang masih hafal tiap kata yang disampaikan sang mama dalam suratnya. Elang sudah ratusan kali membaca surat tersebut sejak ditemukannya pertama kali.Namun, hatinya ma
Hari berikutnya, tenda dome berjajar di atas tanah terbuka seperti lapangan kecil, hanya berjarak dua puluh meter dari sungai yang akan menjadi pusat kegiatan arung jeram. Ryan dan Elang sibuk berbincang dengan koordinator lapangan, Arga."Gimana bapak ketua dan wakil? Apa persiapan kami bisa dinilai baik?" tanya Arga cengengesan."Oke, sip semua. Good job, Arga!" jawab Ryan antusias, puas dengan hasil kerja rekannya.Elang menimpali dengan semangat, "Semoga besok sukses raftingnya! Jangan lupa rescue team di briefing ulang sebelum kegiatan ya, Ga!""Beres! Sebelum api unggun akan ada evaluasi keseluruhan persiapan kok!" ujar Arga menegaskan."Aku minta daftar maba dan pembagian tenda, Ga! Mau atur siapa aja yang ikut perahuku besok." Elang menyeringai penuh maksud."Astaga, kamu nggak percaya sama aku? Aku udah atur tenda Vivian pas di sebelah kita, besok doi juga ikut perahumu, apa lagi?"Elang tergelak, "Cuma memastikan aja!"***Malamnya, langit sangat cerah, bulan malu-malu meng
Elang memerhatikan kembali perempuan tersebut dan menyadari bahwa dia bukanlah Vivian. Tanpa sadar, dia akhirnya memaki dalam gumaman kecil, "Brengsek! Siapa yang berani menempatkan perempuan ini dalam tendaku?"Kondisi gelap membuat Elang benar-benar tidak bisa mengenali siapa yang sedang lelap di sampingnya. Untuk menyalakan penerangan, Elang juga merasa enggan. Selain pusing dan mengantuk, Elang justru berpikir sesuatu yang mungkin menguntungkannya."Aku bahkan tidak mengingat siapa yang biasa memakai parfum sialan ini, padahal rasanya aku sering mencium baunya. Benar-benar membuat otakku makin sinting!" Pemuda setengah mabuk itu mengeluh dalam dilema. Bau wangi dari perempuan yang tidur di sampingnya terasa tidak asing, tapi Elang tidak yakin dengan isi kepalanya sekarang. Akhirnya Elang memilih untuk tidak peduli. Dia melakukannya karena dia mulai kesulitan mengendalikan diri dari hasrat yang mulai membakar, dan tentu saja hal itu jauh lebih penting daripada sekedar mengetahui i