Share

178. Menjemput Ariella

Penulis: Lil Seven
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-21 21:35:02

“Ariella.”

Suara itu lirih, tapi cukup untuk membuat tubuh Ariella membeku di tempat. Tangannya yang sedang menuang teh di cangkir kecil berhenti gemetar.

Ia perlahan menoleh, dan saat matanya bertemu sosok tinggi yang berdiri di ambang pintu penginapan, seluruh dunia terasa berhenti berputar.

Rigen.

Dengan rambut sedikit acak, mata merah, dan wajah penuh kecemasan yang belum pernah Ariella lihat sebelumnya. Tubuhnya seperti memikul beban dunia. Tapi tatapannya hanya tertuju padanya—seolah tak ada yang lebih penting di seluruh bumi selain wanita di hadapannya.

“Bagaimana kamu tahu aku di sini?” bisik Ariella.

Rigen melangkah masuk perlahan. “Aku cari ke mana-mana. Hampir gila karena tak tahu kamu hidup atau…”

Ariella mundur satu langkah. “Jangan lanjutkan.”

Hening.

Angin laut bertiup melalui jendela terbuka. Daun pintu bergoyang pelan, seakan ikut menahan napas.

Rigen mengembuskan napas panjang. “Ella… tolong dengarkan aku dulu.”

“Aku sudah dengar semuanya,” potong Ariella. “Dari Elis
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ani Muftahul
gitudong Rigen di bela istri nya jangan diam aja ..
goodnovel comment avatar
onm m
kapan di kasi karma ibunya rigen.sama.elisabeth.itu.dongkol.aku
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   277. Kenapa Selalu Membela Dia?

    “Aneh sekali, Ror. Kamu sudah lama bekerja untuk Rigen, tapi kenapa kamu masih terlihat begitu… sendirian?” Suara Lily meluncur lembut di halaman belakang rumah Ataraka, tepat ketika Ror baru saja menyalakan rokoknya. Ror mengangkat alis, jelas tidak nyaman dengan kedekatan itu. “Apa maksudmu, Nona Lily?” Lily tersenyum samar, menyibakkan rambut hitam panjangnya ke belakang bahu. “Maksudku, seorang pria sepertimu seharusnya tidak hanya hidup untuk menjaga orang lain. Kamu juga pantas mendapatkan perhatian, bukan?” ucapnya dengan nada sedikit genit. Ror menatapnya dingin, mengembuskan asap rokok. “Saya tidak terbiasa membicarakan hal pribadi dengan orang asing," jawabnya dengan ekspresi datar. “Orang asing?” Lily terkekeh, langkahnya maju satu. “Bukankah aku teman lama Rigen? Itu membuatku… tidak terlalu asing, bukan?” Sebelum Ror sempat menjawab, suara Ariella terdengar dari arah taman. “Lily.” Nada Ariella tegas, namun matanya bergetar melihat pemandangan di depa

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   276. Ariella atau Lily?

    “Aku sudah bilang, jangan sedikit sedikit seperti ini, Rigen!” protes Ariella dengan suara bergetar, bercampur marah dan takut. Tubuhnya meringkuk di sudut ranjang, selimut menutupi sebagian tubuhnya yang masih lemah. Mata bengkaknya menolak menatap lelaki yang kini berdiri di hadapannya. Rigen menutup pintu kamar pelan, suaranya rendah tapi mengandung tekanan. “Jangan ucapkan kata-kata itu, Ariella. Kamu tahu aku tidak bisa diam mendengarnya.” Ariella mendengus sambil menahan isak. “Aku lelah… kamu pikir aku bisa terus bertahan? Kamu pikir aku tidak melihat bagaimana Lily memandangmu, bagaimana kamu membiarkannya?” Tatapan Rigen mengeras, langkahnya mendekat. “Cukup. Aku tidak akan biarkan namanya keluar dari mulutmu lagi.” “Kenapa? Karena aku benar?” Ariella melawan, matanya berkaca-kaca. “Karena ada sesuatu antara kamu dan dia yang tidak bisa kamu jelaskan padaku?” Rigen berhenti tepat di depan ranjang, menunduk menatapnya dengan sorot tajam. “Aku tidak perlu menje

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   275. Hukuman.

    Ariella buru-buru mengusap matanya, tapi percuma. Bengkak itu terlalu jelas. Ror menatapnya lama, wajahnya penuh pertimbangan. Lalu ia berkata pelan, “Aku… tahu ini bukan urusanku. Tapi kamu tidak seharusnya sendiri dengan air mata seperti itu.” Ariella tertegun. Tak ada yang pernah bicara padanya seperti itu di rumah ini. Semua hanya patuh pada Rigen, semua hanya menunduk. Dia berusaha tersenyum samar. “Aku baik-baik saja.” “Tidak,” potong Ror tegas, tapi suaranya tetap lembut. “Kamu tidak baik-baik saja.” Ariella menunduk, jari-jarinya meremas ujung gaun. Rasa sakit itu menumpuk, tapi ia tidak punya keberanian untuk meluapkannya. Ror melangkah sedikit lebih dekat, meski masih menjaga jarak sopan. “Kalau kamu mau… aku bisa mengajakmu keluar sebentar. Tidak jauh, hanya agar kamu bisa bernapas tanpa bayangan siapa pun di sekelilingmu. Anggap saja jalan-jalan.” Hati Ariella bergetar. Tawaran sederhana itu terasa seperti uluran tangan dari dunia luar. Dunia yang selama in

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   274. Bodyguard dan Majikan

    “Tolong dijawab, ada hubungan apa kamu dengan Lily, Rigen?” Suara Ariella pecah oleh isak. Air matanya membanjiri wajah, tangannya gemetar saat memegangi selimut yang menutupi tubuhnya. Malam itu, kamar terasa begitu luas, tapi juga menyesakkan. Rigen berdiri di dekat jendela, membelakangi Ariella. Dari tubuhnya terpancar ketegangan, namun suaranya keluar dingin, nyaris tanpa emosi. “Tidak ada hubungan apa-apa.” Ariella menggeleng, air matanya makin deras saat bertanya dengan suara bergetar. “Kalau benar tidak ada apa-apa, kenapa kamu biarkan dia mendekatimu seperti itu? Kenapa aku harus melihat kalian… berpelukan?” Bahunya bergetar. Suaranya pecah saat lanjut bicara. “Kamu bilang aku satu-satunya. Kamu janji akan ada di sisiku. Tapi sekarang? Aku merasa aku hanya bayangan… sementara dia yang sebenarnya kamu lihat.” Rigen menghela napas berat, masih tak berbalik. “Kamu terlalu banyak berpikir, Riel," jawabnya dingin. “Rigen!” Ariella berteriak, rasa sakitnya me

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   273. Kenapa, Rigen?

    “Aku tidak boleh percaya pada omongan perempuan itu.” Ariella berbisik pada dirinya sendiri, memandangi cermin besar di kamarnya. Bekas merah samar masih menghiasi lehernya, bukti nyata bagaimana Rigen begitu keras menandainya semalam. “Dia bilang Rigen akan bosan padaku… bahwa aku cuma gadis bodoh yang akhirnya ditinggalkan.” Ariella menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata. “Tapi Rigen… dia tidak seperti itu. Dia berjanji padaku. Dia selalu bilang aku miliknya.” Ia mengusap matanya, berulang kali menarik napas dalam. Dirinya tidak boleh kalah oleh racun kata-kata Lily. Tidak boleh. Meski begitu, bayangan wajah sinis wanita itu terus berputar di kepalanya. Rigen akan bosan dengan gadis bodoh sepertimu. Kata-kata itu terngiang, bergaung tanpa henti, merobek hatinya perlahan. “Tidak, aku tidak boleh percaya…” gumamnya lagi, kali ini dengan suara lebih pelan, seolah bicara dengan dirinya yang paling rapuh. *** Sore itu, Ariella memutuskan berjalan keluar kamar. Ia butuh uda

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   272. Provokasi

    Setelah diam beberapa saat, Ariella akhirnya berteriak. “Aku tidak mau mendengar apa pun lagi darimu, Rigen!” Ariella menepis tangan Rigen yang mencoba menggenggam pergelangannya. Tubuhnya bergetar menahan emosi. Air mata yang belum kering di wajahnya kini mengalir lagi, makin deras. “Kamu pikir aku bisa bertahan setelah melihat bagaimana kamu memandangnya? Bagaimana kamu menyebut namanya seolah dia lebih penting dariku?” Rigen menatapnya tajam, sorot matanya gelap, rahangnya mengeras. “Jangan samakan. Lily tidak berarti apa-apa bagiku.” “Tidak berarti apa-apa?” Ariella terkekeh getir, lalu menjawab.“Kalau memang tidak berarti apa-apa, kenapa kamu tidak menyingkirkannya? Kenapa kamu biarkan dia datang dan menatapku seolah aku cuma pengganggu?” Dia berbalik, hendak membuka pintu kamar. Tapi Rigen lebih cepat, menutup pintu keras-keras dengan telapak tangannya hingga bunyi dentum memenuhi ruangan. Tubuh Ariella terjebak di antara pintu dan tubuh Rigen yang tinggi tegap. “Kamu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status