“Tuan Muda, saya sudah mendaftar menjadi salah satu pencari jodoh di Aplikasi Blind Date dan menjadi anggota VIP untuk mendapatkan kerahasiaan identitas saya,” lapor Mark yang saat ini berada di dalam ruangan kerja Regis kembali. Sesuai perintah Regis, ia terpaksa mendaftarkan dirinya sebagai salah satu calon pencari jodoh. Atasannya itu hanya meliriknya sekilas setelah mendengarkan informasi yang diberikannya. Sejak tadi jemari Regis masih sibuk menggulir layar ponselnya. Pria itu sedang membaca beberapa artikel terkait kecelakaan tunggal yang menimpa dirinya dulu. Ia berpikir mungkin saja ia bisa mendapatkan sedikit informasi dari artikel tersebut. Namun, sayangnya tidak ada hal penting yang bisa dijadikan clue atas kecelakaan itu. “Lanjutkan,” titah Regis dengan acuh tak acuh karena asistennya itu malah memilih diam menunggu tanggapannya. Mark berdeham singkat, kemudian kembali berkata, “Seperti perintah Anda, saya mengisi beberapa permintaan kriteria Anda.” Mark menyodorkan t
Pintu lift terbuka. Regis baru saja tiba di lantai basement kedua, tempat parkiran khusus mobil para petinggi perusahaan. Netra Regis langsung berkeliling ke sekitarnya. Mencari mobil Aston Martin berwarna merah metallic yang pernah digunakannya tujuh tahun yang lalu. Tatapannya terhenti pada seorang pria berusia tiga puluh tahunan yang sedang mengelap kaca depan mobil miliknya. Dia adalah Albert Parker, sopir pribadi Regis. Langkah Regis pun tertuju pada bawahannya tersebut. Sopir pribadinya itu telah bekerja sejak tujuh tahun silam setelah Regis selesai menjalani pemulihan di rumah sakit. Meskipun Albert dipekerjakan oleh Diego untuk memantau pergerakan Regis, tetapi pekerjaannya selalu memuaskan Regis. Karena alasan itulah, Albert diberikan kepercayaan secara khusus untuk merawat dan membersihkan setiap mobil yang akan digunakan oleh tuan mudanya tersebut. Karena sibuk membersihkan kaca mobil belakang sambil bersen
Netra Regis menatap lekat anting berlian di tangannya tersebut dengan bingung. Ia merasa pernah melihat anting tersebut sebelumnya, tetapi ia tidak bisa mengingat siapa pemilik perhiasan mewah itu.Regis sangat mengingat jelas jika mobil yang dikendarainya saat ini tidak pernah diduduki oleh wanita mana pun. Dulu Regis memang pecinta otomotif, begitu juga dengan sekarang sehingga ia selalu memperlakukan semua mobilnya dengan sangat hati-hati.Ada beberapa kendaraan yang secara khusus digunakan oleh dirinya sendiri, termasuk mobil yang dikendarainya saat ini.“Tuan Muda, apa Anda baik-baik saja?”Suara Albert Parker mengalihkan perhatian Regis. Ternyata sopir pribadinya itu telah berhasil menyusulnya.Regis melihat wajah cemas Albert yang sedang berdiri di samping mobilnya.“Apa tadi kamu membersihkan mobil ini, Al?” tanya Regis yang tidak mengindahkan pertanyaan sopirnya itu.Albert mengangguk tipis.“Kalau begitu, apa kamu tadi ada melihat pasangan anting ini?” tanya Regis seraya mem
Biana telah berjalan ke arah kursi tunggu dengan wajah yang menyimpan kemarahan. Sepasang netranya mengedar ke sekeliling untuk mencari sosok mantan kekasihnya itu. Akan tetapi, tidak terlihat batang hidung pria itu di mana pun.Di kursi tunggu itu hanya ada beberapa wajah asing yang tidak pernah dikenalnya.‘Ke mana bajingan itu? Apa dia takut dan sudah lari terbirit-birit?’ batin Biana dengan kesal karena merasa dipermainkan.Gadis itu pun berniat untuk berjalan kembali melanjutkan pekerjaannya. Akan tetapi, tiba-tiba suara seorang pria menghentikan langkahnya.“Maaf, apa Anda … Nona Curtiz?”Perlahan Biana memutar tubuhnya dan memandang sosok pria yang terlihat lebih dewasa dibandingkan dirinya yang sedang memasang ekspresi dipenuhi kebingungan ketika mereka saling bersitatap langsung.Kedua netra Biana mengerjap berulang kali. Rasa kaget dan kagum bercampur menjadi satu di dalam diri gadis itu. Penampilan setelan jas rapi dan bersih yang dimiliki pria itu membuat Biana terpukau.M
Sudut bibir Mark terangkat sinis. “Apa Anda sekarang berniat mencuci tangan atas hal yang telah Anda lakukan dan melemparkan tuduhan tak berdasar itu kepada saya, Nona Curtiz?”Biana menggelengkan kepalanya berulang kali dengan bingung. “Tolong Anda perjelas, Tuan Carter. Dari segi mana Anda bisa mengatakan kalau saya sudah menipu Anda? Kita bahkan tidak pernah bertemu apalagi saling mengenal!”Kini Mark telah berkacak pinggang. Ia benar-benar tidak menyangka akan berhadapan dengan gadis serumit ini. Padahal ia hanya ingin memastikan bahwa orang yang ingin dicari atasannya bukanlah gadis ini.“Kita memang tidak pernah bertemu ataupun saling mengenal, Nona Curtiz. Tapi, apa yang telah Anda lakukan kemarin? Apakah Anda bisa mengatakan kepada saya kalau kemarin yang bekerja dengan identitas Biana Curtiz adalah Anda?”Wajah Biana langsung berubah pias ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan pria itu. “Jadi … Anda sungguh bukan ….”Kening Mark mengerut dalam. Menatap lurus gadis itu d
“Gawat apanya, Biana?”Kening Amora mengernyit. Ia melirik Rayden sejenak. Kebetulan mereka sedang duduk bersama di atas tempat tidur dengan Amora yang awalnya berniat membacakan buku untuk putranya itu.Karena tidak ingin Rayden mendengar pembicaraan mereka, Amora pun mengisyaratkan kepada putranya untuk keluar sebentar dari kamar.Setelah berada di luar kamarnya, Amora pun melanjutkan pembicaraannya dengan Biana di telepon.“Ada apa, Biana? Tadi kamu bilang siapa? Asisten dari Royal Dragon mencariku?” tanya Amora dengan bingung.“Iya. Dan kamu tau, tidak? Kalau yang mengirimkan uang tips sebesar lima ratus dolar itu adalah dia!” teriak Biana yang membuat Amora terpaksa menjauhkan gawainya sejenak dari telinganya.Amora mencoba menelaah setiap hal yang diceritakan Biana termasuk kesalahpahaman yang terjadi di antara keduanya. Ia tidak terlalu terkejut karena sudah menduganya di awal.&
“Ya ampun, sudah jam segini.”Amora melirik jam yang telah menunjukkan pukul setengah lima pagi. Ia bergegas melepaskan apronnya dan mengganti pakaiannya, lalu berjalan menuju kamar putranya.Ia meraih gagang pintu kamar Rayden dengan hati-hati. Ruangan tersebut masih sangat gelap karena memang sang fajar belum menampakkan wajahnya.Hanya lampu tidur yang menjadi penerangan minim di dalam kamar anak laki-laki itu. Amora mendaratkan bokongnya di sisi ranjang. Mengusap lembut surai putranya dan tersenyum tipis.Gerakan kecilnya itu membuat Rayden terjaga. “Mama sudah mau pergi?” tanya Rayden seraya menggosok kedua matanya. Anak laki-laki itu sudah terbiasa dengan rutinitas ibunya tersebut.Amora mengangguk kecil. “Mama sudah menyiapkan sarapan untukmu di atas meja makan. Nanti kamu tinggal masukkan ke dalam microwave saja atau minta Nyonya Adams untuk menghangatkannya.”Rayden hanya mengangguk kecil dengan wajah yang masih terkantuk-kantuk di atas tempat tidur. Ibunya memang menitipkan
“Sempurna!”Seulas senyuman lebar menghiasi wajah Amora ketika ia menatap penataan produk yang baru saja dilakukannya di salah satu rak display. Ia mendorong troli kosong ke dalam gudang penyimpanannya dan melihat sosok Biana yang sedang mengatur beberapa barang yang baru saja masuk.“Bia, apa ada yang perlu aku bantu?” tanya Amora kepada gadis itu.“Tidak apa-apa, Amora. Ini aku juga sudah mau selesai,” jawab Biana seraya menghitung jumlah produk yang masuk dan mencatatnya ke dalam kertas kecil yang dibawanya.Amora mengangguk tipis. Ia melangkah menuju rak khusus untuk penyimpanan barang para karyawan yang bekerja di WW Mart tersebut. Ia mengambil tas ranselnya yang tersimpan di sana.“Oh iya, bagaimana dengan semalam? Apa laki-laki itu masih menginterogasimu?” tanya Amora yang kini telah berjalan menuju kursi kosong yang tersedia di gudang penyimpanan itu. Biana menoleh sekilas, kemudian menjawab, “Tidak. Dia langsung pergi tidak lama setelah aku meneleponmu.”Amora tertegun. Ia c