Pria itu menukikkan sebelah alis mendengar kalimat berani yang keluar dari mulut gadis kecil yang baru saja menimpuk kepala botaknya dengan batu. Wajahnya berubah merah menahan amarah. Namun, sejenak ia mengamati penampilan gadis kecil pemberani itu dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Dengan gaun mewah bawahan mengembang berwarna kuning cerah, pita cantik berhias permata di rambut cokelatnya yang tertata indah, serta sepasang sepatu mahal yang ada di kakinya, tentu saja gadis itu bukan rakyat biasa. Lebih terlihat seperti seorang putri bangsawan. Ya, gadis kecil itu adalah Bella.
Seringai miring seketika terbit di bibir si pria botak, "Mengapa aku merebut uang miliknya katamu?" Pria itu mengulang pertanyaan Bella sembari berdecak, "Karena aku ingin. Dan kini, aku juga akan merebut apa yang kau punya. Cepat berikan aku banyak koin emas, gadis kecil! Kau pasti memilikinya bukan?" pintanya sembari membungkukkan tubuh untuk menyejajarkan tubuh di hadapan Bella semba
Tanpa terasa, satu minggu telah berlalu. Hari ini adalah saatnya, yaitu hari keberangkatan Bella menuju istana Kekaisaran Aldovia. Dua buah kereta kuda sedang dipersiapkan. Satu kereta kuda untuk membawa barang-barang yang akan dibawa, dan satu kereta kuda utama yang akan membawa Bella.Ya, Bella memutuskan untuk pergi sendiri dan tidak membawa pelayan dari kediaman Duke Marthin. Padahal, Emma tiada henti terus merengek, merangsek, dan memaksa Bella agar bisa ikut. Namun, Bella tetap dengan tegas menolaknya. Gadis itu terlalu enggan untuk membahayakan nyawa orang lain. Sebab, tidak ada yang tahu bahaya apa saja yang akan menyambut Bella di istana.Bella kini tengah berjalan di lorong mansion untuk menuju kereta kuda setelah berpamitan dengan Liliana. Dengan gaun berwarna soft green, Bella memasang wajah datar sembari berjalan dengan elegan melewati taman. Namun, di taman ia menemui sosok yang tentu tidak ingin ia temui. Dia adalah Aurora yang sedang berjalan-jala
Emma kini berjalan di belakang Bella, masih dengan penampilan acakadul. Rambutnya yang pendek masih terlihat seperti brokoli karena tidak sedikit helaian-helaian yang berdiri. Sementara di depan Bella, terdapat seorang gadis muda yang tampak cukup cantik dengan balutan gaun pelayan istana. Dia adalah seorang dayang istana yang ditugaskan untuk melayani Bella, Carla Marina."Ini adalah kamar yang telah dipersiapkan untuk Anda, Lady Bella." Carla menunjuk salah satu kamar mewah nan megah yang ada di paviliun istana. Gadis itu kemudian mengulurkan jemarinya untuk membukakan pintu. Setelah pintu terbuka, ia segera meminggirkan tubuh untuk mempersilakan Bella masuk.Bella melangkah sembari mengedarkan pandangan. Begitu juga dengan Emma yang berjalan di belakang Bella. Sebuah ruangan yang terlihat lebih megah dan lebih mewah dari kamar yang ada di kediaman Duke Marthin kini terlihat di depan mata.Bella kemudian mengangguk-angguk kecil sembari berjalan pelan dan
Sore hari di istana Kekaisaran Aldovia. Bella tengah berjalan di taman depan paviliun yang disediakan untuknya dengan gaun putih berenda berhiaskan pita bulat dengan mutiara di bagian tengahnya. Pita tersebut menghiasi rambut cokelat Bella yang dikepang dengan volume cukup renggang. Kini, Bella usai berkeliling istana dan ingin menghirup udara segar yang ada di taman.Sementara di belakang Bella, terdapat Clara yang ikut berjalan untuk mendampingi sekaligus memberitahukan tempat-tempat penting di istana yang harus diketahui Bella. Di sebelah Clara juga terdapat Emma yang berjalan di belakang Bella sembari merentangkan payung untuk melindungi sang putri dari teriknya siang hari kala mereka berjalan-jalan sebelumnya."Sepertinya beristirahat sebentar sambil minum secangkir teh akan menyenangkan," cetus Bella sembari menoleh ke belakang menatap Emma dan Clara.Clara mengangguk, "Baik, Putri. Saya akan menunjukkan meja taman yang biasa digunakan untuk be
Brukh!Bella terjatuh dari atas pohon dengan posisi tubuh tertelungkup. Oh, miris sekali! Pemandangan mengejutkan itu seketika singgah di depan mata pria yang tiba-tiba memekik dan mengagetkan Bella sebelumnya.Namun, suara kekehan justru lolos dari mulut pria tersebut. Ya, pria itu justru terkekeh geli melihat Bella terjatuh dengan posisi menyedihkan bagai seekor cicak tengkurap. Mendengar kekehan yang menggelegar, tentu terasa begitu menyebalkan bagi Bella.Dengan rahang mengetat, Bella mengangkat kepala cantiknya dan menatap tajam pada pria yang sedang tertawa di atas penderitaannya. Pria itu adalah Pangeran Stefan, Pangeran ketiga di Kekaisaran Aldovia.Beranjak berdiri, Bella memasang wajah ditekuk sembari menepuk-nepuk bawahan gaun mengembang dengan kedua telapak tangannya. Tanah dan daun kering menempel cukup banyak di gaun putih yang dikenakan gadis tersebut.Masih dengan wajah bersungut-sungut, Bella menoleh ke arah Pangeran St
"Tentu saja jawabannya adalah iya, Lady. Seorang pria berjubah hitam dan berada di sekitar istana, siapa lagi pria itu jika bukan Pangeran kedua? Dia adalah kakakku." Pangeran Stefan menjawab masih dengan tubuh mematung dan bola mata tertuju pada seorang Pangeran berjubah hitam yang tengah berdiri dan menatapnya dari kejauhan."Apakah dia sekarang akan membunuhku karena berpikir aku akan kabur bersama Anda, Pangeran? Bagaimana jika dia berpikiran pendek dan mengira aku sedang berselingkuh dengan Adiknya?" celetuk Bella melontarkan pertanyaan konyol masih dengan bergumam lirih dan pandangan tertuju pada pria berjubah hitam yang memancarkan aura dingin dan suram di sana.Pangeran Stefan mengernyit dan seketika menoleh ke arah Bella, "Apa yang sedang kau katakan, Lady?"Di detik berikutnya, Pangeran Glenrhys justru membalik tubuh dan melenggang pergi. Ya, Pangeran itu pergi meninggalkan Pangeran Stefan dan Bella yang masih memaku dengan keterkejutannya. Bella menge
Keesokan harinya. Berbeda dengan suasana meriah di aula istana Ratu kala sebelumnya sedang diadakan pesta debutante, kini suasana hening justru menyergap ke seluruh penjuru ruangan tersebut. Hanya ada beberapa orang di dalamnya: beberapa petugas kerajaan yang terpilih, ke empat selir Kaisar yang sedang duduk berjejer, Ratu Cecilia, dan juga Bella yang berdiri di hadapan ke empat selir dan juga Ratu."Selamat datang di istana, Lady Bella." Ratu Cecilia berujar dengan senyuman ramah.Bella mengangguk sembari mengembangkan gaunnya, "Terima kasih, Your Majesty. Suatu kehormatan saya bisa kembali menghadap Anda."Ratu Cecilia memberikan senyuman tulus dan tatapan sendu kepada Bella. Sementara Bella yang melihat tatapan itu merasa sedikit menenang. Ya, hanya senyuman wanita cantik bermahkota itu yang benar-benar terlihat tulus di mata Bella dibanding ke empat selir yang kini juga tengah duduk berjejer dengan senyuman palsu di wajah mereka.Dengan pandanga
Aurora kini telah berdiri di samping Bella dengan senyuman merekah yang sejak awal telah terbit di wajahnya. Sedangkan Bella masih dalam keterkejutannya. Tak lama, petugas kerajaan memberikan sebuah gulungan kertas kepada Ratu. Jemari lentik wanita cantik bermahkota itu pun langsung membuka gulungan tersebut.Ratu akan membacakan tantangan yang sebelumnya telah dirembuk bersama ke empat selir dan akan diberikan kepada Bella dan Aurora sebagai syarat pelatihan sebelum pernikahan mereka dengan Pangeran."Apa kalian sudah siap menjalani pelatihan, Lady Bella dan Lady Aurora?" Ratu Cecilia bertanya untuk memastikan dan memberikan kesempatan jika masih ada yang belum siap. "Jika salah satu dari kalian tidak dapat melakukan misi tantangan, maka salah satu dari kalian hanya akan menjadi selir dari Pangeran yang akan kalian nikahi." Ratu menjelaskan dengan menatap Bella dan Aurora secara bergantian.Sementara maksud dari ucapan Ratu adalah; Bella hanya akan
"A-apa?! Wilayah barat?!" Suara pekikan Emma menggaung di dalam sebuah kamar mewah yang disediakan untuk Bella di istana.Jemari lentik Emma kini tengah memijat punggung mulus Bella yang telanjang; hanya tertutup oleh selembar kain sutra berwarna merah yang membalut bagian dada hingga ujung kaki sang putri tersebut."Bukankah wilayah barat adalah tempat asalmu, Emma?" Bella berujar seraya merebah di atas dipan dengan posisi tubuh tertelungkup. Kedua mata gadis itu memejam sembari menikmati pijatan.Emma terdiam dengan wajah yang berubah murung, "Benar, Lady. Dan wabah itu juga yang telah merenggut nyawa kedua orangtuaku." Gadis mungil itu seketika teringat penyebab kedua orangtuanya meninggal dan dirinya yang diusir dari kampung halaman ketika ia masih kecil dan belum bertemu dengan Bella."Apakah Anda harus benar-benar pergi ke sana? Saya takut jika hal itu justru akan membahayakan keselamatan Anda sendiri nantinya." Emma memperlihatkan seraut waja